Semua anak kelas Diandra sudah siap dengan peralatan menanam mereka serta tanaman dan pupuk.
Kegiatan mereka kali ini adalah praktek menanam dalam pelajaran kimia. Mungkin agak membingungkan apa hubungannya kimia dengan menanam, beda jika biologi mungkin masih ada hubungannya. Tapi, entahlah, hanya si guru yang tahu.
Mereka semua segera turun ke halaman sekolah untuk menanam tanaman mereka. Diandra, Maia, Sella, dan Tika menanam bersama. Karena memang satu tanaman 4 orang.
Ia dan kelompoknya menghampiri tempat yang sudah ditunjukkan oleh si guru untuk menanam.
Mereka sempat beberapa kali mengeluh karena susah. Maklum, mereka -yang sekelompok dengan Diandra- semua perempuan. Ada yang mengeluh kotor, capek, jijik gara-gara ada cacing. Jijik sama pupuk, dan lain-lain.
Saat selesai menanam, ia segera pergi ke tempat untuk mencuci tangan. Di sana ada Narel dengan kelompkoknya dan beberapa teman sekelasnya yang laki-laki termasuk Gilang. Mereka mengganggu Narel dan kelompoknya yang hendak mencuci tangan.
Ia memilih tempat lain untuk mencuci tangan karena ada Gilang. Bisa-bisa ia juga diganggu dan itu tidak baik bagi kesehatan jantungnya.
Selesai mencuci tangan, ia kembali ke tempat semula dan menghampiri Narel. "Rel, lo mau tahu siapa doi gue sebenernya?" Narel langsung menoleh ke arah Diandra. "Siapa-siapa?" tanya Narel antusias."Pokoknya, waktu lo cuci tangan tadi ada dia di salah satu cowok yang ganggu lo ama yang lain." jawab Diandra.
"Sumpah?! Anak kelas?!" Duandra melotot dan langsung menutup mulut Narel. "Pelan dikit bisa kali, mbak." geram Diandra lalu melepaskan tangannya dari mulut Narel. Narel sendiri cengengesan menyadari kebodohannya.
"Jadi? Dia siapa?" tanya Narel lagi. "Rahasia," jawab Diandra tanpa suara lalu berjalan menjauhi Narel yang merengut menuju kelas.
Saat sampai di kelas, guru kimianya yang juga merupakan wali kelasnya membagikan undangan untuk orang tua murid mengambil raport sisipan. Diandra diam melihat undangan itu lalu melihat ke arah Narel lalu kembali ke undangan itu. "Mungkin lo bakal tahu siapa dia," Narel menoleh ke arah Diandra cepat. "Serius?" Diandra mengangguk.
+++++
Hari ini, hari pembagian raport sisipan. Ia sedikit deg-degan. Deg-degan akan bagaimana nilai raportnya dan deg-degan karena akan memberitahu Narel tentang Gilang.
Bukan apa-apa, hanya saja, ia memiliki trauma tentang teman yang menikung temannya sendiri. Tidak-tidak, ia tidak menuduh Narel seperti itu. Tapi, Diandra sedikit takut jika Narel bisa-bisa memberitahukannya ke semua orang. Dan seseorang yang tidak suka padanya, ikut berusaha mendekati Gilang.
"Bissmillah, semoga nilai raport gue bagus." ia menaiki motornya dan berangkat ke sekolah. Sekolah berjalan seperti biasanya jika hari jum'at. Tak ada yang spesial, guru-guru tetap masuk ke kelas. Hingga akhirnya jam 11, semua siswa dipulangkan karena akan ada pembagian raport.
Para siswa laki-laki segera pulang karena sebentar lagi sholat jum'at akan mulai. Sedangkan, beberapa siswa putri menetap di sekolah. Ikut membantu membersihkan kelas atau hanya sekedar menunggu orangtua mereka sekalian mengambil raport.
Begitu juga Diandra, ia memilih menetap dan ikut membersihkan kelasnya. Nyapu, ngepel, masang-masang mading, masang perangkat kelas yang lain. Walau bukan ia semua yang melakukannya. Tapi juga dengan teman-temannya yang lain.
Sampai akhirnya sudah jam satu kurang seperempat. Beberapa wali murid mulai berdatangan. Ia dan teman-temannya segera mengambil dua meja dan beberapa kursi untuk ditaruh di depan sebagai terima tamu wali murid. Mereka bertugas memberitahu wali murid untuk mengisi absen.
Mereka juga kadang membantu mencari nama teman-teman mereka ketika orantuanya datang. Tak kadang mereka juga menggoda salah satudari mereka ketika orangtuanya datang. Seperti mengatai nakal, bolos, atau hal-hal yang lainnya.
Diandra sendiri belum pulang-pulang karena sekalian menunggu papanya. Namun, sedari tadi papanya belum juga datang.
"Bapak lo mana, Rel?" tanyanya pada Narel gara-gara gabut. Sedangkan, Narel baru saja bergabung dengannya.
"Tau, kagak dateng-dateng daritadi. Capek gue nungguinnya. Malah gue kagak bawa motor lagi. Tau begini gue bawa motor aja dari pada capek nungguin," gerutu Narel. "Bapak lo sendiri mana?" sambung Narel. Diandra hanya mengangkat bahunya tanda juga tidak tahu.
Ia memalingkan wajahnya ke arah tangga. Di sana, ia mengenali satu wali murid yang baru saja datang. Orang itu mendekat ke arahnya lalu mengisi absen tanpa harus diberitahu, seakan sudah hafal. Narel mengamati orang itu dan barutahu jika itu orantuanya Gilang.
Setelah orang itu masuk, Diandra menyuruh Narel mendekat. "Itu tadi ortu doi gue," ujar Diandra pelan.
"SUMPAH DEMI-"
"Narel!" potong Diandra.
"Oh, monyet. Teriak-teriak ae!"
"Dasar Narel, diem napa."
"Ckckck, Narel-Narel." dan masih banyak lagi sorakan untuk Narel. Yang disoraki hanya nyengir tanpa merasa bersalah. Ia kembali melihat ke arah Diandra. "Lo-utang-cerita-sama-gue!" ujar Narel penuh penekanan.
"Iye-iye,"
++++++++
Halooooo, karena gue kemaren setelah nulis bab 11 gabut, apalagi nghak bisa on jadinya gue ngelanjutin ke bab 12, deh.
Silahkan baca, jangan lupa vommentnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On [END]
Ficção AdolescenteMove On adalah satu hal yang sangat mudah diucapkan namun sangat susah dilakukan.