RaB. 3 : Teror

109 17 4
                                    

Dua setengah tahun yang lalu.

Hujan masih turun deras saat itu, begitupun dengan tangisan yang tersembunyi di wajah putih Syerin. Namun kaki gadis itu tak sanggup lagi berlari, setelah langkahnya terhenti kala terhalangi oleh tubuh tinggi seorang laki-laki dengan jas hujan birunya.

Laki-laki itu kemudian berbicara, "Hujannya deras, seharusnya kau berteduh."

Syerin hanya diam. Sementara suara petir mulai terdengar.

"Bagaimana kalau kita berteduh sebentar?"

"...."

Merasa tidak diacuhkan, laki-laki itu berdecak. Lalu tanpa aba-aba ia menarik tangan Syerin, membuat gadis itu tersentak kaget dan mengikuti arah kakinya melangkah. Akhirnya, mereka berhenti di bawah sebuah halte yang sepi.

"Maaf langsung menarikmu tadi. Kau hanya diam berdiri di sana sementara saat ini hujannya sangat deras." ucap laki-laki itu dengan suara yang cukup keras; agar bisa terdengar di bawah hujan. Tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, merutuki diri sendiri karena seenaknya menarik tangan seorang gadis seakan-akan dia bukanlah orang asing.

Syerin tetap diam, tidak ada suara yang terdengar darinya. Namun tubuhnya bergetar, dan tanpa laki-laki itu dengar, sejak tadi gigi gadis di sampingnya bergemeletuk menahan suhu dingin yang menyelimuti tubuh rapuhnya, sembari menahan tangis yang sejak tadi ditahannya saat laki-laki itu menarik tangannya begitu saja.

Mana mungkin aku akan menangis sesegukan di depan laki-laki ini, batin Syerin berbicara.

Tiba-tiba Syerin melangkah maju, berniat menerobos derasnya hujan. Namun seketika itu pula tangannya ditarik, lagi, oleh orang yang sama.

"Jangan menerobos hujan, hujannya deras sekali." Ucapnya.

Syerin menepis tangan itu, matanya menatap tajam pada laki-laki berjas hujan biru di belakangnya.

Akhirnya perlahan laki-laki itu melepas genggaman tangannya. Ia hanya diam dan akhirnya membiarkan Syerin melakukan apa yang dia mau, namun pada akhirnya perempuan di depannya mengurungkan niat untuk menerobos hujan.

Laki-laki itu kembali berbicara saat ia menyadari sesuatu, perlahan ia melepas jas hujan yang dipakainya. "Apa kau sangat terburu-buru sampai-sampai harus menerobos hujan sederas ini?"

Syerin membuang wajahnya, kembali menatap hujan di depannya. Kepalanya mengangguk satu kali.

"Ah, sudah kuduga," Laki-laki itu tersenyum, "Seharusnya kau bilang daritadi."

Kemudian Syerin merasakan suatu benda menggantung diatas kepalanya, ia mengambil benda itu. Sebuah jas hujan biru, milik laki-laki tadi.

"Kau pakai saja itu, tidak usah dikembalikan." Laki-laki bersurai coklat itu tersenyum.

"Lalu kau bagaimana?" Akhirnya Syerin berbicara.

"Tenang saja, aku tidak terlalu terburu-buru, tidak masalah jika aku menunggu sampai hujan deras ini segera reda."

"Benar tidak apa-apa?"

Laki-laki itu tersenyum lagi. "Tidak apa-apa, pergilah."

"Tapi berhati-hatilah, hujan sederas ini bisa berbahaya juga," lanjutnya.

Pada akhirnya, pertemuan mereka yang pertama diakhiri dengan ucapan terima kasih dan kepergian Syerin dari hadapan laki-laki itu. Syerin menerimanya begitu saja, tanpa memikirkan efek yang akan laki-laki itu alami.

Karena pada kenyataannya, hujan tak kunjung reda sampai malam hari.

Dan sejak saat itu, Syerin bertekad untuk mengembalikan jas hujan biru ditangannya kepada si pemilik. Entah memang takdir atau hanya kebetulan, saat tahun ajaran baru dan ia masuk SMA untuk pertama kalinya, ia kembali bertemu dengannya.

Rain and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang