Bab 26

11.5K 383 8
                                    

"Tik, Tika!" Tika menoleh ke arah sumber suara.

"Apa?"

"Diandra kenapa?" Tanya Gilang. Tika melihat ke arah Diandra yang terlihat biasa-biasa aja.

"Gak papa," jawabnya.

"Enggak. Maksud gue, dia marah ke gue?" Tanya Gilang lagi.

"Kalian marahan? Kenapa?" Tanya Tika balik.

"Ck, gue tanya ke lo, lo balik tanya ke gue," gerutu Gilang. Gilang melihat ke Diandra bingung, pasalnya setelah mengembalikan ponselnya, Diandra menjadi sangat diam. Bahkan, ketika Gilang memanggilpun tidak di hiraukan.

"Ra, Diandra!" Masih seperti tadi. Diandra tetap tidak menghiraukannya. Gilang menghela nafas lalu bangkit dan duduk di bangku sebelah Diandra. "Diandra kamu marah sama aku?" Tanya Gilang.

"Nggak," jawab Diandra singkat.

"Kamu musti gitu. Apa-apa kalau marah nggak mau bilang."

"Hm," gumam Diandra. Dengan itu, ia mengumpulkan tugasnya lalu membereskan buku-bukunya dan segera pulang meninggalkan Gilang yang diam tak mengerti.

+++++

Diandra melempar entah kemana tasnya, ia berbaring di atas tempat tidur sambil memijat pelipisnya pelan. Apa yang ia lihat di ponsel Gilang tadi membuat kepalanya pening serta moodnya hancur.

'Udahlah, Lang. Mulai sekarang lo nggak usah ngechat-ngechat gue lagi. Ok, mungkin kita chat, tapi cuman sebatas teman sekelas yang nanya tugas atau apalah. Gue nggak mau Diandra jadi salah paham ke gue kayak masalah kotak musik waktu itu.'

'Gue cuman nggak mau ada masalah sama masa lalu gue.'

'Bukan gini caranya lo mau berdamai sama masa lalu. Dengan kita jadi temen itu udah cukup.'

Diandra membuka matanya ketika merasakan ponselnya bergetar.

Gilang's calling....

Ia menaruh kembali ponselnya. Ia tidak ingin mengangkat telpon dari Gilang. Tidak untuk saat ini. Ia masih butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Memang seharusnya ia memberitahu Gilang kenapa ia bertingkah seperti ini padanya. Tapi, biarlah itu jadi urusan belakangan.

+++++

"Ih, sumpah? Huuu, harusnya ama gue aja itu cowok."

"Ya, nggaklah. Ya, ama gue pastinya."

"Udah-udah, nggak usah berantem. Lo pada nggak tahu semalem dia nginap di rumah gue?"

"Ngapain nginap di rumah lo?"

"Ya, mau nemenin gue, lah."

"Anjir, hahaha." Diandra tertawa melihat kekonyolan ketiga temannya yang merebutkan cowok selebgram yang baru jadian. Setidaknya ia harus terlihat bahagia saat di sekolah.

"Ikut aku!" Diandra mengalihkan pandangannya. Ia kembali melihat teman-temannya datar. Melihat suasana antar Gilang dan Diandra yang terlihat tegang, Tika, Maia, dan Sella pergi dari sana.

"Mau kemana?" Tanya Diandra.

"Mau pesen makanan dulu. Lo tunggu di sini aja, ok? Jagain singgasana kita," jawab Maia bercanda. Diandra hendak protes, namun teman-temannya lebih dulu memberinya pelototan.

Gilang yang tadinya berdiri pindah duduk di hadapan Diandra. Kantin yang saat itu sedang sepi karena memang masih jam pelajaran membuat Diandra yakin sekecil apapun suara mereka, pasti akan terdengar oleh siapapun yang tidak sengaja lewat di sana.

"Ra, aku mau ngomong-"

"Ya, tinggal ngomong, lah." Gilang menghela nafas melihat tingkah Diandra yang sangat dingin padanya.

"Ra, sebenarnya kamu kenapa, sih?" Tanya Gilang.

"Kenapa-kenapa?" Tanya balik Diandra datar.

"Ya, kamu, kamu kayak ngehindar dari aku. Kamu marah sama aku? Aku ada salah sama kamu? Atau aku ngelakuin sesuatu yang nggak kamu suka? Aku minta maaf sama kamu. Tapi, please, kamu jangan kayak gini. Kamu ngomong apa yang salah dari aku."

"Nggak ada apa-apa. Aku cuman butuh waktu sendiri." Diandra melihat ke sekeliling kantin mencari teman-temannya yang tidak muncul-muncul. Sialan! Mereka ninggalin gue berdua ama Gilang. Diandra berdiri hendak pergi dari situ ketika Gilang menahan tangannya.

"Ra, please." Diandra melihat ke arah Gilang marah. Ia merasa sangat muak melihat wajah Gilang yang seolah menjadi korbannya dan Diandralah si antagonis.

"Coba lo pikirin gimana perasaan lo waktu lo tau pasangan lo chat sama mantannya dan seakan-akan mereka masih punya hubungan. Sedangkan diri lo sendiri berusaha mati-matian buat move on dari mantan lo, dan ketika lo udah move on itu yang lo dapetin?"

Tidak ada lagi aku-kamu dalam ucapannya pada Gilang. Selama ini Gilang memperlakukannya seperti hanya Diandralah satu-satunya. Kenyataannya, mungkin dirinya hanya salah satunya. Dan pemikiran itu sangat menyakiti hatinya. Setidaknya, lebih baik dari awal Gilang tidak usah berhubungan sama sekali dengannya, biarkan dia menyukai Gilang dalam diam dari pada harus dikhianati seperti ini.

Gilang saat ini kehilangan kata-katanya. Pikiran-pikiran negatif mulai bermuculan menghantuinya. Diandra? Jangan-jangan dia?

"Kamu?"

"Gue? Iya, gue baca chat lo sama Alif. Gue tahu salah. Tapi sekarang, gue bersyukur ngelakuin tindakan salah itu. Karena kalau nggak, gue nggak bakal tahu kedok lo yang sebenarnya."

"Ok, ok, ok!" Diandra tersentak, Gilang tiba-tiba berdiri. "Ok! Gue emang belum move on dari Alif, puas lo! Itu kan yang mau lo denger?!" Gilang pergi meninggalkan Diandra yang terlihat sangat terpukul.

Diandra terduduk kembali. Tidak-tidak, jangan sampai air matanya jatuh hanya karena seorang Gilang. Ini bukan pertama kalinya ia merasakan patah hati. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ia akan terlihat lemah jika menangis di hadapan Gilang. Tidak, ia tidak akan menangis.

"Hhh, hhh, hiks, hiks, hiks, hhh, hhh..."

Tapi, tidak. Diandra tetaplah Diandra. Sekuat apapun ia berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh, ia tetaplah Diandra yang mudah menangis. Setegar apapun ia terlihat, selemah itulah dia. Dan sebahagia apapun kelihatannya, jauh di lubuk hatinya ia juga merasakan kesedihan.

"Hei, Ra, kata anak-anak lo ama Gilang, tapi tadi Gilang-" Narel terdiam, Diandra berusaha meredakan tangisannya. "Lo, nggak papa?" Tanya Narel.

Sekali lagi Diandra menghembuskan nafasnya lalu berbalik ke Narel dengan senyuman. "Gue nggak papa, kok."

"Bohong. Lo abis nangis," balas Narel tidak percaya.

"Iya, gue emang habis nangis. Tapi, nggak papa, kok."

"Yakin?"

"Yakin. Udah ayok ikut gue ke KM." Narel hanya mangut-mangut sambil mengikuti Diandra dari belakang. Nggak semua masalah selalu bisa dibagi. Kadang ada satu masalah yang harus disimpan untuk diri kita sendiri.

++++++++

Hai hai

Bab 26 nih, hope you like it

Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang