Part 16

47 3 0
                                    

“Eh, ada kak Marvell… Silahkan duduk kak!” Sapa Mitha dengan sopan. Gw heran sejenak melihat tingkah Mitha. Apa mungkin dia udah melupakan peristiwa dulu? Atau mungkin karena sebagai keluarga pemilik cafe ini sehingga dia berusaha bersikap sopan? Entahlah.

“Iya, makasih…” Sahut Marvell dengan nada yg sok jaim.

“Silahkan kak Marvell dan kak Mario memilih-milih di daftar menunya. Nanti Mitha bilang sama mbak Selly untuk mencatat pesanannya. Yaudah, Mitha ke dalam dulu ya… Silahkan kakak-kakak..!!” Ucap Mitha lagi dengan sopan dan berusaha tetap hangat, kemudian menuju ke arah dalam (maksudnya ke arah dibalik meja bartender).

Gw dan Marvell diam sesaat. Sepertinya dia juga kaget dan baru menyadari klo Mitha adalah anak pemilik cafe ini. Mitha, gadis tomboy yg pernah dia kecengin dulu.

“Kamu masih ingat dia?” Ucap gw sok basa-basi.
“Iya..” Sahutnya diam. Wajahnya memerah dan terkesan acuh.

‘Wah, kayaknya gw salah ngomong deh!’ Tentunya aja dia ingat terhadap mantannya, yg dulu pernah dengan suksesnya membuat wajahnya lebam (-, -“).

“Hemmm… Mau pindah tempat aja Vell?” Tanya gw dengan pelan kepadanya.
“Enggak usah! Di sini juga enggak apa-apa!” Sahutnya agak dingin.

Akhirnya kami jadi memesan menu di cafe kecil ini. Gw pesan sepotong kecil blackforest, ice cream vanila, jus apel dan air putih (kebiasaan gw yg selalu minum air putih dikit sehabis menikmati ice cream). Sedangkan Marvell hanya memesan tiramissu dan jus stawberry. 

Gw lirik arloji. Jam tangan pemberian Marvell dulu.
‘Hmmm… Jam setengah 1 lebih 5 menit’ batin gw. Berarti masih sekitar 25 menit lagi baru dia akan berangkat.

‘Duh gimana nih??’ Batin gw dalam hati. Gw pengen nyatakan perasaan gw ke dia dan meyakinkan ke dia atas apa yg udah kami perbincangkan tadi pagi. Tapi situasi malah kayak gini.

Sesaat gw melirik ke arah Mitha yg kayaknya lagi sibuk memantau cafe dari arah dalam dan sesekali melirik ke arah kami. Kemudian gw lirik juga ke arah Marvell. Dia tengah sibuk menikmati tiramissunya dan sesekali melirik kearah gw juga. Duh, complicated banget! T_T

“Rio..” Ucap Marvell kemudian. Gw mendadak aja jadi salah tingkah.

Jujur, awalnya gw pikir sesaat sebelum keberangkatannya adalah saat yg tepat tuk menembaknya dan mengubah status kami dari pertemanan (sahabat karib) menjadi ‘pacaran’ (boyfriend’an). Tapi melihat situasi sekarang (ada Mitha, yg tampaknya memperhatikan kami juga), kayaknya tidak memungkin kan. Situasi yg tidak tepat menurut gw. Serasa kayak pengen nangis aja saat itu (sorry klo penulisnya terkesan lebay, hehehe…).

“Vell…” Gw cuma menyahut dengan menyebut namanya aja.

“Eh, kamu kok makan ice-creamnya belepotan sih?” Sahutnya sambil mengusap ujung bibir gw dengan jarinya secara tiba-tiba. Eh…

‘Pranggg…!!’ Terdengar suara sesuatu. Terdengar suara ribut, seperti ada suatu benda yg terjatuh. Spontan aja kami menoleh ke arah sumber suara tersebut. Terlihat Mitha yg sedang berusaha memungut pecahan aksesoris cafe yg pecah.

Spontan pula Marvell terlihat menahan tawanya dengan posisi menunduk. Wajahnya terlihat memerah karena menahan tawanya.
Tampaknya wajah gw juga mulai memerah deh. Soalnya gw juga mulai menahan tawa mencerna kejadian barusan (kadang-kadanf penulis orangnya lola, hahaha…).

Akhirnya kami pun cuma ngobrol-ngobrol aja tanpa melakukan hal lain di situ. Seusai nganter Marvell di bandara, gw kembali sedih di rumah. Gw juga kecewa pada diri gw sendiri, yg tidak berani menembaknya di situ. Gw hanya berharap, mudah-mudahan saat kita bisa berjumpa lagi, gw akan mencoba menembaknya lagi.

Soal bingkisan yg akan gw berikan itu. Gw sebenarnya menyiapkan 2 boneka. Boneka berbentuk tikus dan boneka berbentuk kerbau (lebih mirip sapi sih, hahaha… :P). Rencananya gw mau dia milih, boneka kerbau atau tikus? Klo tikus, berarti dia nolak. Klo kerbau, berarti dia terima gw. Haduh, jadul banget ya, hahahahaha… 

Sebenarnya soal perasaannya sih gw udah tahu dari pengakuannya pagi itu. Tapi kan pengen juga nembak dia secara langsung. Secara, meski dia juga cowok, gw juga kan cowok! Rasanya kurang nyaman klo gw yg di tembak, harusnya nembak! (ego seorang cowok).

Saat sampai di Makassar, dia sempat tanya soal boneka yg gw kasih tadi. Gw memang jadi ngasih dia boneka yg berbentuk sapi (gw gambarin aja sebagai sosok kerbau :P), tapi enggak jadi nembak dia (mengingat situasi). Gw jawab aja, ‘biar klo kangen gw, peluk aja tuh boneka!’
Duh, kesannya kayak cewek aja ya… Makhlum, gw juga bingung mau ngasih hadiah apa ke cowok, biar terkesan romantis gitu.. Huhuhu…

*** *** ***

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Dan akhirnya bulan berganti bulan juga. Rasa kangen gw ke Marvell mulai kambuh lagi.

Yeah, meski komunikasi kami lewat telpon & sms tetap aja lancar, tapi tetap aja. Gw kangen tuk berjumpa dengan dia lagi. Bahkan rencana, liburan kenaikan kelas nanti gw pengen maen ke sana. Ke Makassar.
Dua bulan sebelum kenaikan kelas ke kelas XI

Sekitar jam 8 malam, saat gw sedang tiduran sambil mendengar music d kamar gw, ada telpon masuk. Marvell.

“Halo Kus…!” Sapa gw saat dia telpon.
“Halo juga Bau…!” Balasnya tak mau kalah. (bukan dari kata bau loh! Tapi penggalan dari kata kerbau).

“Tumben jam segini udah telpon? Enggak ngabsen sama kecengan loe dulu?” Canda gw kepadanya. Gw emang masih sering menggodanya soal kecengan-kecengannya.

“Nih juga lagi telpon kecengan gw…” Ujarnya sok mesrah.

“Gubrak!! Klepek-klepek neh gw! Hahaha…” Gw balas aja dengan bercanda.

“Jelas aja kamu klepek-klepek! Marvell gitu loh!” Komentarnya dengan sok pede.

“Yeee… Yang ada aku klepek-klepek karena shock! Seekor tikus ternyata bisa gombal juga ya?! Hahahaha…” Gw sendiri bingung dengan kalimat gw, ‘klepek-klepek karena shock’ tuh maksudnya apa ya? Hahahaha…

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang