RaB. 9 : Kekacauan

67 8 7
                                    

Awan berwarna abu-abu pekat itu menggantung indah di atas langit, memberikan tanda kepada semua mahluk bahwa butiran-butiran air akan turun dan membasahi setiap permukaan bumi yang dapat dijangkaunya. Namun hal itu tak membuat laki-laki bersurai putih ini mengerti, bahkan mata birunya menatap kosong pada langit yang semakin pekat.

Perasaan bahagia yang telah dibangunnya tadi pagi telah hancur, tergantikan oleh kecamuk pertanyaan yang hanya membuatnya frustasi.

Ya, laki-laki bersurai putih ini adalah Ezra.

Tadi pagi, Ezra mencoba berjalan-jalan menikmati dinginnya udara pagi diantara para manusia yang berlalu lalang. Akan tetapi, niatnya itu malah membawanya dalam perasaan yang seketika membuatnya diam terpaku.

Ia syok.

Seseorang telah menembus tubuhnya, secara langsung.

Ezra memang sudah sangat menyadari bahwa ia bukanlah manusia lagi saat ini, akan tetapi kejadian tadi pagi masih tidak bisa dipercayainya. Kini Ezra menyadari, ia masih belum bisa menerima fakta bahwa dirinya bukanlah manusia lagi.

Lalu ... kenapa aku masih ada di sini?

Berkali-kali batinnya menanyakan hal yang sama, dan berkali-kali pula ia tidak menemukan jawabannya.

Haruskah aku bertanya dengan Syerin? Tidak, itu hanya akan menyakitinya.

Ezra mencengkeram rambutnya dengan kedua tangan, ia mendesis kesal sembari menutup kedua matanya.

Dan tanpa sadar, titik-titik air hujan telah turun membasahi permukaan bumi. Mata Ezra terbuka dan terbelalak saat melihat banyaknya manusia yang berlarian menuju ke arahnya, mencari tempat berteduh.

Seketika Ezra melangkah mundur menjauhi kerumunan manusia yang berlarian itu. Namun terlambat, lagi-lagi mereka berhasil melewati tubuh transparannya. Meskipun begitu, Ezra tetap melangkah mundur, kali ini lebih cepat, hingga akhirnya ia telah berada jauh dari jangkauan para manusia itu.

Seketika Ezra terduduk di tanah, bahunya bergetar hebat disertai wajahnya yang semakin memucat. Namun laki-laki itu tetap berusaha berdiri sekuat tenaganya, dan ia berhasil. Ezra hanya bisa diam saat butiran-butiran air hujan semakin gencar menghujaninya, pandangannya kosong.

Dan tak lama kemudian, seseorang mendekatinya, memanggil namanya.

"Ezra! Apa yang kau lakukan di sini?"

Ezra membeku sesaat, sebelum akhirnya ia menoleh dan menatap mata cokelat gelap milik seorang gadis. Seketika hatinya mencelus.

Syerin....

Gadis itu mendekatinya, mengatakan sesuatu yang entah kenapa tidak dapat didengarnya, seolah-olah suara itu hilang entah kemana. Dan Ezra berusaha mendekati Syerin, lalu berdiri di hadapannya.

"Ezra, kau kenapa?" Kini Ezra bisa mendengarnya.

Aku benar-benar ingin memelukmu saat ini, Syerin.

Kedua tangan Ezra perlahan terangkat, sebelum akhirnya terhenti di udara.

Tidak, ini percuma.

Tangan Ezra mengepal.

Tanganku hanya akan menembus tubuhnya.

Maaf, Syerin. Aku tidak bisa menghadapimu saat ini.

Ezra mendecih, kemudian menghilang dari pandangan gadis itu.

*~*~*~*

Syerin terpaku dalam guyuran hujan deras yang seolah dapat membekukan siapapun. Matanya menatap nanar ke depan, seakan di hadapannya sedang terjadi tayangan ulang tentang kemunculan sekaligus lenyapnya Ezra tanpa sebab.

Rain and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang