Chapter 2 : Ishana

6.1K 381 12
                                    

"Yang tidak terduga, datang tiba-tiba dan tanpa pertanda itu takdir namanya."

Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang menggambarkan keadaanku saat ini. Baru kemarin aku shock karena tidak bisa ikut sidang skripsi gelombang pertama yang artinya aku harus ikut semester sembilan. Dan hari ini aku malah tabrakan dengan mobil plat Jakarta. Mana aku di suruh ganti rugi mobilnya yang lecet sebanyak dua juta. Bayangin dua juta? Bagiku sih jelas itu uang yang banyak bisa buat bayar kuliah dan lain-lain. Pakai ngancam akan lapor polisi kalau aku tidak mau bayar ganti rugi. Apes banget kan aku. Ya inilah aku gadis kuliahan yang sedang dilanda badai, Ishana. Pendek, memang hanya segitu nama yang diberikan orang tuaku.

Kukira aku bisa kabur dengan cepat karena aku menggunakan motor. Tapi diluar dugaanku, mereka berhasil mengejarku. Aku mulai panik ketika mobil mereka berada tepat di sebelahku. Semakin aku menarik gas motorku mereka juga tambah gas yang artinya mereka sedang memojokkanku. Aku tidak akan menyerah.

"Mbak, berhenti deh," ujar mas-mas dari dalam mobil. Dia bicara sambil tersenyum pada padaku.

"Woi berhenti woi!" teriak si pengemudi yang minta ganti rugi padaku tadi.

Ini benar-benar gawat dan aku harus bisa kabur. Aku terus berdoa dalam batinku dan sepertinya Tuhan mendengar doaku. Di depan ada pertigaan lampu merah. Aku tersenyum dalam batin melihat lampu hijau untuk terus dan lampu merah untuk berbelok.

Aku melambai dan tersenyum pada dua orang di dalam mobil biru itu. Lampu merah menyelamatkanku. Aku melihat dari spion motorku dan mobil itu berhenti. Aku bernafas lega setelah berhasil kabur dari kejaran mobil plat Jakarta itu. Dengan gas penuh aku melaju di jalanan Kota Kediri, kota kelahiranku dan sampai sekarang juga menjadi tempat tinggalku. Saat ini aku sedang melarikan diri dari mas-mas yang minta ganti rugi karena body mobilnya lecet akibat senggolan cantik dengan motorku. Untung saja itu orang bukan orang Kediri, kan plat mobilnya Jakarta. Semoga saja aku tidak bertemu dengan mereka lagi. Benar-benar jangan sampai berjumpa lagi, aku tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi padaku karena sudah mempermainkan mereka.

"Isha."

Aku menoleh sambil melepas helm berwarna pink dari kepalaku.

"Tia!" ujarku melihat sahabatku itu berjalan menghampiriku.

"Eh motor kamu kok seperti habis jatoh," ujar Tia menatap tanganku. "Itu tangan kamu ada darahnya Ish." Wajahnya histeris.

Aku melihat punggung tanganku, eh lecet juga ternyata tapi lecet biasa tidak parah juga. Keluar darah lah sedikit.

"Iya nih apes banget habis tabrakan," jawabku.

"Nabrak apa?"

"Nabrak mobil. Duh jangan sampai deh ketemu mereka lagi," ujarku seperti berdoa.

"Lhah kenapa?" tanya Tia.

"Aku yang salah sih, naik aspal tidak lihat belakang dulu. Body mobilnya lecet dikit eh aku suruh ganti dua juta. Gila kan?" jawabku mulai bercerita.

"Terus-terus." Tia kelihatan penasaran sekali.

"Ya aku kaburlah," jawabku sambil memberikan senyum pada Tia.

"Astagfirullah nih anak. Bagaimana kalau mereka menemukanmu?"

"Bukan orang Kediri kok, platnya tadi aku lihat orang Jakarta dan kelihatan kayak bos-bos gitu sih mas-masnya tadi."

"Belum tentu plat Jakarta tapi orangnya juga bukan orang Kediri. Apalagi kamu bilang kayak bos-bos, bisa-bisa kalau mereka menemukanmu terus mereka akan laporin kamu ke polisi. Bagaimana coba?"

"Kamu ini bukannya membantu malah membuat orang tambah takut aja sih. Au ah gelap mending aku ke klinik dulu minta obatin dokter kece." Aku berjalan cepat mendahului Tia.

Wanita Untuk R. AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang