Akhirnya, aku membiarkannya bermain bersama kami. Berkali-kali ia jatuh ke air laun yang jernih, tertawa.
"Woi, Ren, oper bolanya!" Aldo berteriak. Tangannya sudah bersiap menangkap bola.
Aku tak menghiraukannya. Aku melempar bola itu ke kepala Ricki yang sejak tadi menggaruk-garuk lehernya.
Tubuhnya seketika ambruk ke belakang kemudian ia mengumpat. Aku melihat Reza kembali tertawa. Begitu juga dengan Aldo.
Ricki terlihat kesal. Ia menjambak rambutku dan membenamkan wajahku ke air.
'Sial,' umpatku dalam hati.
Semua terlihat bahagia, aku, kedua temanku, dan ... Reza. Semua menikmati liburannya, sampai-sampai kami baru berhenti bermain ketika kulit kami mulai merah-merah akibat tersengat panas matahari.
Reza yang pertama keluar dari air. Berjalan ke arah pohon di pinggir pantai. Ia terlihat begitu lelah, namun senyuman terlukis di wajahnya. Ia sangat senang, aku tahu itu.
Kami pun akhirnya memutuskan mengikuti Reza, berteduh di bawah pohon. Reza mengeluarkan sesuatu dari ransel yang dibawanya, sepertinya harmonika.
Ia mulai meniup alat musik tersebut, menciptakan suasana yang mendamaikan hati. Kami bagai terhipnotis pada permainan alat musiknya itu. Aroma laut yang pekat, menambah suasana tenang.
Setelah Reza berhenti memainkan harmonikanya, hanya keheningan yang tersisa. Namun, tak lama kemudian, Aldo memecahkan keheningan itu.
"Ki, ga bakar-bakaran? Laper nih."
"Yuk, kalian juga bantuin nyiapin alat-alat sama bahannya."
Ricki mulai mengeluarkan alat panggangan dan bumbu-bumbu. Aku dan Rendi menangkap ikan. Reza menyiapkan peralatan makannya.
Kami menggunakan tombak yang dibawa oleh Ricki untuk menangkap ikan. Aldo lebih gesit daripadaku dalam hal ini. Buktinya, ia sudah menangkap 7 ikan sedari tadi, sedangkan aku hanya 5.
Kami pun kembali ke tempat tadi. Tikar sudah di gelar oleh Reza. Ia terlihat asyik mengelap daun pisang, sedangkan Ricki, ia sedang sibuk menjaga bara api agar tetap menyala.
"Cukup,'kan kalau dua belas ekor?" tanyaku.
Ricki dan reza hanya mengangguk. Aku mulai menyingkirkan sisik dan isi perut ikan-ikan malang itu. Membersihkan ikan memakan waktu yang cukup lama.
Reza mulai membantu Aldo membumbui ikan. Setelah selesai membersihkan ikan-ikan tersebut, aku beranjak membantu aldo membakar ikan-ikan itu.
"Baunya harum." Aldo bergumam pelan. Kami hanya mengangguk-angguk menanggapi gumaman tersebut.
Tak terasa lembayung sudah mulai menggantung di langit, burung camar mulai kembali ke sarangnya, ketika seluruh hidangan yang kami masak selesai.
Hidangan laut tersebut semakin lengkap dengan adanya kelapa muda. Aku yang memetik langsung dari pohon kelapa yang jaraknya tak jauh dari tikar yang digelar Reza.
Reza terlihat begitu menikmati hidangan itu. Sudah empat ikan yang habis dilahapnya. Satu ikan jatahku dimakannya.
Entah mengapa aku merasa kenyang walau hanya memakan dua ekor, maka dengan sukarela, aku memberikan jatahku pada Reza.
Setelah semua selesai makan, kami mulai mendirikan tenda. Reza keheranan melihat kami memasang tenda.
"Ren, kenapa pasang tenda? Gak pulang?"
"Mau camping, Za. Kamu mau pulang? Kalau iya, nanti aku antar."
"Hmmm, kalau aku ikut camping boleh, gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan
RandomSemua wanita akan iri melihatnya. Parasnya yang cantik, kecerdasan, dan kelihaiannya menari dan memainkan alat musik dapat menghipnotis lelaki mana pun. Tapi semua itu yang membuatnya membenci diri sendiri, membenci semua lelaki, merutuki kelahirann...