Banyak Typo.. Happy Reading Ya ^_^
***
Kini jarum jam menunjukkan pukul 8 malam. Vanessa berdiri di balkon kamarnya. Memandang langit malam Westminster memang sangat indah, apalagi ribuan bintang yang tampak berkerlip menghiasi langit malam. Senyuman nya terkembang saat mengingat kejadian tadi siang di rumah sakit. Bertemu dengan seorang dokter yang sangat tampan. Dia memiliki rahang tegas yang membingkai wajah tampannya, mata sebiru lautan dengan sorot mata yang tajam namun memiliki senyuman yang memabukkan. Mungkin Tuhan sedang bahagia ketika menciptakan nya.
"Ada apa denganku? Kenapa aku terus memikirkannya?" Vanessa menggelengkan kepala pelan. Berusaha menepis semua pemikiran yang bersarang pada otaknya.
Ia mengetukkan jemari lentiknya pada sandaran balkon. Berusaha mengingat lelaki yang ditemuinya tadi siang. Dia yakin dulu, entah kapan pastinya ia pernah melihat tatapan itu. Karena tatapan itu terasa begitu familiar.
Sebenarnya kau siapa? Kenapa aku merasa mengenalmu? Bukankah kita baru berjumpa?
Aku rasa aku akan gila jika memikirkan ini terus. Mungkin hanya perasaanku saja.
Dia kembali ke dalam kamarnya sesudah menutup pintu balkon. Tiba-tiba perutnya berbunyi. Rupanya cacing di dalam perutnya mulai berontak. Ia menghela nafas lalu segera berbaring dan mengabaikan rasa laparnya. Mungkin dengan tidur ia tidak akan merasa lapar lagi. Karena ia ingat betul dengan ucapan mamanya. Tidak akan mendapat jatah makan malam.
Ketika matanya hampir terpejam, ia mendengar suara ketukan pintu.
Siapa itu? Mama kah? Papa? Aish aku rasa tidak mungkin karena mereka pasti sedang mengurus Vania dan mungkin mereka juga belum pulang.
Vanessa memutar knop pintu dan mendapati bibi Merry, pelayan keluarganya yang tengah membawakan nampan makanan.
"Bibi, kenapa bibi bisa berada di sini dan apa yang bibi lakukan? Jika mama tahu bagaimana bi? Nessa tidak mau bibi dimarahin mama."
"Non.. bibi tahu non laparkan? Kebetulan nyonya dan tuan belum pulang. Sekarang ayo makan dulu non."
"Tidak bi.. Nessa tidak ingin mama--"
Perkataan nya terhenti ketika melihat raut wajah sedih bibi Merry. Ia menghela nafas pelan lalu membuka pintu kamarnya lebih lebar supaya bibi Merry bisa masuk. Tidak tega rasanya ketika melihat bibi Merry sedih karena hanya bibi Merry lah yang ia punya. Dulu sewaktu Vanessa kecil bibi Merry lah yang menghadiri rapat orang tua atau mengambil raport nya pun telah menganggap bibi Merry sebagai ibunya sendiri. Karena bibi Merry lah yang selama ini memberikan kasih sayang seorang ibu.
Akhirnya, bibi Merry memasuki kamar Vanessa dan meletakkan nampan itu di nakas.
"Ayo non dimakan mumpung masih hangat,"
"Bibi sudah berapa kali Nessa bilang? Jangan panggil non lagi bibi!"
"Tapi non.."
"Bibi!."
Vanessa mengerucutkan bibirnya serta melipat tangan di depan dada. Berpura-pura marah pada bibi Merry.
"Baiklah Nessa." bibi Merry terkekeh pelan tatkala melihat tingkah kekanakan nona mudanya ini.
"Nah itu lebih baik bibi,"
Vanessa tersenyum lalu memulai makannya dengan ditemani bibi Merry. Bibi Merry duduk di samping nya dan memperhatikannya dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Ia juga menyayangi Vanessa serta menganggapnya seperti anak sendiri. Tak habis pikir, kenapa orang tua mereka bisa membedakan mereka. Harusnya kedua orang tua mereka dapat membagi kasih sayang yang sama rata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet (On Hold)
Любовные романыVanessa Dawson dan Vania Dawson. Terlahir sebagai saudara kembar yang memiliki rupa yang sama persis. Namun, mereka sangat berbeda. Vanessa gadis yang periang dan Vania gadis yang pendiam dan sering sakit-sakitan. Itulah mengapa orang tua mereka mem...