8. Luka Yang Dibalas Obat

156 13 3
                                    

Untuk pertama kalinya Xi Lusen mencemaskan keadaan Hyorim. Anak itu belum pulang meski sudah lewat tengah malam.

Hyorim kau di mana? Lelaki empat puluh tahunan itu terlihat panik mondar-mandir di ruang tamu. Sesekali ia menatap jam dinding. Pukul 12 malam.

Tadi sempat bertanya pada Luhan tapi anak itu tak menghiraukan malah asyik bermain bola. Mungkin dikarenakan turnamen di sekolahnya sebentar lagi.

Tiba-tiba angin berhembus kencang membuat foto Hyorim yang di pajang di dinding itu terjatuh. Pigura kaca itu pecah.
Xi Lusen mengambil foto itu, namun hal tak terduga terjadi. Jari telunjuknya terkena pecahan kaca dan darah itu menetes tepat pada gambar wajah Hyorim. Tidak tahu kenapa lelaki itu merasa hal buruk sudah menimpa gadis itu.

Hyorim ... apa yang terjadi padamu saat ini? Xi Lusen termenung memikirkan gadis itu.

Sementara di lantai atas, di sebuah kamar bernuansa hitam dan putih.

Luhan tertidur dengan keringat banyak. Wajahnya gelisah, nafasnya seperti habis diburu. Pemuda itu bermimpi buruk. "Hyorim!" igau Luhan cemas. Mendadak ia terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah. Keringat dingin membanjiri tubuhnya.

Luhan menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, pemuda itu bermimpi melihat Hyorim meloncat dari atas tebing. Jatuh ke lembah tak berdasar dan belum ada yang menolongnya. Ia mengusap keringat dingin yang mengalir di wajahnya tampannya. Ia menatap jam dinding, pukul 12 malam lewat.

Luhan menatap sekeliling kamarnya cermat.

Sepi.

Hanya suara angin yang terdengar malam.

Pemuda itu bergegas turun dari tempat tidurnya lalu menuju kamar lain. Ia tahu Hyorim jarang mengunci kamarnya.

"Hyorim ..." panggil Luhan pelan saat membuka kamar bernuansa hijau itu. Kosong. Hyorim tak ada di kamarnya.

Luhan kemudian keluar dari kamar itu lalu menuju keluar. Dilihatnya sang ayah sedang jongkok menatap lantai. "Ayah," sapa Luhan.

Xi Lusen menoleh lalu matanya kembali pada pigura yang sudah retak dan terkena tetesan darah itu.

"Ayah kau terluka?" seru Luhan panik.

"Hanya luka kecil," jawab lelaki itu pendek. Namun suaranya terdengar parau, "apa kau kemari karena mencemaskan Hyorim yang belum pulang?"

Luhan membisu. Kaku sekali rasanya mulutnya jika akan membahas Hyorim meski hatinya gundah bukan main saat ini.

Xi Lusen menatap putranya datar. "Dia belum pulang, Luhan. Apa kau tahu siapa teman dekatnya?"

"Dia tak punya teman dekat di sekolah." Suara Luhan terdengar serak. Ada rasa menyesal sore tadi dia sudah membentak gadis itu. Dan satu penyesalan yang benar-benar disesali hingga menggerogoti hatinya tanpa ampun. Memutuskan hubungannya secara sepihak. Dan juga secara kejam.

Tidak tahu kenapa atmosfir di sekeliling mereka berubah lain. Mereka seperti kaku untuk berbicara.

"Kau kembalilah ke kamarmu, biar Ayah yang menunggu anak itu."

"Kenapa Ayah tak menelponnya?"

Xi Lusen menoleh. "Hyorim lupa membawa ponselnya."

[SUDAH TERBIT] ✅ There We Are [Versi Wattpad Tidak Lengkap]Место, где живут истории. Откройте их для себя