Sarah menghela napas keras, tidak sabar melihat cara Ali mengemudi, lambat seperti siput. Ia melirik jam digital di pergelangan tangannya, sudah dua puluh menit lebih dan mereka masih di jalan? Padahal jarak rumah Sarah dan sekolah tidaklah begitu jauh."Dek Sarah kenapa?" Ali bertanya karena melihat Sarah berkali-kali menghela napas.
"Kak Ali gak bisa ya lebih cepet gitu nyetirnya? Lamban banget sih!"
Bukannya tersinggung atau sakit hati, Ali malah tersenyum. "Kak Ali cuma ingin lebih lama saja berdua sama Sarah, memangnya gak boleh?"
What? Sarah mendengus keras. Belum sempat menjawab Ali, ponselnya berdering. Syukurlah, setidaknya dia bisa terhindar dari gombalan Ali yang selalu sukses membuat seluruh tubuhnya geli seperti dikerubutin ulat bulu. Hii...
"Halo! Sapa nih!"
"Hahaha... jutek banget neng pagi-pagi?"
"Jawab dulu ini siapa atau gue matiin nih?"
"Iya... iya... sorry, ntar pulang sekolah Bang Dika jemput ya, kebetulan lagi main ke rumah Tante."
"Ohh elo Bang? Mau ngapain jemput-jemput segala?"
"Nraktir makan aja, gak boleh ya?"
"Apa? Makan? Wuahahahaha... boleh kok boleh, Sarah boleh minta apa aja kan?" Sarah langsung semangat begitu mendengar kata 'makan'.
"Beres..."
"Oke, Sarah tungguin nih, awas klo gak jadi!"
"Iya, iya... mpe ketemu ntar siang ya... bye."
"Oke."
Sarah mengantongi lagi ponselnya dengan wajah berbinar. Yuhuu, bakal dapat makan gratis nih, lumayan. Otak Sarah mulai berpikir kira-kira makanan apa saja yang akan ia minta pada Dika.
"Siapa yang barusan?" Ali pura-pura tidak tahu. Padahal telinganya sudah panas mendengar Sarah menyebut nama Bang Dika.
"Bang Dika." Sarah menjawab sambil lalu. Pikirannya masih berkeliling seputar restoran, warung atau rumah makan di sekitar sekolahnya.
"Mau ngapain?"
"Apa sih, cuma mau nraktir makan siang kok."
"Trus Sarah mau?"
"Ya iyalah... makan gratis gitu looooh..."
"Sarah suka sama bang Dika?" tanya Ali tanpa basa-basi.
"Heh? Ya sukalah, dia kan sodara Kak Ali." Sarah heran.
"Bukan itu maksud kak Ali."
"Trus apa dong?" Sarah memasang wajah lugu.
"Cinta."
"Apa?! Buahahahaha....wkwkwk...." Sarah meledak tertawa. Haduuh, lucu sekali kak Ali ini. Cinta? Sama Bang Dika? Amit-amit deh. Bukan tipe Sarah dia mah.
"Kenapa malah tertawa?" Ali bertanya kalem. Kalem diluar, tapi bergejolak di dalam.
"Kak Ali lucu. Hahaha.... haduh, perut Sarah sakit nih jadinya. Aduh... hehehe..." Sarah memegang perutnya yang kaku karena tertawa terlalu keras.
"Jangan terlalu keras tertawanya. Lagipula kenapa harus tertawa? Kak Ali bertanya serius, dek Sarah."
"Kak Ali konyol sih. Haha... mana mungkin Sarah Cinta sama cowok cantik macam bang Dika? Wkwkwk.... kurang Garang dia itu jadi cowok." Sarah meracau sambil mengusap air mata tawanya.
Ali terdiam. Memikirkan ucapan Sarah. Cowok cantik? Kurang garang? Apa Ali juga seperti itu di mata Sarah? Apa Ali harus berubah jadi garang? Tapi garang yang kayak gimana? Apa yang tubuhnya penuh tato, tindik dimana-mana, rambuk jabrik, otot keker? Alamak itu bukan style-nya. Ali menghela nafas pelan. Kenapa susah sekali untuk terlihat dimata Sarah?
*****
Sebagian part sudah dihapus. Penasaran? Lanjut di Dreame ya...
https://m.dreame.com/novel/Sy5r+l4nbQwTuhSgFDugtw==.html