Dinding-dindingnya terbuat dari pualam, dengan langit-langit tinggi berhiaskan lukisan berbagai kejadian dalam Kitab Suci. Patung Bunda Maria dan Yesus berdampingan disisi altar. Dan salib-Nya terpasang kokoh didepan altar. Dipelataran altar, bersimpuhlah ia memanjatkan doa. Merenungi nasib, serta rencana yang akan ia laksanakan segera. Perasaan bersalah terbenam dalam hatinya, ketika wajah-wajah yang akan terluka muncul dalam benaknya.
"...Tuhan, beri aku kedamaian untuk menerima hal-hal yang tidak dapat aku ubah, keberanian untuk mengubah yang bisa aku ubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya. Amen."
Airmatanya meluruh, ketika kelopaknya membuka. Menampilkan sorot kesedihan yang amat dalam bercampur keyakinan kuat untuk melaksanakan keputusannya. Dipandanginya wajah Yesus itu dengan keteguhan, kemudian beranjak berdiri. "Yesus, maafkan hamba-Mu yang amat berdosa ini," bisiknya dengan bahu yang kian memberat.
Diluar, seorang pria paruh baya menyambutnya dengan senyum lembut. Jubahnya berkibar pelan kala dia menyambutnya.
"Pencerahan yang luar biasa, kan?" dia mengikuti langkah kecil itu. "Aku harap, semuanya akan baik-baik saja."
Senyumnya mengembang tipis. "Terima kasih atas perhatianmu," ujarnya. "Seperti yang pernah kau katakan, segalanya memiliki waktu. Dan inilah saatnya. Aku tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Meski... m-meski ini terlalu egois."
"Tidak, kau tidak egois," sahutnya cepat. "Kau bertanggung jawab terhadap kewajibanmu, dan kau terlalu peduli," ditepuknya bahu sang lawan bicara. "Kau bisa menghadapinya. Aku yakin, mereka akan menerimanya. Mereka pasti mengerti."
Ia tercenung sesaat, sembari meyakinkan dirinya lebih banyak, kemudian tersenyum. Ada kelegaan saat ia mendapat kekuatan dari pria itu. "Aku... aku akan tetap melakukannya. Kau akan selalu mendukungku, kan?"
"Pasti. Aku pasti mendukungmu."
Ia mengangguk, lantas melambai saat kereta kudanya mulai berjalan. Melayangkan terima kasih, sebelum tenggelam kembali dalam perasaan bersalah.
"Tuhan, bantulah aku untuk menyelesaikan masalah ini, tanpa menyakiti siapapun..."
_____________
My Arrogant Prince
written by_StrawbaekkiPark
BAGIAN DUAPULUHLIMA:
LACRIMOSE_____________
Pagi yang cerah. Hari dimana para bangsawan remaja harus menyiapkan diri untuk kembali ke Sapphire demi kelanjutan pendidikan dan pengolahan jasmani yang (mungkin) sudah menjadi lembek.
Chanyeol menyusuri lorong. Keceriaan menghampiri senyumnya, mengakibatkan efek dilema bagi para pelayan yang ia sapa. Bila saja Pangeran Park ini belumlah menjadi milik Pangeran Mahkota—yang sebentar lagi menduduki tahta Raja—pastilah mereka takkan menunggu waktu untuk mengejarnya, bahkan menjadikannya pasangan seumur hidup.
Dia terlalu tampan sebagai manusia.
Sayangnya, Baekhyunnie yang manis—dan cerewet—itu pasti akan sangat marah kalau saja mereka menyentuh Chanyeol-nya seujung jari pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Prince (ChanBaek)
Fanfiction[COMPLETE] Baekhyun, sang pangeran angkuh, bertemu dengan Chanyeol, pemuda sederhana yang namanya terdaftar dalam sekolah para bangsawan. Luhan, kakak kandung Baekhyun yang penyakitan, yang selalu didampingi oleh pengawal setianya, Sehun. Jongdae da...