Part 13

61 4 0
                                    

Minggu, 02 Januari 2005. Hari yg gw benci akhirnya datang juga. Yeah, dia akan kembali ke Makassar. Sebenarnya liburan sekolahnya masih sampai tanggal 8, tapi bokap-nyokapnya memintanya pulang lebih awal. Gw enggak boleh egois, keluarganya pasti kangen juga sama dia. Soalnya perayaan Natal dan Tahun Baru kan dia enggak rayakan bareng keluarganya.

“Vell, bangun!” Gw coba membangunkannya sambil menggoncangkan pundaknya dengan halus.
“Hummmmm…!!” Marvell cuma menggeliat bentar, kemudian merubah posisi tidurnya membelakangi gw. Huft! Dasar kebo!!

“Vell, bangun dong! Udah pagi nih…!!” Gw guncang agak lebih kencang dikit dari tadi.
“Hummmmm…!! Iya, bentar lagi…!” Serunya sambil menggeliat lagi, kemudian merubah posisi lagi menghadap gw. Eh, tapi masih merem juga tuh bocah!

Gw lihat wajahnya yg masih tertidur. Meksi rambutnya terlihat agak kusut, tapi masih enggak menghilangkan wajah manisnya. Matanya merem agak kencang (mungkin karena gw mencoba tuk membangunkannya). Bibirnya masih kelihatan merah meskipun semalam udah pegal karena berciuman terus. Wajahnya kelihatan agak ditekuk (karena gw coba bangunkan tadi), namun nafasnya masih terkesan berirama (dia tidurnya enggak mendengkur).

Wajahnya kelihatan imut banget saat ditekuk kyk gitu. Gw deketin wajah gw ke wajahnya.
‘Cup!’ Gw kecup bibirnya lembut. Ups! Mendadak matanya terbuka.

“Hmmmm…!! Nakal ya!” Ucapnya, kemudian menggeliat lagi.
“Met pagi Marvell!” Ucap gw lembut sambil mengusap lembut rambutnya yg berantakan.
“Pagi… Udah jam berapa Rio?” Sahutnya sambil mengucek-ngucek matanya. Imut banget melihat ekspresi bangun tidurnya.
“Udah jam 7 pagi! Buruan diminum susu coklatnya! Mumpung masih panas..” Sahut gw sambil menyodorkan mug berisi susu coklat buatan gw yg tadinya gw letakkan di meja yg ada di samping tempat tidur.

“Tumben kamu udah bangun Rio? Biasanya yg kebo kan kamu?” Komentarnya sambil tersenyum. Hadeh! Pagi-pagi udah mau ngajak ribut lagi ya? Dia pun duduk dan mulai menyeruput susu coklatnya.
“Gw kebangun juga karena alarmmu tuh! Berisik banget! Tapi kamunya malah budeg! Huhhh…!!” Spontan aja gw jewer sambil menunjukkan wajah gemes gw! (-, -“)
“Ahhh…!! Duh, kebiasaan klo pagi maennya ekstrim mulu! Untung aja susunya enggak tumpah!” Sungutnya sebel sambil mengelus kupingnya yg abis gw serbu.
“Bodooo..!! Wekkk….!!” Gw cuma melet-melet aja. Dia akhirnya lanjut menghabiskan susu coklatnya.

Gw bantu meletakkan mug yg udah kosong ke meja tadi, kemudian sandaran di bahunya. Eittt!! Tangan gw enggak sengaja menyentuh sesuatu yg entah kenapa berdenyut saat gw sentuh.

“Napa? Masih mau?” Ucapnya sambil tersenyum mesum. Dasar!!! 
“Emang kamu masih sanggup?” Sahut gw membalasnya sambil mencubit perutnya.
“Aduhhh..!! Nih orang minta diperkosa ya!” Langsung aja menindih gw dengan badan polosnya yg hanya tertutup bed-cover (kami tidurnya bugil dan dia masih bugil karena baru aja bangun).
“Hahahaha…” Gw hanya tertawa aja melihat ulahnya. Ulah mesumnya.

Namun agresifnya terhenti dan menatap mata gw. Mata elangnya menatap mata gw dengan lembut. Posisinya masih tetap, menindih gw tan tangannya menggenggam kedua pergelangan tangan gw (posisi kayak mau perkosa orang).

“Rio…” Ucapnya tiba-tiba terdengar lirih. Wajahnya pun mendadak kelihatan sendu.
“Menurut kamu… Hhhhhh…” Belum selesai dia berucap, dia menghembuskan nafas sambil menutup matanya.
“Vell..?” Sambung gw dengan bingung. Gw bingung dengan ulah dan ekspresi anehnya itu. Tidak seperti biasanya. Sebagai orang yg udah gw kenal lama, yg gw tahu, itu ekspresinya klo lagi bingung akan sesuatu yg sifatnya sangat pribadi.

“Eh.. Ah.. Enggap Apa-apa Rio…” Sahutnya gugup. Wajahnya memerah, persis saat pertama kali kami melakukan hal ‘itu’. Dia akhirnya beralih dari atas gw dan terlentang di samping gw. Matanya terlihat menerawang jauh… Memikirkan sesuatu yg jelas-jelas tengah mengganjal hatinya.

“Vell?” Ucap gw lagi. Gw tatap wajahnya. Saat mendengar ucapan gw, dia seperti kaget dan memandang wajah gw juga. Diarahkannya kepalanya dan disandarkan di dada gw. Digenggamnya tangan gw dengan erat.

Gw bingung dan akhirnya khawatir dengannya. Apakah dia lagi punya masalah? Tapi bukankah dia selalu cerita sama gw? Bukankah gw sahabat baiknya? Yeah, meskipun apa yg kami lakukan sebenarnya malah udah lebih dari wajarnya sebuah persahabatan.

Mendadak gw teringat, inikan hari terakhir liburannya di sini… Mendadak pula dada gw menjadi agak sesak. Gw rasa kayaknya berat banget buat gw tuk membiarkannya kembali lagi di Makassar. Entahlah, mungkin aja gw egois.

Tapi saat gw melihat tingkahnya barusan. Apakah dia juga merasakan hal yg sama? Sekali lagi gw harus katakan, ‘entahlah…”

Gw usap lagi rambutnya dengan lembut. Kemudian beralih ke wajahnya. Dari keningnya, alisnya, pipinya, hingga dagunya.

“Menurutmu… Hhhhh… Apakah yg kita lakukan selama ini salah Rio…?” Akhirnya, sebuah pertanyaan sulit mengalir tiba-tiba dari mulutnya.

Jujur. Gw bingun harus menjawab apa? Sangat bingung. Selama ini akal sehat gw juga sering bertanya-tanya soal apa aja yg telah kami berdua lakukan selama ini. Perasaan yg menurut gw aneh dan enggak sewajarnya yg terlintas setiap gw berpikir selama ini. Namun ada rasa nyaman, tenang, dan bahagia saat dia berada di sini gw. Apalagi ada juga rasa puas, enak, dan menyenangkan saat kami ‘berbuat’. Semua itu bercampur jadi satu.

Apakah gw?… Apakah setiap pengalaman rahasia kami, yg sering kami nikmati bersama… Akhirnya membuahkan rasa baru yg sejujurnya gw sendiri masih belum pahami lebih dalam? Apakah… gw akhirnya merasakan adanya… cinta?

Tapi, mengingat kodrat kita sebagai seorang lelaki, apakah pantas jatuh cinta kepada seorang lelaki?

Gw mungkin masih bisa memahami dan menerima dengan akal sehat, kalau hubungan sejenis, bisa aja gw nikmati kalau itu hanya keinginan tuk having fun. Karena keinginan biologis. Namun kalau karena ada hubungannya dengan hati dan perasaan? Apalagi sampai cinta? Gw masih bingung. Setidaknya untuk saat itu.

“Rio…?” Ucap Marvell lagi sembari membuyarkan lamunan gw.
“Eh.. Hmmm… Apa kamu bilang tadi?” Gw pura-pura tidak mendengarkan pertanyaan dia tadi.
“Menurutmu, apakah yg kita lakukan selama ini salah Rio?” Tanya dia ulang. Dilihatnya mataku dengan sendu. Wajahnya terlihat memelas, seakan-akan menantikan jawaban jujur dari gw.

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang