Kyungsoo tidak pernah mengabaikan kerapian, meski dalam keadaan genting sekalipun. Well, hasil didikan dari Kakek dan Neneknya selama ini. Namun, untuk saat ini—berbeda.
Mengacuhkan sapaan para pelayan, Kyungsoo lebih memilih mempercepat langkah kakinya mengikuti suara hatinya yang berteriak-teriak panik. Sesungguhnya, ia juga tidak mengerti. Alasan jantungnya berdetak begitu kencang, alasan dia tidak bisa tenang, alasan dia terus menggumamkan doa, dan alasan dia semakin khawatir, terlebih karena—karena seorang... Kim Jongin.
"Jongin..."
Kyungsoo menggigit bibir bawahnya pelan ketika paras Jongin sepenuhnya berada dalam pandangannya. Jongin yang berantakkan, Jongin yang terluka, Jongin yang... putus asa. Benar-benar bukanlah seorang cassanova yang selama ini Kyungsoo kenal dan yang sering dia jauhi. Jongin yang ini... rapuh.
Grep!
Kyungsoo membeliak. "J-Jongin?!"
Ada getaran halus dibahu Kyungsoo saat lengan kekar Jongin merengkuhnya dengan erat. Getaran yang semakin terasa, berasal dari tubuh jangkung pemuda tan tersebut. Ia semakin terperangah, saat isak tangis terdengar dan tanpa sadar, Kyungsoo mengangkat tangan untuk memeluk balik. Mengelus punggung Jongin dengan lembut...
"Jongin, ada apa?" tanyanya pelan. "Kau bisa cerita padaku."
Meski sebenarnya, Kyungsoo sudah mendengar banyak hal mengenai permasalahan yang terjadi dalam Keluarga Kim. Baik dari penjual roti Kim, maupun sang penguasa Kim.
"....u... lah... hyung... hiks hiks..."
"Huh?"
Kyungsoo mengerjap dibalik pelukannya. Mendengarkan Jongin menggumamkan sesuatu sembari terisak. Dia ingin tertawa, sungguh. Tapi, Jongin sedang dalam keadaan serius.
"Jongin?"
"Aku bersalah pada Jongdae hyung—hiks."
Oh.
Kyungsoo menepuk-nepuk punggungnya. Merasa iba juga, sekaligus bersyukur. Jongin memang tipikal lelaki yang genit pada wanita maupun lelaki manis, tetapi dia sesungguhnya memiliki kasih sayang dan kepedulian yang tinggi terhadap keluarganya. Kyungsoo sudah menduga bahwa Jongin belumlah meminta maaf pada Jongdae---sebab ketika ia berkunjung ke rumah Minseok, Jongdae ada disana. Dengan wajah pucat dan frustasi, tanpa dukungan lebih—termasuk dari Jongin.
Kyungsoo melepaskan pelukan mereka, dan mengulas senyum hangat. "Kita bicara dikamarku saja. Namun, sebelumnya, bersihkan dulu dirimu," ujarnya.
Jongin mengusap airmata diwajahnya. Tidak manly, sih. Namun, dia bisa apa kalau sedang bersedih seperti ini?
"Thanks, Kyungsoo."
Kyungsoo mengangguk.
_________________
My Arrogant Prince
written by_StrawbaekkiPark
BAGIAN DUAPULUHENAM:
LACRIMOSE (KEPUTUSAN)
________________Chanyeol menepuk-nepuk tangannya puas. Surat yang ditujukan untuk Minseok sudah diantarkan oleh seorang pengawal. Ia berharap benar kalau surat itu dapat meringankan beban Paman Roti, dan sedikit membuat Jongdae lepas dari keputusasaannya. Kasihan juga, kalau dipikir-pikir. Selama di akademi, Jongdae tergolong bangsawan baik hati yang tidak pernah merendahkan para warga sipil, meskipun tatapan mata angkuhnya kerap kali menyiratkan rasa jijik. Tetapi, ia tidak pernah melukai mereka. Dan Chanyeol, yang pada saat itu belum mengetahui jati diri aslinya, cukup berterima kasih. Begitu pula untuk saat ini, Jongdae menerimanya sebagai teman, maka Chanyeol pun akan membantunya sebagai seorang teman yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Arrogant Prince (ChanBaek)
Fanfiction[COMPLETE] Baekhyun, sang pangeran angkuh, bertemu dengan Chanyeol, pemuda sederhana yang namanya terdaftar dalam sekolah para bangsawan. Luhan, kakak kandung Baekhyun yang penyakitan, yang selalu didampingi oleh pengawal setianya, Sehun. Jongdae da...