BAGIAN DELAPAN: SAATNYA BERBICARA

6.9K 817 81
                                    

ADA KALA dimana Luhan benci sekali menunggu. Ia bukanlah seseorang yang suka berdiam diri dan hanya memandangi orang lain berlalu-lalang dihadapannya. Pipinya mengembung, melirik ke arah dimana tadi Sehun berlari untuk mencari tempat memenuhi panggilan alamnya. Ia tak kunjung kembali, padahal Luhan ingin segera berkeliling kota dan mencicipi permen kapas.

"Uh, aku jalan sendiri saja lah," putusnya kemudian.

Keramaian Balai Kota lantas tak membuatnya begitu tersembunyi. Beberapa orang masih mengenalinya dan menyapanya dengan bersahabat, walau ia tahu ada yang palsu. Ia tetap membalasnya dengan ramah.

"Kan, seharusnya aku bersama Baekhyunnie saja. Pasti lebih asyik," dia lalu mengingat saat Baekhyun ditarik oleh Kris. "Hah, anak itu. Mau mendekati Baekhyunnie-ku? Uh~ Baekhyunnie pasti bingung memilih antara Chanyeol dan Kris, kekeke~"

Orang-orang tersenyum gemas melihat Pangeran mereka berbicara sendiri. Ditambah, wajah lugunya yang tak menyadari bahwa orang-orang tengah memperhatikan tingkah lakunya tersebut. Kaki-kakinya terus melangkah, diikuti kepalanya yang memikirkan banyak hal bersama Baekhyun yang telah ia lalui.

Grep!

Eh?

Luhan menoleh, untuk melihat siapa yang memiliki tangan besar ini. Matanya membulat saat mendapati pria besar dibelakangnya dengan wajah tertutupi masker hitam.

"S-Siapa kau?"

"Ikut denganku."

Suaranya amat berat dan auranya begitu menyeramkan. Luhan mulai memikirkan banyak hal negatif, dan jelas ia memberontak. Ia melirik sekitar, namun keramaian tadi telah lenyap digantikan suasana sepi yang mencekam baginya. Entah bagaimana ia bisa sampai ditempat seperti ini dan itu membuatnya semakin takut.

"Diam, bocah."

"T-Tolong, lepaskan aku!"

Pria itu tetap menariknya, tanpa peduli bahwa Luhan meringis amat sakit atas pergelangannya yang tercengkeram kuat. Luhan amat ketakutan, dan mencoba terus memberontak.

"Lepaskan aku, Paman! Kumohon!"

DUGH!

"A-Akh..."

Pria itu menggeram. "Dasar bocah manja. Kau memang seorang Pangeran, tapi bukan berarti kau harus terus merasakan banyak kesenangan," ujarnya. Luhan sama sekali tidak mengerti, yang ia pikirkan saat ini adalah betapa sakitnya perutnya yang dipukuli pria itu.

Tubuhnya tertarik berdiri.

"K-Kumohon, l-lepaskan—"

"Diam! Kubilang diam!" pekik pria itu. "Argh! Semua orang kaya, sama saja! Berisik, cerewet, tak berotak! Apa ada hal lain yang kalian pikirkan selain uang? Bedebah! Kalian senang menyiksa rakyat miskin tanpa memikirkan perasaan mereka!"

Sepertinya, Luhan mulai menemukan titik terang atas tindakan pria ini. Dia yang marah pada sikap para bangsawan dan ingin melampiaskannya. Namun, mengapa harus Luhan?

"Tuan, kemanakah a-anda m-mau membawaku? K-Kumohon, jangan sakiti aku. A-Aku harus kembali ke a-akademi..."

"Nah, akademi! Ya, akademi bodoh itu!" sahutnya kemudian. Dia mendorong tubuh Luhan ke tempat sampah dengan keras. "Harusnya mereka tahu mana yang cerdas! Mereka harus tahu bagaimana bila rakyat ditolak! Kami juga manusia yang pantas hidup dalam sosial yang baik. Tetapi, mereka menghancurkannya semudah membalikkan telapak tangan!" dia maju, meraih dagu Luhan. Kulitnya sangat kasar. Luhan seperti merasakan kulit kayu didagunya.

"J-Jangan s-sakiti..."

"Bah!" dia tertawa. "Inikah kesempurnaan seorang bangsawan, heh, Pangeran? Berkulit halus, dan berkilau. Tak tersentuh teriknya matahari. Enak sekali, huh? Sedangkan kami, harus bersusah payah demi sesuap nasi. Aku benci sekali pada kasta seperti ini," dengusnya, ia mencengkeram kedua pipi Luhan. "Dimulai dari kau. Biar mereka tahu sejahat apa rakyat rendahan ini, sehingga tak pantas diremehkan!"

My Arrogant Prince (ChanBaek)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang