Part 10

79 5 2
                                    

Marvell mengendarai motor gw dengan kecepatan sedang. Kelihatan dia sangat menikmati pemandangan di sepanjang jalan. Meski hanya 6 bulan telah minggalkan kota ini, namun dia udah kangen dengan suasana di kota ini. Terdengar dia sedang bersenandung ria sepanjang perjalanan kami.

Setelah beberapa kali belok kiri dan kanan, akhirnya kita memasuki jalan yg tidak seramai jalan utama. ‘Sepertinya gw tahu kita akan kemana… Hmmmm…’ Dan ternyata benar tebakan gw!
Marvell menghentikan sepeda motor tepat di depan pintu gerbang suatu sekolah dasar. SD yg dulu menjadi tempat buat kami sekolah dulu. Tempat yg dimana gw bertemu dan mengenal Marvell tuk pertama kali. Tempat dimana kami sering berantem.

Setelah mendapat izin dari penjaga sekolah, akhirnya kami ngacir masuk ke dalam lingkungan sekolah tersebut. Seperti anak-anak kecil aja, lari-larian, kejar-kejaran, dan tertawa-tertawa nyaring di sekolah ini. Sangat kontras dengan situasi yg terjadi saat kami masih bersekolah di sekolah ini dulu. Enggak ada keceriaan yg dialami berdua, yg ada malah saling mengejek dan berantem, hehehe…

Flashback dikit ya 😅

‘Tok.. Tok… Tok…’

Terdengar suara ketukan pintu membuyarkan konsentrasi kami, murid SD kelas 5 SD, yg sedang mengerjakan soal matematika yg diberikan bu Ani.

“Pagi pak guru!” Sosok kepala sekolah lalu nyelonong masuk disertai sapaan kami serempak.
“Pagi juga anak-anak!” Sapa pak kepala sekolah balik. Lalu berbincang sejenak dengan bu Ani.
Lalu pak Kepala sekolah keluar dan gantian seorang murid baru yg masuk, menuju kedepan kelas, lalu di sambut bu Ani.

“Anak-anak, hari ini kalian akan mendapatkan teman baru!” Ucap bu guru sambil tersenyum kepada kami dan anak baru tersebut. Mendadak murid2 saling berbisik. Sedangkan gw? Gw hanya melihatnya sesaat, lalu asyik ngobrol dengan teman sebangku gw, Taufan.

“Ehmm… Perkenalkan, nama saya Marvelino Putra… Saya murid pindahan dari Makassar…” Ucapnya malu2.

Saat memperkenalkan diri, kelas mendadak menjadi sunyi. Tampaknya semua memperhatikan, begitupun gw…

… … …

Dua minggu setelah dia pindah di sekolah ini…

“RIOOO…!! BALIKKIN BUKU GW…!!” Bentak Marvell karena gw merampas buku komik dragon ball’nya saat jam istirahat.

“Bodooo!!” Sahut gw sambil meletin lidah kepadanya.

“Yaaaaaa….!!!” Kemudian gw pura-pura enggak sengaja menjatuhkan komiknya di selokan kecil yg ada di depan kelas.
Wajahnya memerah kayak menahan tangis. Gw tinggalin aja dia saat dia hendak memungut bukunya yg telah basah tersebut…

… … …

Besoknya lagi…

“SIAPA YANG SENGAJA MELETAKKAN PERMEN KARET DI BANGKU GW??” Gw teriak dengan suara nyaring. Wajah sepertinya memerah sambil menahan emosi sesaat. Kemudian…

“PASTI LOE YA?!!” Tuduh gw ke Marvell, yg saat itu sedang menahan tawa.
“Apaan sih loe? Maen nuduh aja!” Sahutnya dengan menunjukkan wajahnya yg terkesan mengejek. Sepintas gw melihat sampah bungkusan permen karet di bawah mejanya. Spontan aja…

‘BUKK…!!’ Gw tonjok pipi kirinya. Tak ayal kamipun saling tonjok. Perkelahian kamipun dihentikan guru yg datang karena laporan salah 1 teman kami dan kami dibawa ke ruang guru…

End Flashback…

Semua kenangan2 masa lalu berputar kembali ke benak gw. Gw hanya senyum2 aja ingat kejadian2 dulu di sekolah ini.

“Napa loe Rio? Kok senyum2 terus?” Ucap Marvell membuyarkan lamunan gw..
“Hehehe… Gw ingat saat km pertama kali datang dulu…” Ucap gw jujur. “Apalagi saat itu km pernah nangis kan saat gw jatuhin komikmu ke selokan? Hehehe…” Lanjut gw sambil cengengesan. Wajahnya spontan terlihat memerah.

“Hah? Enggak kok! Salah ingat ya loe? Tapi kamu juga sempat nangis kan saat aku kerjain dengan permen karet dulu? Cengeng!” Balasnya enggak mau kalah.
“Enak aja! Gw enggak secengeng loe!” Balas gw juga enggak mau kalah. Gw melet2in lidah gw ke dia. “Yang ada tuh loe nangis saat gw jorokin ke parit belakang sekolah!” Lanjut gw lagi.

“Enggak nangis kok! Wajah gw aja kale yg basah karena kecebur?” Sahutnya sambil gemas mendekati gw. “Loe tuh kale yg nangis saat gw isengin dengan katak gede dulu! Hayo ngaku!” Lanjutnya juga dengan masih enggak mau kalah.

“Enggak! Loe tuh yg cengeng!”
“Eloeee..!!”
“Eloooeeeee…!!”

“Wah, lagi asyik nostalgia ya adik2?” Ucap seseorang memotong perdebatan konyol kami.
“Eh, ah… Iya pak, hehehehe…” Ucap gw malu2. Gw lihat wajahnya Marvell. Wajahnya beneran merah. Hehehe…
“I-iya pak, hehehe…” Marvell akhirnya ikut bersuara juga.

“Panggil aja mas Agung, hehehe…” Ucap penjaga sekolah yg berumur sekitar 30an tahun. Orangnya ramah dan terkesan asyik tuk kami ajak ngobrol dan bercanda. Dia udah 4tahun bekerja sebagai penjaga sekolah di sekolah dasar ini semenjak pak Thomo, penjaga sekolah yg sebelumnya meninggal dunia.

“Pak Thomo… Dulu gw pernah kerjain pak Thomo dengan menyembunyikan kunci gerbang yg diletakkan di meja jaganya dan menggantungnya di dahan pohon, di belakang perpustakaan…” Ucap gw jujur…

“Loe juga? Gw juga pernah mengunci pak Thomo di toilet belakang… Hahaha…” Serunya tak mau kalah.

“Hahahaha… Ternyata kalian memang murid yg bandel ya dulunya… Hahaha…” Mas Agung hanya tertawa aja mendengar kisah2 nakal kami.

‘Apakah mas Agung pernah dikerjain murid-murid juga ya?’ Pikir jahil gw sesaat. 😁

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang