Chap. 12 : Menghilang, Lalu Lupakan

64 5 2
                                    

Tak perlu waktu lama untuk menyadari betapa berartinya keberadaan Ezra bagi Syerin. Bahkan di hari pertama mereka berpisah, Syerin sudah merasa kesepian setengah mati. Tidak ada yang sibuk menjahilinya setiap ia berada di luar sekolah, tidak ada yang bercanda dengannya ataupun mengomentari sikapnya.

Dan tidak ada yang membuatnya tersipu lagi.

Tapi setidaknya dia sudah bangun dari komanya walaupun belum benar-benar pulih, batin Syerin sambil menatap ke arah kerumunan di luar kelas.

Kemarin Syerin menguping pembicaraan Teo dengan beberapa temannya, bahwa Ezra sudah bangun. Tapi sayangnya laki-laki itu masih harus beristirahat beberapa hari lagi sebelum akhirnya berativitas seperti biasa.

Sebenarnya ada satu hal yang menganggu pikiran Syerin sejak tadi malam. Gadis itu sangat geram karena berkali-kali tidak berhasil melakukan astral projection. Suara desauan angin kencang membuatnya kehilangan konsentrasi dan berujung gagal.

Bagaimana jika Ezra sudah menungguku di bawah pohon itu?

Tapi ... seharusnya dia langsung pergi ke rumahku saat menyadari bahwa aku tidak akan muncul. Apa Ezra juga tidak berhasil melakukan astral projection?

Saat batin Syerin sedang sibuk berdebat, tiba-tiba suara keras yang berasal dari luar membuat seisi kelas menoleh ke arah sumber suara. Tidak terkecuali Syerin yang kini mencoba berjalan ke arah sana.

"Teo, jawab aku! Kapan Ezra akan kembali?" seruan pertanyaan yang sama terulang kembali.

Langkah Syerin terhenti. Itu Lula, dan ada Teo di sana.

"Kenapa kau begitu peduli, Lula?" tanya Teo.

Lula tediam sesaat, kemudian membuang wajahnya sambil menjawab, "Aku hanya ingin tahu."

Teo hanya membalas dengan senyuman miring—yang sangat Syerin benci—lalu berjalan mendekati Lula. "Bagaimana jika kita bersama-sama menjenguk Ezra?"

Lula menunduk, ia terlihat berpikir.

"Baiklah." Akhirnya ia memutuskan.

Setelah Lula mengucapkan satu kata itu, bel tanda jam istirahat selesai berbunyi nyaring. Langsung saja orang-orang yang berada di luar segera masuk ke kelas mereka masing-masing, begitupun dengan Lula dan Teo yang kini berjalan berlawanan arah.

Kecuali Syerin yang kini sedang terpaku.

"Bagaimana jika kita bersama-sama menjenguk Ezra?"

"Teo!" seru Syerin.

Teo menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Syerin. "Apa?"

Syerin berjalan mendekati Teo. Tatapan Teo benar-benar menusuknya, mata biru itu masih tidak terlihat bersahabat sejak pertama kali mereka bertengkar. Tapi Syerin tidak peduli, ia tetap mendekati laki-laki itu.

"Apa yang kau mau? Cepatlah, waktuku tidak banyak," desak Teo.

"Boleh aku ikut denganmu?"

"Apa?"

Syerin mengela napas. "Boleh aku ikut menjenguk Ezra?"

"Tidak." Teo menggeleng. "Tentu saja tidak."

"Apa? Tapi kenapa? Bukankah aku hanya ingin—"

"Berisik. Kau bertanya padaku, dan jawabanku 'tidak'," potong Teo, "dan jangan pernah berani datang menjenguknya."

Tanpa basa-basi, Teo langsung berbalik dan meninggalkan Syerin begitu saja. Syerin hanya bisa memandangi punggung Teo yang semakin menjauh dengan tatapan datar.

Rain and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang