Chapter 22

281 35 8
                                    

Tubuh mungil gadis itu bersandar pada sisi ruangan yang penuh dengan salju es dingin membeku.

Wajahnya menyiratkan ketakutan, memandangi beberapa bahan masakan yang tersusun rapih di tiap pojoknya.

Kedua tangannya merangkul tubuhnya sendiri, berusaha menghangatkan kulitnya yang mulai memucat kedinginan.

"Siapapun,...tolong aku..."

Rintihnya setelah berulang kali mencoba berteriak, meminta pertolongan meski nihil adanya. Puncak hidungnya terasa membeku, tiap tarikan nafasnya terasa sakit memasuki rongga dada bagian dalamnya.

Ia merasa beberapa tetes air merasuki paru-parunya setiap kali ia bernafas. Padahal, ia sudah menjauh dari pendingin yang begitu berhembus.

Giginya berkerotak seiring dengan hawa dingin yang menusuk semakin membuncah menyelimuti dirinya.

Rasanya seperti suhu ini menguliti sekujur tubuhnya.

Dingin dan semakin dingin, tajam dan semakin menyakiti dirinya.
Ia merasa, ia ingin mati saja jika harus terus seperti ini untuk jangka waktu sampai esok pagi.

Tungkai kakinya bergerak menuju tengah ruangan, yang bodohnya ia tak sadari bahwa di titik itulah seluruh hembusan angin berkumpul.

Ia terduduk, tak sanggup lagi berjalan lebih jauh lagi. Tubuhnya terasa membeku dan lemas disaat bersamaan. Giginya semakin menggertak makin kuat. Tetesan liquid berwarna merah lolos dari hidungnya dan menodai ditengah putihnya salju.

Jemarinya sudah kebas dan tak terasa apapun. Meniupkan udara kedalam kepalan tangan pun tak memberi efek apapun, yang justru malah membuat telapak tangannya malah melembab.

Suara yang dihasilkan dari gigi atas dan gigi bawah yang saling beradu semakin mendominasi ruangan itu. Ia tak sanggup lagi bersuara dan hanya mampu menggesekkan telapak tangannya cepat dengan sisa tenaga yang ia miliki.

Ia memejamkan matanya perlahan, merasakan suhu tubuhnya yang begitu dingin.

Tadinya, sebelum akhirnya ia merasa bahwa ada suatu hawa panas yang mulai menjalari tubuhnya ditengah ruangan yang dingin ini. Lama kelamaan ia benar merasa kepanasan sekarang. Matanya pun terbuka sepenuhnya dan sadar akan rasa kepanasan yang ia alami.

Yein tidak tahu, bahwa panas yang ia rasakan saat ini adalah puncak dari kedinginan yang ia rasakan. Dirinya merasa gerah dan kepanasan, padahal yang sebenarnya itu adalah bagian ujung dari dingin yang menusuk tubuhnya beberapa menit yang lalu.

Kesadarannya mulai hilang, ia mulai membuka seluruh pakaian yang ia kenakan hingga menyisakan kaus dalaman dan celana pendeknya, berharap akan merasakan dingin yang ada.

Namun, bukannya sejuk yang ia dapatkan, melainkan kesadarannya yang berangsur mulai hilang dan hilang beriringan dengan tenaganya yang mulai lunglai.

Pandangan matanya memburam dan ia terjatuh diantara salju-salju es putih yang bertebaran. Darah segar mengalir melewati pipi mulusnya dan mendarat diatas tumpukan salju yang kasar.

Matanya tertutup dan mulai mengikuti akan kemana dirinya saat ini pergi, akan apa yang ia rasakan setelah ini. Rambutnya yang halus kini beberapa telah berlapisi salju beku.

Lama ia tersungkur, sebelum kesadarannya hilang total dan menyisakan dirinya yang tergeletak lemah pingsan.

Telinganya mendengar suara, suara yang datang macam alunan melodi dari surga. Sebuah pertolongan datang.

Samar ia merasakan selembar kain membungkus dirinya, dan dengan perlahan tubuhnya melayang keatas. Dan, mulai bergerak keluar ruangan ia rasa, karena suhu yang berbeda dari sebelumnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RETURNSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang