Part 04

117 6 1
                                    

Besoknya, kami benar2 bertingkah aneh di sekolah. Tidak saling bertegur sapa. Baik gw, maupun dia. Bukan karena berantem atau masalah apapun, kami hanya saling merasa canggung saat bertemu, apalagi kalau sampai bertatapan mata (ternyata dia pun begitu, berdasarkan pengakuannya setelah kami mulai berani tuk berkomunikasi lagi). Bahkan posisi duduk kami yg berseberlahan pun diubah (kami semeja). Gw memilih pindah tuk duduk di baris depan. Namun Marvell sendiri tidak merespon atau pun bertanya klo mengapa gw pindah tempat duduk. Teman2 pun mulai menyadari keanehan dari kami. Mereka berpikir klo kami sedang bertengkar. Tapi kami cuek aja dan menjelaskan klo kami tidak memiliki masalah apa2.

Di kantin gw ketemu Stella. Dia sedang asyik bercanda dengan teman sekelasnya, Tina. Sesaat setelah dia memandang gw (saling bertatapan mata) dia segera. Gw pun membalas senyumnya. Terlihat wajahnya spontan memerah dan menjadi salah tingkah, terlebih saat digoda Tina. Gw segerah beralih pandangan ke arah makanan yg tadi udah gw pesan dan kembali menikmatinya…

Lucu juga melihat ekspresinya yang seperti tadi. Stella memang cantik, putih, rambutnya selalu dibiarkan tergerai sepunggung dan dihiasi dengan bandou. Senyumnya pun manis, sehingga tak heran kalau banya siswa yg menruh hati padanya. Namun anehnya, tak pernah terlihat dia jalan bareng seorang cowok (pacaran). Apa mungkin mereka juga takut terhadap bokapnya yg notabene sebagai salah 1 guru yg ‘killer’ (seperti Marvell yg takut tuk kecengin Stella karena bokapnya Stella)?

Semakin hari hubungan gw dengan Stella semakin dekat. Sifat canggungnya terhadap gw mulai hilang. Kami sering makan siang bareng di kantin, sering ngajak dia jalan2 sore, apalagi klo hanya sekedar telponan dan smsan. Namun ada 1 hal yg enggak, pulang sekolah bareng lagi. Dia lebih memilih pulang bareng bokapnya ketimbang bareng gw, soalnya harus nunggu gw ngambil motor di rumah dulu hehehehe… Makhlum, di sekolah gw ada aturan; siswa/i tidak boleh membawa kendaraan pribadi (motor/mobil), soalnya masih SMP semua (dibawah umur), hiks… hiks…

*** *** ***

Hari jumat pagi (hari ke-7 setelah kejadian), sebelum bergegas mandi, gw memeriksa sms2 yg ada di hp gw. Terpampang nama Marvell di daftar list sms masuk.
– ‘bro, ntar setelah selesai pelajaran gw singgah ke rumah loe ya’.

‘Marvel? Ngapen dia mau ketemu gw? Duh, gw harus jawab apa neh??’ Batin gw. Gw bingung mau menjawab apa? Apalagi gw masih belum yakin ‘apakah gw siap tuk ketemu dan bertatapan mata dengannya?’ Jujur, gw beneran malu kalau harus ketemu dia. Gw sendiri enggak habis pikir, kenapa kami bisa melakukannya? akhhhh…!!!!! Karena bingung, gw enggak merespon sms dia. Gw memilih tuk segera mandi dan segera ke sekolah.

Setelah bel pertanda mata pelajaran berbunyi, saat guru matematika telah keluar dari ruangan, gw segera menerobos gerombolan teman2 sekelas yg hendak berhamburan keluar. Gw berencana tuk menghindarinya.

Namun saat gw baru aja keluar ruangan, ada yang menarik tangan gw. Saat gw noleh kebelakang… DEG!! Marvell. Wajahnya juga agak terlihat memerah (sepertinya dia juga grogi saat itu).

“Gw ngi-ngikut loe ya bro…” Ucapnya terdengar terbata-bata.
Akhirnya, gw cuma mengangguk tanda setuju. Dia pun akhirnya tersenyum dengan wajahnya yg semakin memerah, namun segera dia memalingkan wajahnya dgn posisi wajah yg agak menunduk. Tidak seperti Marvell yg seperti biasanya gw kenal, yg selalu percaya diri.

Ternyata di depan kelas kami ada Stella. Sepertinya dia sedang menunggu seseorang. Apa dia nunggu gw? Ada apa ya? Lagian setiap jam pulang sekolah bukannya dia selalu menunggu bokapnya di depan ruang guru?

“Eh, Stella… Ada apa Stell?” Tanya gw keheranan?
“Rio, gw…”
“Sorry, Stell! Gw ada perlu dengan Rio…” Nimbrung Marvell memotong pembicaraannya Stella.
“Oh, hehehe… Iya, enggak apa-apa Vell… Yaudah Rio, aku balik dluan ya.. Bye…” Sahut Stella sambil langsung ngeloyor pergi.
Gw mau memanggil Stella, namun entah kenapa ucapan gw tertahan gitu aja..
“Ayo bro…” Ucap Marvell lagi… Kali ini gw yg ngikut dia dari arah belakangnya.

Saat sampai dirumah, kami langsung menuju ke kamar. Gw duduk di samping ranjang, memegang majalah tempo milik papa yg gw ambil dari rak majalah di ruang tengah tadi. Sedangkan Marvell berdiri diam memandang ke arah koleksi mainan Mini 4WD. Jujur, gw grogi banget karena mengingat peristiwa kemaren. Mengingat apa yg pernah kami lakukan… Akhhhh…!!!!

“Gw baru tahu loe suka baca majalah gituan bro?” Tanya Marvell membuyarkan kebisuan. Mendadak gw melihat kearahnya. Kata kami bertemu, namun kami mendadak mengalihkan tatapan mata kami dengan spontan. Gw masih merasa deg2an. Kami terdiam lagi.

“Loe mau minum apa bro?” Gantian gw yg memecahkan kebisuan.
“Ah, apa aja boleh bro.. Tapi yg dingin ya..” Sahut Marvell sekenanya.

Baru aja gw melangkah mau meninggalkan kamar,
“Rio…” Panggil Marvell sambil menggenggam pergelangan tangan kiri gw. Gw kaget dan mendadak berhenti dengan jantung gw yg mendadak berdetak semakin kencang. Tiba2…

“Kak Brosssss?! Kak Mario Brosssss???!!!” Panggil seseorang dari arah ruang tengah.

Oky, adek gw. Sejak kecil dia selalu manggil gw dengan sebutan Mario Bros, seperti tokoh dalam game ‘Mario Bros’. Sedangkan gw memanggilnya Luigi, teman Mario dalam game tersebut.

Segera gw tinggalin Marvell dan menuju ke ruang tengah.

“Ada apa Luigi?” Sahut gw saat udah sampai di ruang tengah.
“Kakak kenapa? Kok wajahnya memerah gitu?” Tanya’nya sambil menatap gw heran.
“Ah, gpp… Mungkin karena cuacanya yg agak panas…?” Jawab gw bohong.

“Oh iya kak, gw ke tempat teman ya. Klo mama udah pulang dan tanya gw, bilangin klo gw mau kerja kelompok lagi dengan teman…” Sahutnya sambil menenteng tasnya dan memakainya di punggungnya.
“Loe enggak makan dulu? Kan loe baru pulang sekolah juga kan” Tanya gw sambil kemudian duduk di ruang tengah.
“Enggak, ntar aja sekalian makan bareng teman2 ntar..” Sahutnya lagi. “Yaudah, gw langsung pergi ya kak Bross!” Ucapnya lagi sambil berlalu.
“Hati2 Luigi!” Sahut gw sambil menuju ke arah dapur.

Gw mengambil 2 gelas kosong dan 1 picher jus jeruk buat gw dan Marvell. Ketika gw kembali ke kamar, dia enggak kelihatan. Hanya terdengar suara air yg diguyur di kamar mandi gw. Segera gw letakkan minuman tadi di meja, kemudian mengganti baju seragam.

Saat gw baru melepaskan seragam gw, mendadak gw dipeluk seseorang dari arah belakang. Mavell. Gw mendadak terdiam sesaat, rasa berdebar kembali menyelimuti. Perlahan gw membalikkan badan gw ke arahnya. Wajahnya sedikit tertunduk, terlihat rona merah di kedua pipinya.

“Vell…” ‘Cupp!!’ Belum selesai gw berucap, bibirnya seketika menempel di bibir gw. Gw kaget.
Namun anehnya, seperti sebelumnya, gw enggak menolak ciumannya. Tubuh gw terasa kaku.

Dia melepaskan ciumannya, kemudian menatap mata gw lagi, namun terlihat sayu. Gw kembali menatap matanya tanpa bersuara sedikitpun. Kemudian dia cium gw lagi, dal kali ini gw membalas ciumannya. Gw kembali menikmatinya, seperti saat sebelumnya.

Dan akhirnya, perbuatan terlarang tersebut akhirnya terulang lagi… … …

PROMISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang