Dan kuhimpun kekuatan matahari
Untuk berkelahi
Dengan rasa nyeri
Dan kurangkum kesejukan angin
Untuk meredam
Segumpal dendam
"MAU ke mana, Yunda?"
"Pulang. Kangen sama Papa."
"Yunda!" keluhan lemah itu membuat Ayunda berpaling menatap Adiknya yang terduduk lesu.
"Persoalan justru bertambah parah bila kau terus di sini, Adin. Persoalan tidak akan selesai dengan melarikan diri dari kenyataan. Kamu harus hadapi semua ini. Pulang, dan jernihkan masalahmu dengan Intan. Yunda yakin, Intan pasti bisa mengerti. Dia sahabatmu. Paling tidak, kalian punya hubungan batin. Dia pasti percaya pada Adin."
Adin makin dalam tertunduk. "Tapi Adin nggak tahan mendengar fitnah-fitnah itu, Yunda. Telinga Adin sakit mendengarnya. Setiap mata yang memandang penuh tuduhan dan prasangka."
Ayunda merangkul adiknya.
"Justru akan lebih parah bila kamu terus menghilang begini. Mereka pasti akan menduga tuduhan itu benar. Lain kalau kau hadapi dengan tegar, Adin. Mereka pasti akan berpikir lagi akan kebenaran semua itu." Yunda membelai rambut Adinda penuh kasih. "Pulang ya, Noi!"
Adinda mengangguk lemah. Dia tak kan mampu membantah kakaknya kalau sudah begini. Lagipula Yunda benar, dia tak mungkin terus bersembunyi.
-----------------------------------------------------
Mohon maaf, baru bisa update posting kelanjutannya sekarang...
Thank you for reading... and waiting...

KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat-jerat Cinta (Tamat)
ChickLitWahai luka yang mengering Mengapa masih terasa nyeri Kala namanya terbawa angin...? "Dendam lama itu bagai kembali tersulut. Luka itu kembali terasa nyeri. Tuhan, sekarang apalah bedanya lagi aku dengan Adinda bila tak sanggup memaafkan?" AYUNDA...