RaB. 8 : Aneh

59 9 6
                                    

Hei, Arze.
Setelah sekian hari, akhirnya kuputuskan untuk kembali menulis surat untukmu.
Yah, meskipun sebenarnya kau sendiri sekarang sudah tidak sejauh dulu.
Entahlah, mungkin hanya kebetulan kau menemukanku di hari itu, lalu menjadikanku temanmu. Ataukah ini takdir? Aku tidak tahu.

Intinya, aku senang.

Dari pengagum rahasiamu.

Syerin melipat kertas berwarna merah muda miliknya, disimpannya benda itu ke dalam laci meja belajarnya—menumpukannya jadi satu dengan surat-surat cinta lainnya. Kemudian ia berjalan menuju cermin, menampakkan wajahnya yang kusam serta pakaiannya yang berantakan.

Syerin memandang kosong cermin di depannya. Namun senyumnya tersungging.

Empat hari sudah berlalu, dan selama itu pula Syerin dan Ezra bersama; di luar sekolah tentunya.

Syerin bahkan menemukan beberapa sifat Ezra yang tidak diketahuinya selama ini, tentang betapa menyebalkannya laki-laki itu saat memaksakan kehendaknya, dan bahwa Ezra juga memiliki sifat jahil.

Dia menyebalkan....

Tapi aku tetap suka.

Setelah beberapa saat melamun di depan cermin, mata Syerin mengerjap beberapa kali dan mengembalikan kesadarannya lagi. Ia lalu berjalan menuju meja belajarnya, mengambil laptop di sudut meja dan kemudian menghidupkannya.

Tepat pada saat itu pula, Ezra datang melalui jendela—ini sudah menjadi kebiasaannya sejak pertama kali datang ke rumah Syerin—dan memperhatikan teman perempuannya yang kini terlihat sibuk.

Ezra berjalan mendekati Syerin, menyadari bahwa saat ini gadis itu sedang mencari suatu informasi di internet. "Kau sedang browsing apa?"

Syerin tersentak, dengan cepat ia menutup laptopnya itu dan berbalik menghadap Ezra yang saat ini sedang menatapnya keheranan.

"Bukan urusanmu," ucap Syerin datar.

Namun raut wajah Ezra tidak menunjukkan kepercayaan pada Syerin. "Lalu kenapa kau panik dan langsung menutup benda itu tadi?"

"Karena kau tidak perlu tahu," balas Syerin, napasnya naik-turun lumayan cepat, tanda bahwa ia sedang gugup dan mengontrol detak jantungnya.

Sejenak mata Ezra memicing, tidak percaya dengan kata-kata Syerin. Namun saat melihat air muka Syerin yang terlihat meyakinkan, Ezra akhirnya menyerah dan menghela napas pasrah.

"Baiklah, jika memang aku tidak perlu tahu. Tapi kuharap kau tidak membuka sesuatu yang berbahaya." Ezra berbalik membelakangi Syerin, kemudian berjalan menuju cermin. Menatap pantulan meja belajar dan punggung Syerin yang kini kembali sibuk mencari informasi.

Tidak ada ada pantulan dirinya disana.

"Hei, Syerin," panggil Ezra.

"Ya?" Syerin membalas tanpa menoleh pada Ezra.

"Aku penasaran," ucap Ezra, "sebenarnya bagaimana wujudku saat ini? Apakah berbeda seperti saat aku hidup?"

"Hanya berbeda warna rambut, dan kau terlihat lebih pucat," jawab Syerin sekenanya, "memangnya kau masih ingat bagaimana ciri-cirimu saat masih hidup?"

Ezra masih menghadap cermin sambil mengendikkan bahu. "Entahlah, aku sedikit ingat meski samar-samar."

Syerin mengangguk pelan, matanya masih tertuju pada layar laptop yang menampilkan hasil pencarian. "Kalau ... tentang masa lalumu? Tentang sekolah, misalnya."

"Samar-samar."

Syerin ber-oh pelan. Tak lama kemudian ia menutup laptopnya dan berbalik menghadap Ezra. Namun, laki-laki itu tak ada disana. Menyisakan ruangan kosong yang diisi seorang gadis.

Rain and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang