Bab 9

15.5K 695 45
                                    

"Gue nggak tahu musti gimana lagi, rel. Hidup gue kayaknya kebanyakan drama. Masalah satu belum kelar, masalah baru muncul lagi. Kadang gue ngerasa iri banget ama lo, Rel. Hidup lo kelihatannya tenang-tenang aja gitu."

"Apa yang bisa lo iriin dari gue, Ra? Lo kaya, lo punya temen banyak, lo udah punya semuanya, Ra. Lah gue?"

"Gue mending hidup biasa-biasa aja kayak lo aja yang penting keluarga gue utuh daripada gue kayak sekarang tapi keluarga gue hancur."

"Hush, keluarga lo nggak hancur, begs. Mungkin mereka lagi cek cok kecil. Dalam rumah tangga itu biasa, nggak usah baper,"

"Lo, mah. Gue lagi serius juga malah dikatain baper."

"Gue juga serius. Lah, lagian cuman cek cok begitu lo bilang keluarga lo ancur. Nih, ya, Ra. Emak ama bapak gue udah biasa kayak gitu. Gue udah hafal, Ra. Percaya kata gue, deh, habis gini mereka pasti baikkan. Percaya, deh." Diandra melihat Narel yang terlihat yakin. Ia menghela nafas panjang berharap ucapan Narel benar.

"Assalamualaikum," Diandra melihat ke arah pintu mendapati guru B. Indonesia sudah datang. Ia membereskan buku-buku pelajaran sebelumnya dan mengeluarkan buku B. Indonesia.

"Hari ini bapak akan membagi kelompok yang tiap kelompok 6 orang. Tugas kalian, itu meneliti penggunaan B. Indonesia dalam masyarakat. Kelompoknya bapak yang nentuin. Jadi setelah bapak membacakan kelompoknya, kalian duduk per kelompok. Mengerti?"

"Ngerti," Diandra melihat ke arah Maia, Tika, Sella, Narel, Zsazsa, dan Naila, berharap mereka akan satu kelompok. Tapi, salah satu mereka pasti akan pisah.

"Daniel, Indra, Naufal, Naila, Navy, dan Narel." Narel melihat ke arah Naila sambil tersenyum, lalu ia berbalik melihat Diandra sedih.

"Adiandra, Gilang, Anisa, Tika, Rizal, Steven." Diandra mengedikkan dagunya ke arah Tika yang juga sedang melihatnya.

Setelah si guru B. Indonesia usai membacakan nama-nama kelompoknya, mereka segera duduk per kelompok. Diandra duduk di antara Tika dan Anisa. Di depan Diandra ada Gilang. Kok kalok dilihat-lihat Gilang ganteng, ya? Pikir Diandra. Diandra terus ngelihatin Gilang sampai nggak sadar si Gilang sekarang ngelihatin dia balik.

"Ra, lo ngapain ngelihatin gue?" Diandra tersentak mengetahui Gilang berbicara dengannya. "Enggak, cuman lagi kepikiran sesuatu." jawab Diandra asal.

Diandra melirik Gilang sekali lagi. Ia menggelengkan kepalanya lagi berusaha fokus pada pelajaran. Enggak-enggak, dia nggak boleh ngurusin cowok dulu. Masalahnya dengan Angga dan Andri belum selesai. Ditambah orangtuanya yang lagi berantem.

Mereka berenam berdiskusi dengan serius. Mereka netapin kalau besok bakalan survey ke beberapa cafe buat wawancara beberapa pengunjung. Tak lama, bel pergantian pelajaran berbunyi. Diandra kembali ke tempat duduknya. Ia segera mengeluarkan buku Biologi, mata pelajaran selanjutnya.

"Ngapa lo ngeluarin buku Bio? Kan gurunya nggak ada," ujar Narel.

"Dih, sotoy lo. Tau darimana?" tanya Diandra tidak percaya. "Kan tadi gurunya kesini waktu awal jam B. Indonesia tadi, bilang nggak bisa ngajar." lah iya? Pikir Diandra bingung. Mungkin tadi dia lagi ngelihatin Gilang kali ya, atau waktu dia ngelamun tadi?

Drrt drrt

Diandra melihat ke arah handphonenya. Billy's calling..

"Mau apa lagi lo telfon gue? Nggak cukup dengan lo ngata-ngatain gue waktu itu?" ujar Diandra ketika telfonnya terhubung. Sejak bertemu dengan Angga waktu ia sedang latihan ekskul, ia sudah bertekad untuk tidak mau lagi berhubungan dengan Angga ataupun Billy.

Move On [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang