MOBIL Juna berhenti secara tiba-tiba, membuat gadis di sampingnya, Juni, hampir saja terjungkal ke depan. "Lo bisa pelan-pelan, enggak?" protes Juni. Entah sudah berapa kali kalimat itu keluar dari mulutnya. Gadis itu menatap sengit lelaki di sampingnya.
Lelaki itu sama sekali tak peduli dengan ucapan Juni. Juna malah keluar dari mobilnya tanpa menjawab ucapan gadis itu. "Silakan turun, karena mobil bakalan gue kunci," ujar Juna. Kepalanya menyembul ke dalam mobil sebelum akhirnya menutup pintu mobil itu.
"Argh!" teriak Juni frustrasi. Gadis itu merapikan buku-bukunya yang sempat berantakan, lalu memasukkannya ke dalam tas berwarna biru miliknya.
Juni akhirnya turun dari mobil dengan mulut yang sudah untuk merapalkan sumpah serapah kepada Juna. Di saat Juni sedang berada di puncak kekesalannya, Juna dengan santai menyandarkan badannya di bagian belakang mobilnya.
Lelaki itu terlihat sibuk membalas satu persatu pesan yang masuk. Tentunya pesan itu berasal dari beberapa gadis yang tengah ia dekati secara bersamaan. Walaupun sibuk dengan ponselnya, Juna tidak melewatkan kesempatan untuk melambaikan tangan kepada para gadis yang lewat di sekitar sana. Tentunya Juna tak lupa untuk melempar senyum andalannya. Hal itu membuat teriakkan histeris terdengar memasuki telinga Juni, yang membuat gadis itu ingin muntah.
"Muka lo kenapa kusut gitu?" tanya Juna dengan tampang sok polosnya.
Juni tak menjawab pertanyaan Juna, melainkan langsung pergi begitu saja. Kalau lelaki itu diladeni terus maka ia akan memberikan masalah baru kepada Juni. Membayangkannya saja sudah membuat kepala Juni berkedut.
Juni pun memutuskan untuk berjalan menuju kelasnya tanpa memedulikan keberadaan Juna lagi. Gadis itu melangkah cepat menyusuri koridor sekolah menuju kelasnya. Setelah sampai di depan kelasnya, gadis itu langsung masuk ke dalam.
Hari ini Juni harus belajar ekstra, karena sebentar lagi Bu Janeta-fiks nama beliau mirip dengan penyanyi dangdut akan mengadakan ulangan tiga bab sekaligus. Satu bab saja sudah membuat kepala Juni pusing, lantaran materi yang sulitnya minta ampun. Tetapi kini ia harus mempelajari tiga bab sekaligus.
Kalian bisa bayangkan berapa banyak rumus yang harus Juni ingat. Belum lagi jika ada materi hafalan dengan nama-nama ilmiah di dalamnya. Memikirkannya saja sudah membuat kepala Juni berkedut.
Ah, lupakan soal pemikiran itu, saat ini yang Juni harus lakukan adalah belajar. Juni pun mendudukkan pantatnya di bangkunya. Jam segini kelas masih terlihat sepi, hanya ada beberapa siswa yang mengisi beberapa bangku di sana.
Juni segera mengeluarkan buku-bukunya. Gadis itu kembali memfokuskan diri dengan materi fisika yang kini terpampang di hadapannya. Juni begitu fokus sampai-sampai ia tak tahu bahwa sedari tadi ia diperhatikan oleh teman satu kelasnya.
Lebih tepatnya Juni diperhatikan oleh satu kelas karena Juna yang entah sejak kapan telah duduk di sebelah Juni sambil mendengarkan musik. Padahal Juna hanya duduk di sana, tanpa melakukan apa pun. Namun, hal itu sudah berhasil membuat para kaum hawa di kelas tersebut berkali-kali mencuri pandang ke arahnya. Bahkan ada beberapa siswi yang mulai bergosip dengan suara yang tidak pelan.
Mereka mengatakan bahwa Juna hari ini terlihat sangat tampan, apalagi ketika mendengarkan musik menggunakan earphone-nya. Kalau hanya mendengarkan lagu menggunakan earphone saja mereka sudah berteriak seperti orang gila, bagaimana jika Juna berbicara kepadanya? Bisa-bisa kaca kelas ini akan pecah.
Oke, kita kembali ke topik awal.
Juni yang menyadari ada sesuatu yang salah pun menengok ke kiri. Dan seketika ia dikejutkan dengan penampakan. Oh, Tuhan, kenapa gadis ini tiba-tiba indigo, kenapa dia sekarang dia bisa melihat setan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Juni
Teen FictionCerita ini akan tersedia gratis pada 30 April 2022 *** Juna, cowok paling berandal dan playboy di sekolah tiba-tiba disuruh menjaga sang ketua OSIS super garang sekaligus musuh bebuyutannya, Juni. Sejak saat itu, hidup Juni tidak lagi bisa tenang, a...