-PARTY-

96 14 10
                                    

Ia selalu berkeliaran di luar rumah ketika malam, memasang topeng wajah bahagianya. Bakatnya sangat luar biasa, permainan alat musiknya, gerakan gemulai tubuhnya, dapat memikat siapa pun yang melihatnya. Semua orang yang hidup di dunia malam akan mengenalnya. Seorang gadis tinggi langsing, di dalam tubuhnya mengalir darah keturunan Jepang yang membuat parasnya cantik jelita.

Semua wanita akan iri kepadanya, berpikir betapa beruntung dirinya. Tanpa semua orang tahu, ia merutuki dirinya sendiri. Tak bangga akan bakat dan keindahan tubuhnya. Ia justru membenci semua yang dikagumi dan diidamkan banyak orang.

Aku mengenalnya ketika menghadiri pesta ulang tahun temanku. Nama gadis itu adalah Reza. Dalam pesta itu aku tak menyentuh sedikit pun minuman keras yang tersaji di hadapanku. Aku datang semata-mata untuk menghargai undangan temanku. Ketika itulah, aku melihat Reza menari dengan gemulai di atas panggung, memamerkan keindahan tubuhnya.

Malam semakin larut, teman-temanku kebanyakan sudah mabuk. Aku hanya duduk diam di sofa semenjak datang ke sana, hingga pagi menjelang dan semua temanku sudah pulang.

Reza pun sudah turun dari panggung, mengemasi barangnya, dan hendak pulang ketika menyadari keberadaanku. Ia berbalik dari pintu, berjalan ke arahku.

Ketika jarak kami tinggal lima langkah lagi, aku bertanya,"Apa kau tak malu berpakaian minim seperti itu, di depan banyak orang?"

"Untuk apa aku merasa malu?"jawabnya sambil duduk di sampingku. Ia menyilangkan kakinya, lalu menatapku, penasaran dengan jawabanku.

"Yah, seharusnya kau malu memamerkan bagian-bagian tubuhmu seperti sekarang. Apa kau tak merasa risih ketika banyak lelaki memperhatikan tubuhmu?"kataku sambil menunjuk tubuhnya yang hanya terbalut atasan ketat yang hanya menutupi dadanya dan celana yang sangat pendek, yang memamerkan seluruh bagian pahanya.

"Aku merasa biasa saja. Kenapa? Ah, omong-omong, kau tak mabuk sama sekali, dan itu artinya kau tak menyentuh minuman keras yang tersaji di hadapanmu setetes pun. Jadi ada apa gerangan seorang lelaki baik sepertimu mau menghadiri party ulang tahun temanmu di sini?"

"Aku hanya menghargai undanganya. Maka aku datang."

"Sebaiknya kau jangan pernah menghargai lagi undangan temanmu, siapapun itu yang mengajakmu ke tempat seperti ini Lelaki baik sepertimu tak  sepantasnya datang kemari."

"Itu adalah hakku untuk memutuskan."

"Ya, itu memang hakmu, namun semua ini tak baik untukmu. Sekuat apapun kau melawan pengaruh itu, pada akhirnya kau akan kalah. Lebih baik jauhi sebelum kau terjerumus." Ia tersenyum tipis. Terlihat agak dipaksakan.

Ia beranjak berdiri, lalu berjalan meninggalkanku. Aku hanya diam, menatap punggungnya hingga ia menghilang dari penglihatanku.

Aku yang masih duduk di sana pun segera berdiri, berjalan keluar dari tempat itu. Tubuhku letih, aku terjaga hingga subuh menjelang. Aku segera menuju kontrakanku. Aku harus mengistirahatkan tubuhku.

Kata-katanya di ruangan itu melekat di ingatanku. Ia mengatakannya dengan dingin, seolah ia ingin menghilang dari dunia, seolah meminta tolong. Entahlah.

---

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur. Tepat ketika seseorang menelpon.

"Halo?"

"Iya ini Aldo. Aku mau ngajak kamu ke diskotik kayak kemarin. Kamu mau nggak?"

"Hmmm, boleh. Tapi aku mau liat cewek yang kemarin itu juga, Do."

"Ah, itu mah urusan gampang. Nanti bakal aku urus kok tenang."katanya sambil terkekeh, lalu menutup telpon.

Aku kembali memejamkan mataku setelah mematikan ponsel. Sepertinya hari ini aku takkan masuk kuliah. Aku sudah tak dapat lagi menahan kantukku. Lagipula malam ini Aldo mengajakku ke diskotik, yah sepertinya besok juga aku takkan masuk kuliah lagi. Ah, sudahlah.

RembulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang