Bab 4 : Tak Bisa Kabur

6K 383 0
                                    

"Selalu ada cara untuk mengikat seseorang, di mana tanpa kau sadari itu adalah runtutan sebuah takdir."


"Jadi saingan APH (Agraha Palace Hotel) hanya GSH (Grand Surya Hotel)? Dan tidak perlu dikhawatirkan karena semua fasilitas hotel kita lebih baik dari GSH. Ya baguslah kalau begitu. Soal pendapatan sebulan pertama ini bagaimana?"

"Sepertinya masih naik turun. Pengunjung juga tidak terlalu banyak karena namanya juga kota kecil. Pariwisata di sini juga tidak terlalu banyak sih."

Sayup-sayup aku mendengar orang sedang mengobrol. Perlahan aku merasakan cahaya menembus mataku. Perlahan pandanganku semakin jelas. Aku di mana ini? Aku mengingat-ingat kejadian tadi. Ciuman. Aku langsung duduk. Aku langsung membuka selimut dan melihat keadaan tubuhku dan syukurlah pakaianku masih lengkap hanya saja rambutku berantakan seperti sarang lebah. Ada dua pria yang sedang mengobrol di meja kerja. Mereka kan si mas-mas insiden kemarin.

Tunggu. Ini dikamar ada tiga orang, aku perempuan sendiri dan mereka dua orang pria. Tiba-tiba aku teringat berita di patroli beberapa hari yang lalu. Seorang gadis di Tulang Bawang di gilir 30 pemuda brengsek selama satu tahu dan sekarang gadis kelas 1 SMP itu tengah hamil. Jangan-jangan mereka juga melakukan hal buruk pada tubuhku ini. Aku mengambil bantal yang kupakai tadi dan aku turun dari tempat tidur dengan perlahan agar mereka tidak menyadariku. Tempat tidur ini terhalang rak kaca dengan banyak hiasan-hiasan entah apa aku tidak memperhatikannya.

Begitu aku hampir dekat dengan mereka, aku langsung berlari kecil dan bersiap menyerang si pria yang duduk di kursi.

"Kurang ajar! Rasakan ini!" aku berhasil memukul kepalanya dengan bantal.

"Aduh, apa yang kamu lakukan?" dia terkejut juga.

"Wah-wah, bangun-bangun langsung nyerang." Si pria satunya malah ketawa ketiwi.

"Berani kalian perkosa aku ya. Mati saja nih. Biar kita impas." Aku menggebu-gebu ngamuknya.

"Gila bener. Berhenti gak!" si pria di kursi langsung berdiri dan mengambil bantal dari tanganku dan membuangnya.

"Tenang mbak cantik." Si pria satunya memegangiku.

"Lepasin aku. Atau kubuat kalian berdua impoten nih," ujarku sok berani.

"Hahahahaha." Dia melepaskanku. Dia tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun Bi, konyol banget ini anak." Dia masih tertawa terpingkal-pingkal.

"Kok malah ketawa-ketawa apa yang lucu?" protesku.

"Tingkahmu itu benar-benar diluar nalar. Siapa juga yang perkosa kamu. Wong kamu pingsan sebelum aku apa-apain," ujar si pria bernama Abi ini. Ya aku ingat dia mengatakan namanya Ridwan Abi Agraha.

"Oke, aku percaya. Tapi bapak sudah menc-" aku tidak jadi mengatakannya. Kenapa aku harus mengalami hal tragis begini. Dicium orang tidak dikenal lagi. Suami masa depanku maafkan aku. Bibirku sudah tidak ada segelnya lagi.

"Apa? Ciuman?"

Mataku langsung membelalak mendengar dia bicara dengan entengnya.

"Cuma dicium segitu saja langsung pingsan, dasar pe-ra-wan." Dia sengaja menekan kata terkahirnya.

"Itu hanya mimpi serem, dicium gorila masih mending." Aku mengambil tasku yang ada diatas meja. "Permisi."

"Heh, mau kemana? Belum ganti rugi juga."

"Ganti rugi apa lagi?" mendadak aku ingat dua juta rupiah. Mending aku kabur saja.

"Awas ya kamu kabur. Sini kamu. Kalau berani keluar selangkah saja dari kamar ini, aku sebarin foto nakal kamu."

Wanita Untuk R. AbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang