Pagi itu, gaun berwarna biru yang dibelikan oleh Richard telah melekat di tubuhku. Rambutku yang lurus telah tergerai rapi, sebuah mahkota kecil bertengger anggun di atas rambutku.
Aku mendengar bel rumah berbunyi. Pasti Richard hendak menjemputku. Aku segera melongok keluar jendela dan terkejut melihat ia dan keluarganya menunggangi kuda, menungguku di pekarangan rumah. Ia menunggangi seekor kuda putih yang terlihat kuat, sedangkan keluarganya menunggangi kuda hitam.
Aku terpaku, ini benar-benar menakjubkan. Richard hanya melempar senyum ke arahku.
"Ayo, sayang! Aku menunggumu turun dan duduk di belakangku!"
Aku tertawa kecil, lalu segera menuruni tangga. Kain yang menyapu lantai di pegangi oleh Ibu. Ia juga terlihat bahagia melihat kami.
Sesampainya di pekarangan rumah, aku segera melompat naik, dibantu oleh ibuku. Para pelayan keluarga Richard menyerahkan kuda mereka pada keluarga besarku yang menunggu di pekarangan rumah.
'Richard selalu bisa menciptakan suasana yang begitu romantis dan menakjubkan,' gumamku bangga memiliki kekasih seperti Richard.
Richard meremas tanganku yang melingkar di pinggangnya dan tersenyum,"My Princess, pegang pinggangku erat-erat, ya!"
Ia memacu kudanya dengan kecepatan sedang. Rambutku terasa berkibar. Keluarga besar kami mengikuti di belakang, membentuk formasi yang rapi. Aku merasa terharu dan takjub dibuatnya.
"Kau selalu bisa membuatku takjub, Richard," kataku sambil mengecup pipinya pelan.
"Sudah menjadi tugasku untuk membuatmu selalu bahagia, sayang. Ya, dengan cara membuatmu takjub."
Aku hanya bisa tersenyum. Kini, ia bak pangeran yang sedang menjemput pujaan hatinya, menuju kerajaan.
---
Pesta pernikahan kami digelar dengan megah dan meriah. Hanya beberapa kolega keluarga kami yang diundang dan teman-teman dekat. Ini membuat kami merasakan kesan kebersamaan yang begitu kental.
Kami berdansa dengan riang dan aku bagai orang paling bahagia di dunia. Teman-temanku terlihat begitu bersuka cita melihatku menikahi Richard. Richard juga terlihat begitu bahagia berbincang bersama teman-temannya.
Acara tersebut digelar hingga menjelang larut malam. Waktu berlalu dengan cepat, tinggalah kami berdua duduk di kursi pengantin mendengarkan orang tua kami memberi petuah-petuah.
Setelahnya, Richard menggandengku ke kamar.
"Sayang, kau senang, hm?" Ia bertanya, sambil membantuku membuka jepit di rambut. Aku hanya mengangguk pelan.
"Kau baiknya mandi dulu, sayang. Nanti aku mandi setelahmu."
"Iya. Tapi, baju ini susah di buka resletingnya, Chard."
"Sini, kubantu."
Dengan perlahan ia membuka resleting gaunku. Seiring dengan meluncurnya resleting itu ke bagian bokongku, wajahku memerah. Gaunku sukses jatuh ke lantai. Hanya tersisa gaun malam tipis yang selalu kupakai ketika tidur.
Aku mulai berjalan ke kamar mandi. Udara malam terasa menusuk tulang. Richard memelukku sekali, lalu membiarkanku berlalu ke kamar mandi.
Aku segera menyalakan shower. Air dingin mengalir di tubuhku dan aku merasa begitu bodoh. Mengapa bisa-bisanya aku merasa malu di depan suamiku sendiri?! Huh!
Aku tak ingin berlama-lama di kamar mandi dan segera keluar lalu merebahkan tubuhku yang berbalutkan gaun tipis ke atas kasur. Richard mengelus rambutku perlahan, kemudian masuk ke kamar mandi.
---
"Sampai kapan mau tidur, sayang?"
Suara halus itu berbisik di telingaku. Aku terlonjak kaget dan mendapati Richard tengah memelukku di atas kasur.
"Hei, lepaskan! Apa-apaan kau tidur di kamar-"
Ketika diriku sudah mulai sadar, aku baru ingat kalau aku dan Richard sudah menikah.
"Yakin mau dilepas?"
Aku menggeleng lemah. Bisa-bisanya aku melupakan momen penting kami.
"Udah pagi?" tanyaku polos.
Richard mengecup pipiku gemas,"Iyaaa, dan kamu masih tidur terus ga bangun-bangun."
"Aku masakkin sarapan, ya, sayang?" Aku bertanya, mulai menggeliat di atas ranjang.
"Gak usah, ada koki kok di sini. Kamu tahu enak aja, sayang."
Pertanyaan terbodoh di rumah seorang Richard. Dan akulah yang melontarkan pertanyaan tersebut.
"Terus, buat apa bangun pagi-pagi?"
"Kamu mau cepet sakit-sakitan, sayang?"
Aku menggeleng.
"Nah, ganti baju olahraga, kita jogging," katanya sambil meremas pundakku lembut.
Aku segera melaksanakan perintahnya. Ia juga segera berganti pakaian. Ia berganti pakaian lebih cepat dariku. Lalu menatap tubuhku yang hanya berbalutkan pakaian dalam.
"Sayang, sini," katanya sambil menarikku ke dalam pelukannya. Ia berkali-kali mengecup pundakku. Aku hanya diam, merasakan sensasi menggelitik yang ditimbulkannya.
"Richard, bagaimana olahraganya?"
"Shhh, jangan bahas itu sekarang sayang. Bagaimana bila kita berolahraga di sini saja?"
"Hah? Bagaimana cara?"
Richard tersenyum penuh arti kepadaku,"Biar kutunjukkan, sayang."
"Ha--" Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, bibirnya sudah membekap bibirku. Ia memainkan lidahnya di mulutku dengan penuh nafsu.
Aku meremas kaosnya semakin keras seiring permainannya. Dan biarkanlah hanya kami yang tahu apa yang terjadi selanjutnya.
---
Reza: Richard, ah!
Richard: Apa sayang? Hm?
Reza: Jangan menggodaku, puaskan aku sekarang!
Richard: Biarkan aku bermain-main dengan tubuhmu lebih lama lagi sayangku.
Reza: Oh, shit! Dia begitu bernafsu 😭A/N: JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT, YA! 😊 Please support my story! Feedback? Send a message for me.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan
RandomSemua wanita akan iri melihatnya. Parasnya yang cantik, kecerdasan, dan kelihaiannya menari dan memainkan alat musik dapat menghipnotis lelaki mana pun. Tapi semua itu yang membuatnya membenci diri sendiri, membenci semua lelaki, merutuki kelahirann...