Chapter 15

207 49 20
                                    

Jungkook's POV

"Hei, nak, pulanglah. Yein bukan lagi milikmu."

Aku masih mematung menatap appa Yein yang terkekeh jahat penuh kemenangan.

Bahkan mawar yang ku genggam seketika hampir terjatuh. Durinya seakan menusukku dan kelopaknya yang mulai layu seperti akan berguguran.
Mungkin getaran perasaanku sampai pada si bunga merah muda yang satu ini.

Aku menundukkan kepalaku dalam, menahan segala emosi yang akan meluap yang bahkan aku tak tahu apa saja itu. Aku merasa bodoh hanya dengan berdiri didepan ayah Yein saat ini, apalagi dengan tangan menyembunyikan sesuatu dibalik punggungku.

Appa Yein tertawa layaknya meremehkanku. Sembari menaikkan alisnya, ia terus menatapku tajam dengan seringaiannya.

"Tunggu apa lagi? Kembalilah ke apartemenmu,"

Aku masih terus menatapnya lekat, tak percaya dan tak mengerti dengan apa yang ia bicarakan. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanyaku tanpa mengalihkan pandangan.

Appa Yein semakin menarik sudut bibirnya, namun itu bukanlah sebuah senyum tulus.
Ia memperlebar pintu rumah yang sedari tadi ia buka seadanya, menampakkan sedikit dari kondisi didalam rumah itu. Terutama ruang tamu. Ada pemandangan yang janggal disana.

Sepasang orang paruh baya dihadapan eomma Yein yang sangat ku kenal meski hanya dari samping. Seorang namja yang duduk tengah memunggungiku dan juga, Yein yang baru sadar akan kehadiranku.

Ia tersontak kaget dalam diam, meski hanya dari ekspresinya yang dapat terbaca olehku. Dan seketika itu pula appa Yein menutup pintunya kembali menyisakan dirinya yang terapit diantara dua pintu disana.

Ia kembali menyeringai mendapati wajahku yang menatapnya dengan kekecewaan, dan beberapa harapan didalam sorot mataku.

Tidak mungkin aku akan menangis dihadapan seorang lelaki angkuh yang justru akan semakin menjatuhkanku nantinya. Yang dapat ku lakukan hanya, mengepalkan tanganku menahan segala amarah yang kini sudah siap memecah hening diantara kami berdua.

Rahangku mengeras dan ia mengetahuinya. "Kau merasa kesal padaku sekarang, Jeon?"

Aku hanya dapat terus memandanginya. "Kembalilah. Tak akan ada yang dapat kau lakukan disini,"
"Tidak akan ada perubahan. Cepat atau lambat, Yein hanya akan menjadi angan-anganmu."

Bahuku mulai bergetar dan kurasa kini tatapanku sudah menajam padanya.
Dengan alis yang terangkat sebelah, ia menertawakanku remeh sekali lagi. Sebelum akhirnya ia menunjuk tepat didepan batang hidungku dengan raut wajah yang berubah kembali.

"Naikkan dulu derajat hidupmu, baru kau berhak untuk muncul dihadapanku lagi,

Jika itu belum terlambat dan Yein sudah menjadi milik orang lain."

Ia tertawa. Kini aku dibuat bingung olehnya. Apa yang lucu sehingga membuatnya terus tertawa seperti itu. Walaupun sebenarnya aku tahu.

Selanjutnya, aku hanya dapat mundur selangkah darinya dan membungkukkan tubuhku 90°, memberi hormat walau emosi masih menghadangku.

"Jeosonghamnida. Jeongmal jeosonghamnida, abeonim, saya telah menganggu waktu abeonim. Saya pamit dulu."

Hanya itu yang dapat kukatakan sampai setelahnya aku membalikkan badanku keluar dari gerbang rumah ini, menuju mobilku, menuju apartemenku. Apartemen sederhanaku.

Tak banyak yang dapat ku katakan. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa speechless dan tidak mampu membalas perkataan appa Yein satu pun.

Dihadapannya, aku merasa sangat rendah. Sama persis seperti apa yang selalu ia katakan padaku.

RETURNSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang