"Astagaaaaaaaa, kenapa yang namanya matematika selalu susaaaaaah." keluh Diandra. Bel istirahat baru saja berbunyi dan pelajaran sebelumnya adalah matematika.
"Matematika mah gampang kali, Ra. Yang susah itu kimia, huaaaa. Gimana ceritanya gue mau kuliah jurusan kimia murni kalok mapel kimia aja gue kagak tau apa-apa." timpal Narel.
"Sedih banget ya, Rel?" Narel mengangguk. "Tapi, yang paling susah dari yang tersusah itu....."
"Fisika," seru keduanya. Narel dan Diandra sama-sama membenturkan kepala mereka ke meja.
"Udah-udah, waktunya istirahat. Lo berdua mending nggak usah ngomongin pelajaran dulu, ntar gue ikutan pusing. Mending sekarang ke kantin aja," ajak Naila. Narel mengangguk dan langsung berdiri.
"Gue enggak, deh. Gue bawa bekal," Diandra membuka bekalnya sedangkan Narel pergi ke kantin bersama Naila dan Zsazsa.
Tika, Maia, dan Sella bergabung dengan Diandra. Di tengah asiknya mereka berempat makan, handphone Diandra berbunyi dengan nama Angga. "Ciye, gebetan baru." goda Tika. Diandra menghiraukan omongan Tika dan menjauh dari teman-temannya.
"Halo?"
"Ra, gue minta lo tepatin janji lo!"
Diandra mengerutkan dahinya bingung. Ia melihat ke arah handphonenya sekali lagi takut salah orang. "Maksud lo, Ngga?"
"Lo dulu pernah janji buat balikin Billy dari masa gelapnya, tapi apa sekarang?! Dia masih mabuk-mabukkan, bikin onar. Tepating dong lo kalok punya janji!!"
Diandra diam. Benarkah Billy kembali ke dirinya yang dulu? Selama beberapa minggu mereka bersama, Billy terlihat sudah berubah. "Gue nggak tahu kalok Billy balik kayak dulu lagi, Ngga. Gue pikir dia udah berubah,"
"Iya dia berubah, tapi itu cuman di pikiran lo! Mangkannya kalok nggak bisa nepatin janji itu nggak usah janji-janji, deh!"
Ucapan Angga seperti pisau bagi Diandra. Air matanya mulai turun masih dengan telfon dengan Angga. "Gue minta maaf kalok gue salah, Ngga. Tapi, lo tau sendiri. Gue baru ketemu Billy beberapa minggu ini. Gue belum mikirin itu, waktu kita ketemu gue fikir Billy udah berubah."
"Ya salah lo ngapain pakek acara nggak mau hubungan ama kita lagi waktu itu. Lo boleh aja lost contact ama gue, tapi seharusnya lo inget janji lo dan tetep saling kabar sama Billy! Argh, semua cewek itu sama. Bisanya cuman omong doang!!!"
"Ngga, gue nggak maksud....," perkataan Diandra terpotong panggilan yang putus.
Diandra kembali ke tempat duduknya dan menelungkupkan kepalanya. Ia bingung harus gimana selain menangis. Dia fikir, semua masalah sudah berakhir dengan kembalinya ia bertemu dengan Billy dan Angga. Tapi, itu malah awal dari persoalannya yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On [END]
أدب المراهقينMove On adalah satu hal yang sangat mudah diucapkan namun sangat susah dilakukan.