Aku mendengar gemricik air di sini.
Masih di tempat yang sama. Belum berpindah. Masih berdiri memandang angkasa. Dengan pekatnya langit malam ini.
Tanganku menyentuh rintik yang tak ditahan atap. Semesta kembali menangis senja ini. Bagaimana lagi? Mana bisa kulihat siluetmu jikalau tertutupi kelabunya awan.
Aku menghela nafas sejenak. Kemudian tersenyum. Dengan seenaknya petrichor mampir di indra penciumanku.
Aku jadi lebih rindu padamu. Seenaknya perasaan ini tumbuh padahal aku tak punya rasa untukmu. Yah, kau tahu lah. Kita mana bisa bersama. Aku sering seperti ini. Jangan hawatirkan aku, ya kalau kau mengkhawatirkan. Jika tidak lupakanlah.
Air itu punya siklusnya sendiri. Air itu tegar banget lho. Air diuapkan setinggi langit kemudian dijatuhkan menghempas tanah air tetep tegar. Nggak kayak aku, baru dijatuhin sekali aja udah ngerasa dunia runtuh. Lucu ya?
Disini aku teduh. Di dekatmu. Gusarku runtuh.
Salviniamei
17.54
27/11/2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Beloved
PoetryKamu yang lalu, kamu yang kemarin, kamu yang kusayangi. cover by @hidario