Chapter 11

384 61 12
                                    

Author's POV

Suara khas ambulance terngiang jelas di udara yang dilewatinya. Termasuk telinga Jungkook dan Yein yang kini tengah berada didalamnya.

Tangan Yein kini sibuk mengelap darah yang mengucur di pelipis Taehyung dengan panik.
Sedangkan, Jungkook mencoba menelpon Sujeong yang sedari tadi tak aktif ponselnya.

Wajah Taehyung yang pucat menambah kadar khawatir kedua sahabat yang berada disampingnya. Ditambah Taehyung yang tergeletak lemah membuat Yein semakin was-was.

Ambulance yang mengebut pun membuat suasana semakin menjadi. Hingga akhirnya sampai pada sebuah rumah sakit terdekat yang dituju.

Para perawat yang berlari membawa sang pasien pun begitu tergesa-gesa hingga kedua manusia yang sedari tadi mengikutinya menjadi semakin takut akan keadaan Taehyung tersebut.

Bagai sebuah adegan di serial drama. Dimana seseorang yang masuk kedalam ruang gawat darurat dan segera diperiksa, siapapun yang mengantar tidak boleh memasuki ruang tersebut.

Itulah yang kini dialami Yein dan Jungkook yang berdiri khawatir. Tepat didepan mata mereka pintu ruang tersebut tertutup dan seorang perawat menahan mereka masuk.

Jungkook yang kini tengah khawatir pun hanya bisa pasrah dan menyandarkan kepalanya pada tembok ruangan tunggu sambil menutup matanya.

Yein yang tak kalah kalap pun juga bolak-balik mengintip pintu ruangan yang tertutup rapat. Mereka masih berpakaian sekolah dan belum pulang sama sekali.

Pula sudah satu jam mereka menunggu tanpa kabar. Yein pun sudah terduduk sambil tertunduk lelah – ia sudah sedikit terlelap.
Jungkook yang tak kalah penatnya menghampiri Yein dan menepuk pundaknya pelan.

"Kita pulang saja dulu. Nanti kita kembali lagi. Mandi lalu kau juga bisa beritahu Sujeong"

Yein hanya terdiam dan mengangguk sekilas menyetujui pendapat Jungkook. Meninggalkan rumah sakit untuk sebentar lalu kembali membesuk Taehyung. Tak lupa mengajak Sujeong yang entah kemana.

⚪⚪⚪

Tak dipedulikannya suara eomma yang sambil mengetuk pintu berkali-kali sedari tadi.

Tasnya yang terletak disembarang tempat juga seragamnya yang belum ia ganti pun menjadi pemandangan yang kumuh kini. Yang ia lakukan kini hanya berbaring dibalik selimut tebal motif bunga-bunga miliknya sambil sesekali sesenggukan.

Telinganya yang disumpal sepasang headset dari iPod merah muda membuatnya pekak dan tak ingin tahu keadaan sekitarnya. Sudah berapa gumpal tisu yang mengumpul di lantai kamarnya, ia terus melempar secarik kertas lembut bernoda lendir hidung yang menjijikan.

Rambutnya yang urakan tak berbentuk serta mata sipitnya yang makin terlihat tipis begitu nampak menyedihkan. Bibirnya pucat karena belum makan, perutnya berbunyi. Tapi tetap saja Sujeong tak peduli.

Ponselnya yang tergeletak diatas nakas begitu saja, dalam keadaan nonaktif yang ia sengajakan. "Aku malas mendengar semua alasan saat ini" Gumamnya disela isakannya.

Dengan lemas, ia segera bangkit dan duduk ditepi kasur. Sembari sesekali menyedot sesuatu yang ada di hidungnya, Sujeong melangkah mendekati kaca rias yang bertempat di samping lemari baju tersebut.

Ia masih mengenakan kaus kaki putih panjang dengan dua strip warna biru dikaki jenjangnya. Mendekati sebuah frame kecil berwarna coklat klasik yang terpampang disebelah vas bunga bening.

Vas bunga dengan ornamen ukiran sederhana yang mampu menambah nilai seninya. Sujeong membelinya di toko kelontong dekat minimarket perumahan bersama eomma.
Juga sebuah frame yang kini berada di genggamannya.

RETURNSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang