10. Berpisah

93 16 1
                                    

"Hyorim kau ini keterlaluan sekali, tiada kabar sampai lewat tengah malam. Apa kau tahu bagaimana cemasnya ayah memikirkanmu, hah?" Luhan marah-marah melihat Hyorim yang baru saja pulang ke rumahnya.

Hyorim tersenyum meski ia memaksakan dirinya berjalan senormal mungkin padahal luka jahitan itu masih saja sakit. Andai Luhan tahu betapa ia menderitanya saat ini.

Luhan terus saja mengoceh hingga akhirnya Hyorim menabrak tubuhnya dan menangis di dada pemuda itu. Luhan terdiam seketika. Ia membalas pelukan itu lalu membelai rambutnya pelan. "Maafkan aku ... aku seperti ini karena sangat mencemaskanmu," ujarnya pelan.

"Luhan ... sakit ... sakit sekali ... hikz ..." ujar Hyorim sembari menggigit bibir bawahnya karena menahan sakitnya jahitan pada selaput darahnya yang sudah terkoyak itu.

Pemuda itu melepas pelukannya. Jauh di dasar hatinya Luhan senang mendapati Hyorim sudah kembali.

"Jangan pernah pergi lagi, kau berhasil membuatku cemas sampai tak bisa tidur semalam," kata Luhan gemas.

"Maaf," lirih Hyorim menyesal.
Lalu mereka duduk di bangku taman belakang rumahnya. Hyorim sudah mulai tenang.

Luhan menariknya kedalam pelukannya hingga gadis itu bersandar pada dadanya.
"Semalam kau menginap dimana?"

Wajah Hyorim sedikit pias. Tapi dia memang harus menjawab pertanyaan itu. "Rumah sakit."

"Kau sakit?" Luhan menatapnya cemas sambil memegang wajahnya.

Hyorim menggeleng. "Ada seseorang yang kecanduan narkoba dan aku menolongnya." Gadis itu menunduk. "Luhan, aku lelah."

Luhan mengangguk membiarkan Hyorim tidur dipelukannya. "Istirahatlah."

🍬🍬🍬 Timeless 🍬🍬🍬

1 bulan kemudian.

Murid-murid SMA GuanXi telah selesai menjalani ujian. Hari ini ia menunggu Hyorim sambil membawa roti bakar dan es krim. Pemuda itu sudah duduk tenang di dalam mobilnya. Akhir-akhir ini Hyorim malas sekali makan seolah nafsu makannya hilang entah kemana.

Luhan memperhatikan keadaan Hyorim yang semakin hari kian kurus. Menyedihkan, setidaknya roti bakar dan es krim coklat ini bisa memenuhi perutnya. Hyorim suka sekali sesuatu yang manis. Senyumnya mengembang begitu melihat gadis yang dicintainya itu muncul. Ia membuka pintu mobilnya dan menyuruh Hyorim segera masuk.

Wajah Hyorim agak pucat, mungkin karena akhir-akhir ini anak itu sering begadang sampai tengah malam untuk menghadapi ujian.

Luhan menyodorkan roti bakar itu. "Kau pasti lapar, kan? Bibi Wang tadi berkata kalau kau selalu melewatkan sarapan pagi."

Hyorim tersenyum. Perhatian Luhan membuat hati gadis itu berbunga-bunga. Sebenarnya Luhan tak perlu melakukan hal itu, cukup tersenyum saja atau terus berada di sisi Hyorim, gadis itu sudah merasa puas. Tapi dengan perlakuan Luhan seperti itu sungguh membuat Hyorim semakin jatuh cinta padanya. "Terima kasih," ujarnya sambil memakan roti bakar itu. 'Ini enak.'

Luhan tersenyum menatap Hyorim hingga gadis itu selesai menghabiskan roti bakar itu tanpa sisa. "Sebentar,"

Hyorim menengadah sejenak, menatap bola mata Luhan yang menatap ke dalam retinanya kini. Kening gadis itu berkerut sedikit tanda bertanya.

Luhan menyeka sisa coklat di sudut bibir Hyorim dengan jempolnya pelan. "Dasar anak kecil, sengaja membuat belepotan, ya?" ejeknya sembari menjilat sisa coklat yang menempel tadi  pada jempolnya.

[SUDAH TERBIT] ✅ There We Are [Versi Wattpad Tidak Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang