RaB EPILOG

48 5 0
                                    

Suara kicau burung mengelilingi seorang gadis kuncir kuda yang sedang berjalan dan bersenandung lemah. Sinar matahari menaungi senyumannya, senyuman polos tanpa derita. Binar matanya telah berubah, lebih hidup, tidak kosong seperti dahulu.

"Halo semuanya," sapanya, membuyarkan aktivitas mengobrol sekelompok manusia di depannya.

Salah satu dari kelompok itu menoleh. "Oh, hai Syerin! Apa kabarmu?"

"Haha, sekarang kau murah senyum ya, Syerin," celetuk yang lainnya, "ayo kemari, dia sedang sibuk membeli beberapa camilan untuk kami."

Syerin hanya terkekeh kecil merespon kata-kata dari teman-teman Ezra.

Hanya teman-teman Ezra?

Salah, mereka juga teman-teman Syerin. Meski masih belum seakrab hubungan teman yang sebagaimana mestinya.

Dari kejauhan, datang seorang laki-laki dengan kantong berisi snack yang cukup banyak di tangannya. Dia terlihat terkejut saat melihat keberadaan Syerin, namun sedetik kemudian menyengir dan segera berlari kecil mendekatinya. Syerin balas tersenyum, Ezra tidak banyak berubah sejak dulu.

"Kau sudah lama menunggu?" tanya Ezra setelah mempertipis jarak di antara mereka.

Syerin menggeleng.

"Hei, Ezra, kemarikan dulu camilan kami, baru kau boleh pergi bersama kekasihmu itu."

Ezra menoleh lalu tertawa, tangannya terulur menyodorkan kantong berisi camilan kepada teman-temannya itu. Setelah bersenda-gurau sebentar, Ezra dan Syerin permisi untuk pergi meninggalkan mereka.

"Pergi? Pergi kemana?" tanya mereka.

Ezra tersenyum, tangannya merangkul bahu Syerin. "Kencan."

"Woah, teganya kalian, kenapa tidak mengajak kami?"

"Bodoh, mana ada kencan beramai-ramai."

"Ya, aku hanya bercanda, jangan kau anggap serius."

"Sudah ya, kami pergi." Ezra segera menarik tangan Syerin, berlari kecil menjauhi kelompok manusia yang menatap mereka geli.

Syerin tersenyum lebar, melihat punggung Ezra yang berlari di depannya sembari menarik tangannya. Ia teringat kejadian saat mereka pertama kali bertemu, dimana Ezra menarik tangannya untuk mencari tempat berteduh, serta saat dirinya dua kali diselamatkan dari hantu yang ingin membunuhnya.

Punggung ini, adalah punggung yang selalu ia lihat saat dirinya merasa terlindungi.

Dan pemiliknya, adalah orang yang berhasil mengubahnya sampai sejauh ini.

Tidak mudah unutk menceritakan bagaimana bisa Syerin bersikap ramah di depan teman-teman Ezra yang sekaligus menjadi temannya sendiri. Semua butuh proses. Butuh waktu lama bagi Ezra untuk mengubah sudut pandang teman-temannya yang percaya rumor dari Teo. Meskipun Syerin sudah berkata bahwa itu tidak perlu dilakukan, laki-laki itu tetap bersikeras.

"Aku ingin kau tidak menjadi antisosial seperti saat ini!" begitu katanya.

Bagaimana dengan Teo?

Terjadi pertengkaran hebat di antara Teo dan Ezra. Laki-laki itu kecewa bagaimana sahabatnya bisa membohonginya dengan rumor seperti itu saat dirinya lupa ingatan. Teo bahkan tidak meminta maaf untuk hal itu dan malah menyalahkan Syerin. Dan akhirnya Ezra memutuskan untuk menghentikan perdebatan, diakhirinya pertengkaran itu dengan kalimat menusuk yang sepertinya benar-benar membuat Teo sadar, karena dia seketika membisu dan tidak membalasnya.

Tapi tetap saja, Teo tidak merasa bersalah—atau mungkin dia merasa gengsi untuk mengucapkan maaf. Setiap ada orang lain menanyakan apa yang terjadi antara mereka, ia akan menyalahkan Ezra, berkata bahwa sahabatnya itu memusuhinya hanya karena seorang perempuan.

Namun pada akhirnya, tetap saja dua orang itu tidak bisa dipisahkan. Sungguh sia-sia persahabatan 7 tahun mereka jika harus rusak hanya kerena satu masalah. Dengan bujukan Syerin—yang sifat antisosialnya mulai berkurang—Teo dan Ezra berangsur-angsur kembali dekat. Memang, semuanya tidak akan kembali seperti dulu, tetapi setidaknya mereka tidak seretak dulu.

"Syerin, jangan melamun," ucap Ezra membuyarkan ingatan masa lalu yang sedang dikenang.

"Apa? kenapa?" tanya Syerin kaget.

Ezra mencubit hidung gadis di sampingnya. "Ayo, masih banyak tempat yang ingin kulihat bersamamu."

"Oke," balas Syerin, "kuharap tidak membosankan."

"Selama bersamaku, kau tidak akan bosan, Syerin."

*~*~*~*

Suara tawa bahagia tidak kunjung berhenti meski dua orang itu keluar dari tempat kunjungan mereka yang terakhir. Hari sudah sore, dan tubuh mereka berdua sudah menuntut untuk diistirahatkan.

"Aku harap suatu saat kita bisa pergi bersama lagi seperti saat ini," gumam Syerin, cukup keras untuk didengar oleh Ezra.

Ezra hanya tertawa kecil merespon perkataan Syerin. Mata birunya menatap ke arah langit, awan hitam sudah bertengger di sana, menunggu waktu yang tepat untuk menumpahkan seluruh isinya.

"Syerin, kurasa kau harus cepat pulang, karena sebentar lagi hujan akan—"

Di saat yang bersamaan, titik-titik hujan perlahan membasahi permukaan tanah dan kepala mereka berdua. Syerin mendongak menatap langit, awan hitam itu berada tepat di atas mereka.

"Oh ... hujannya sudah turun," gerutu Syerin.

Ezra terkekeh, tangannya terulur menggenggam pergelangan tangan Syerin. "Ayo, kita cari tempat berteduh."

"Tunggu," tahan Syerin, "kebetulan aku membawa ini."

Tangan gadis itu merogoh-rogoh isi tasnya, berusaha untuk mencari sesuatu dengan waktu sesingkat mungkin. Ketemu, ditariknya benda itu keluar. Sebuah benda berwarna biru yang tidak akan tembus meski terkena air hujan yang deras.

Ezra terlihat terkejut, sudah lama dia tidak melihat benda itu. "Itu...."

"Ya, ini milikmu yang pernah kau berikan padaku." Syerin tersenyum, menyodorkan jas hujan biru milik Ezra. "Sudah lama aku ingin mengembalikannya."

"Bukankah sudah kubilang tidak usah dikembalikan?" balas Ezra, "lebih baik kau saja yang pakai."

"Oh, itu artinya ini milikku? Kalau begitu, aku ingin kau memakainya." Syerin tetap bersikeras menyodorkan jas hujan biru itu.

Ezra menghela napas. Diambilnya jas hujan itu, tetapi ia tidak memakainya.

"Kenapa tidak kau pakai?" Syerin mengernyit heran.

"Aku tidak jadi memberikannya padamu, sekarang ini milikku, dan aku tidak mau memakainya meski kau memaksaku. Lebih baik kau pakai ini." Dengan paksa, Ezra memakaikan jas hujan birunya pada Syerin tanpa memasukkan lengan gadis itu pada tempat yang seharusnya.

"Tunggu! Aku belum memasukkan lenganku!" protes Syerin.

Ezra tertawa. "Tidak apa apa," jawabnya kemudian merangkul bahu perempuan itu.

"Sekarang," ucap Ezra, "kuharap kau siap untuk berkutat dengan kasur dan obat penurun demam."

Syerin tersenyum kaku. "H-hei, lebih baik kita berteduh saja."

"Tidak." Ezra semakin mempererat rangkulannya. "Sekarang, ayo kita menerjang hujan!"

Tanpa aba-aba, Ezra mendorong Syerin untuk berlari bersamanya, beruntung perempuan itu bisa menyeimbangkan tubuhnya dan tidak jatuh tersungkur.

Di tengah hujan, mereka berlari.

Di tengah hujan, mereka tertawa.

Dan di tengah hujan, cerita ini berakhir.

TAMAT

Minggu, 27 Mei 2018

Rain and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang