22 Mei 2016.
Minggu pagi, saat aku mengcek ponsel, banyak notifikasi dari group kelas. Karena penasaran, ku buka room chat itu. Oh syuting film. Awalnya aku sangat malas untuk ikut. Tapi, Qisty–salah satu sahabatku memaksaku ikut. Karena dia butuh teman yang bisa diajak berbincang.
Maka di sini lah aku, duduk di koridor sekolah yang sepi. Memang hari ini kita akan sangat banyak mengambil scene, karena waktu yang sangat sempit. Mau tak mau kita harus bergerak cepat.
Qisty sebenarnya juga sama, tak ada scene di hari ini. Dia sama seperti ku, selalu ada saat syuting berlangsung. Bagaimana tidak, jika Qisty tak ada siapa yang akan mengambil gambarnya? Iya, katakan lah Qisty sebagai cameramen dalam film ini.
Beberapa scene di sekolah mulai selesai. Tempat selanjutnya pengambilan gambar bersetting rumah. Dari awal kita sepakat menggunakan rumah Sesil sebagai setting. Maka sebelum kita pergi ke rumah Sesil, kita istirahat sejenak.
"Eh suruh si Faiz ke sini dong!" ujar Gama.
Aku bingung, untuk apa Gama menyuruh Faiz datang. Toh, sebentar lagi kita akan pergi dan hari ini tak ada scene untuk Faiz.
"Bilang ikut ke rumah Sesil, sambil main aja." tambah Gama.
Di sebelahnya Zian mengangguk.
"Basket yuk! Sambil nunggu si Faiz." ajak Nanda.
Sepuluh menit berlalu. Anak laki-laki masih asik bermain basket. Sungguh aku agak kesal dengan mereka, harusnya mereka bisa memanfaatkan waktu. Karena hari mulai sore dan masih ada beberapa scene yang harus dikerjakan.
"Eh buruan dong! Makin cepet, makin selesai juga kan tugasnya!" teriakku.
Tak ada yang mendengarkan ku. Mereka asik bermain basket. Hingga sepuluh menit kemudian tiba-tiba mereka berhenti bermain. Berjalan ke pinggir lanpangan.
Ah aku tahu. Ternyata mereka menghampiri kamu. Ku pikir kamu tak 'kan datang.
"Yuk, berangkat ya! Yang cewek bisa nebeng ke cowok, biar cepet. Makin cepet, makin selesai tugasnya. Ya gak, Sya?" canda Gama.
Aku melirik ke arah Gama. "Apaan sih."
Kita semua berjalan menuju parkiran. Sebenarnya, aku tak tahu harus ikut siapa. Hingga akhirnya kamu berhenti di hadapanku. "Yuk, jangan ngelamun mulu."
Sepanjang jalan, canda dan tawa mewarnai. Hingga akhirnya tiba di rumah Sesil. Yang lain sibuk mengatur setting begitu pun aku.
Pengambilan gambar dimulai. Karena rumah Sesil tak begitu luas. Jadi ku putuskan untuk menunggu di luar, saat syuting sedang dimulai.Adzan maghrib berkumandang, syuting diberhentikan sejenak. Semua bergegas ke masjid, kebetulan karena aku sedang berhalangan jadi aku menunggu di luar.
"Titip hp ya." kata mu sambil menyodorkan ponsel.
Selesai sholat, syuting berjalan kembali. Karena dilanda bosan, Kita yang tak kebagian scene—Aku, Kamu, Zian, dan Dira bermain truth or dare.
Pertanyaan dan perintah terlontar. Hingga giliran kamu, "Truth."
Ah aku teringat akan satu hal. "Kata Sherly kamu tuh keliatan kaya orang yang gak pernah deket sama cewek atau hal semacamnya yang menyangkut cewek. Bener gak tuh? Alasannya kenapa?" tanyaku.
Kamu mengangguk. "Iya, karena apa ya, ya gak penting juga sih harus mikirin yang kaya gitu. Yang penting sekolah, terus kuliah, kerja, baru deh mikirin yang kaya gitu."
Mimpi. Kamu mempunyai. Aku tahu, mimpi mu menjadi seorang tentara. Kamu mulai menanam dasarnya saat ini. Dan iya, kamu fokusmu hanya pada mimpi itu.
Satu jam berlalu hingga tak terasa hari makin malam. Pukul setengah delapan kurang, dan syuting belum selesai. Beberapa temanku sudah ada yang pulang.
"Tinggal berapa scene lagi?" tanya ku pada Gama."Ini terakhir."
Sepuluh menit berlalu dan akhirnya syuting hari ini selesai. Kita semua membereskan alat-alat. Langit malam ini, mulai mengeluarkan rintiknya.
"Ada yang liat jaket gue gak?" kata mu.
"Yang ini?" aku mengacungkan jaket berwarna abu-abu itu.
"Iya."
Aku menyodorkan jaket itu, namun kamu menolak menerimanya. "Pake aja."
"Hah?" aku sedikit bingung dengan ucapan mu kala itu.
"Pake aja, biar gak kena hujan."
Kuputuskan untuk memakainya. Jaket abu-abu itu kebesaran ditubuh ku.
"Kaya orang-orangan sawah." kamu tertawa melihatku.
"Ih sebel."
Beberapa motor dinyalakan oleh tuannya. Termasuk motor berwarna putih milikmu. Saat setelah kami berpamit kepada orangtua Sesil. Kami bergegas pulang, karena ternyata langit makin mengeluarkan rintiknya.
"Yuk, keburu hujannya makin besar." ajak mu.
Malam itu walaupun dinginnya hujan sangat menusuk, namun canda dan tawa menyelimuti kita.
![](https://img.wattpad.com/cover/87245882-288-k49996.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan [6/6 End]
Short Story[#63 in trueshortstory - 170718] Tere Liye bilang; "Jangan pernah jatuh cinta saat hujan. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu." Tapi, nyatanya terlalu banyak kenangan...