RaB. 6 : Rumor

75 10 4
                                    

"Pem-bu-nuh."

Mata Syerin terbelalak, begitupun dengan kedua murid di depannya yang kini menatapnya tak percaya. "Apa benar?"

Teo mengangguk. "Aku benar, gadis inilah penyebabnya."

Syerin menggeleng, ia menepis lengan Teo yang merangkul pundaknya. "Bukan aku, kau tidak punya buktinya."

"Cih, aku memang tidak punya buktinya. Tapi, jika saja waktu itu kau tidak berlari, Ezra tidak akan mungkin mengejarmu dan mengalami kecelakaan!"

Mata Syerin memicing. "Itu tidak sepenuhnya salahku. Tapi terserah saja kalau kau mau menuduhku, aku tidak peduli."

Beginilah Syerin, berlagak seakan dia tak acuh. Kenyataannya, ia juga menyalahkan dan membenci dirinya sendiri, lebih dari yang mereka tau. Lagipula, siapa juga yang akan peduli padanya jika dia sampai depresi karena rasa bersalahnya itu?

Syerin melanjutkan kalimatnya, "yang penting dia tidak mati."

Plak! Tamparan keras mendarat mulus di pipi kanan gadis itu. Syerin meringis, meraba pipinya yang terasa perih. Tiba-tiba kerah bajunya ditarik begitu saja ke hadapan salah satu siswi di depannya. Syerin menatap matanya, tanpa ragu.

"Apa kau tidak memiliki rasa bersalah sama sekali? Kau hampir menghilangkan nyawa seseorang!" Serunya marah, beberapa orang mulai mendekati mereka, menonton keributan dengan wajah bertanya-tanya.

"Lalu kenapa jika aku merasa bersalah? Apa kau akan memelukku dan mengatakan 'itu bukan salahmu' padaku?" tanya Syerin dengan mata memerah, didorongnya perempuan di depannya dengan kasar.

"Kau bahkan sudah menghakimiku tanpa tau yang sebenarnya!" Seru Syerin.

Syerin berbalik memunggungi perempuan itu, satu bulir air mata jatuh dari pelupuk matanya. "Terserah, aku sudah tak peduli lagi," ucapnya sambil melangkah pergi, meninggalkan orang-orang yang menatapnya sinis.

*~*~*~*

Syerin membenamkan wajahnya diantara kedua lengan. Gadis itu merasa tidak nyaman dengan tatapan teman-teman sekelasnya. Bahkan sekarang telinganya mendengar gosip-gosip tentangnya yang mulai bermunculan. Syerin sudah mengira akan ada banyak orang yang membicarakan tentang Ezra, tapi ia tidak mengira akan ada orang yang membicarakan dirinya juga.

Terserah, hanya itu yang bisa Syerin ucapkan berkali kali dalam otaknya. Mencoba untuk tidak peduli, padahal ia sebenarnya sangat memperhatikan anggapan orang lain terhadapnya.

"Tidak kusangka, Syerin ternyata orang yang seperti itu. Menyeramkan!"

"Dia bahkan tidak peduli dengan nyawa orang lain."

"Aku tidak mau dekat-dekat dengannya. Mungkin saja jika berdekatan dengannya, aku akan terkena sial dan berakhir seperti Ezra yang malang."

"Kenapa kalian membicarakan Syerin? Ada apa dengannya?"

"Syerin itu pembawa sial."

Syerin tertawa miris. Dasar, mereka bisanya hanya menghakimi, tanpa tau yang sebenarnya.

"Syerin, ada apa denganmu?"

Syerin mendongak, Lula duduk di depannya dengan raut wajah cemas. Syerin rasa, Lula baru datang dan belum mendengar rumor tentangnya.

"Tidak ada apa-apa," jawab Syerin datar.

"Benarkah? Lalu kenapa aku mendengar orang-orang menyebut namamu?" Lula menatap manik mata Syerin, membuat gadis itu mendecak sebal.

Syerin beranjak dari kursinya, meninggalkan Lula. "Bukan urusanmu."

Aku hanya ingin cepat pulang dan beristirahat.

Rain and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang