Bab 5 | Ketakutan Yang Terjadi

11.4K 432 16
                                    

Tanpa aku sadari, dua hari setelah kejadian minggu malam. Hampir seluruh anak kelas mengetahui kejadian itu. Yang padahal hanya aku, teman dekatku, Faiz, dan Nila yang tahu.

Mungkinkah Nila bercerita kepada yang lain? Jika ya, aku tak percaya hal itu. Karena sebelumnya aku yakin Nila bukan sosok orang yang banyak berbicara terlebih untuk urusan orang lain. Tapi jika memang benar, aku menyesal karena aku tak berkata kepada Nila bahwa jangan ada yang tau tentang hal kemarin.

Jadi lah sepulang sekolah Nisa–teman satu sekolah Faiz saat SMP, juga teman dekat mantan Faiz menghampiriku. Bukan hanya Nisa saja, tapi beberapa teman perempuan lainnya–yang entah peduli denganku atau hanya sekedar penasaran ikut berkumpul.

"Gis, ngobrol yuk." ujar Nisa membawaku ke kumpulan beberapa teman perempuan lainnya.

Aku ingin menolak, tapi tak bisa. Jadi ku putuskan untuk duduk di samping Nisa.
"Kenapa nih?" tanya ku mencoba untuk santai.

"To the poin aja ya, Gis gimana perasaan kamu sama Faiz? Kamu suka kan sama dia?"

Perasaanku? Apa iya aku menyukai dia? Aku sendiri bahkan tak tahu perasaanku terhadap Faiz.

Melihat aku yang diam dan tak menjawab Nisa berdehem. "Gis, aku bakalan cerita tentang Faiz."

Apalagi ini, apa maksud Nisa. Sungguh bahkan di dalam lingkaran kecil ini juga ada Ira! Iya Ira mantan Faiz.

"Faiz pernah gagal dalam satu hubungan dan mungkin kamu juga tau dengan siapa. Dia emang nyadar sih kalo dulu dia terlalu protektif sama Ira." Saat pandangan Nisa mengarah ke arah Ira. "Biasa aja kali Ra."

"Iya, gimana gak biasa aja coba. Masa ya dulu cuman chatting sama temen cowok yang dekat sama aku, dia nyindirnya abis-abisan. Gimana gak ilfeel."

"Itu kan dulu Ra, dia gitu juga karena sayang kamu."

"Iya tapi gak gitu juga kali. Yaampun geli lah."

Aku mendengar perdebatan kecil itu. Setelah perdebatan kecil itu berhenti, Lia berbicara.

"Aku tau ini dari anak-anak cowok. Faiz pernah punya janji kalo dia gak akan pacaran, dia bakalan pacaran nanti setelah dia bener-bener yakin dengan dirinya. Dan di sisi lain karena dia pengen fokus untuk impiannya,"

"Tapi kalo ngeliat dia yang datang malem-malem jemput kamu Gis, aku gak yakin dia bakalan bisa nepatin janjinya sendiri. Terlebih emang dia orangnya baik, tapi kalo udah males ampun deh, disuruh ngambilin pulpen di meja sebelah aja nolak." jelas Lia.

"Nah, jadi sekarang kamu gimana sama Faiz? Aku sih cuman minta kalo kamu bener sayang dia, jangan sakitin dia. Karena ngeliat dia kaya gitu sama kamu, dia mungkin udah mulai bangkit dari kegagalan yang ngebuatnya jadi trauma."

Aku masih terdiam. Mencerna semua penjelasan yang dilontarkan.
"Mungkin kamu lagi bingung ya? Tapi ya semoga kamu gak bikin dia trauma untuk yang kedua kali."

• • •

Aku benar-benar memikirkan tentang ucapan Nisa dan Lia saat kemarin. Tapi di sisi lain, ada satu hal yang membuat aku percuma memikirkan ucapan mereka. Sikap Faiz.

Iya, empat hari setelah semua anak kelas benar-benar mengetahui tentang aku dan Faiz. Di situ lah sikap Faiz berubah. Dia seperti menjauh. Menjaga jarak dengan ku.

Lalu kalo sudah begini, untuk apa aku memikirkan ucapan Nisa? Ucapan Lia? Hanya untuk berandai-andai saja? Menyimpulkan bahwa Faiz mulai membuka hati untukku? Yang padahal dia sendiri masih sangat trauma dengan masa lalunya.

Pernah aku bertanya kepada Faiz, kenapa dia seperti menjauh dan menjaga jarak kepada ku. Namun dia hanya menjawab. "Gak kok, atau mungkin karena emang lagi gak enak badan aja kali, jadi gak enak ngapa-ngapain."

Aku tersenyum kecut saat mendengar jawabannya itu. Jawaban yang entah kenapa membuat hatiku nyeri. Dia bahkan bisa dengan santainya bersikap seolah tak pernah ada apa-apa. Tapi aku tidak.

Sungguh aku menyesal. Menyesal tak berkata kepada Nila, menyesal karena dengan gampangnya aku benar-benar percaya dengan ucapan Nisa. Menyesal karena rasa itu mulai ada.

Dan apa yang aku takutkan terjadi. Pada akhirnya aku lah yang terluka. Bukan kamu.

Hujan [6/6 End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang