Westminster, London
Udara pagi hari ini begitu dingin. Musim gugur akan segera berakhir dan musim Dingin sebentar lagi akan datang. Daun-daun yang berguguran pun masih berserakan menghiasi trotoar. Pepohonan di sekitarnya juga hanya menyisakan ranting-rantingnya. Mereka seakan tahu jika sebentar lagi akan musim dingin oleh karenanya hanya beberapa helai daun yang masih tersisa di pohonnya.
Semilir angin menyapa begitu lembut, tetapi seberkas itu pula meninggalkan kesan dingin yang menusuk tulang. Vanessa tengah berjalan menelusuri trotoar dengan kaus tanpa lengannya serta celana pendek selutut dan sepatu converse berwarna merah yang melekat di kaki mungilnya. Angin berhembus menerbangkan anak rambutnya yang ia biarkan tergerai. Orang-orang yang berjalan di sepanjang trotoar menatapnya dengan pandangan aneh. Sesekali mereka merapatkan jaket yang mereka kenakan.
Vanessa sama sekali tidak memperdulikan tatapan orang-orang yang menatapnya. Dia berjalan tanpa tujuan dan memilih mengikuti kemana langkah kakinya akan membawanya.
Ketika melewati sebuah taman kompleks, Vanessa memutuskan untuk berhenti sejenak dan mengistirahatkan tubuhnya di sebuah bangku panjang yang berwarna putih. Dia hanya diam dan menatap kosong kedepan. Tak ia pedulikan rasa dingin yang semakin menusuk tulangnya. Menurutnya, hatinya jauh lebih sakit.
Ya.. perasaannya sangat kacau. Bagaimana jika kau menjadi dirinya. Hidup disebuah keluarga yang berkecukupan tetapi kau sama sekali tidak dianggap oleh keluargamu sendiri. Perlahan air mata gadis itu turun membasahi pipinya yang tembam. Pikirannya saat ini tengah kacau, karena itu ia memilih pergi dari rumah.
"Nessa.. kau seharusnya bisa menjaga Vania. Kau tahu bukan kesehatannya bagaimana? Jika terjadi sesuatu kau harus bertanggung jawab!"
Bentak wanita paruh baya itu kepada anaknya yang hanya menunduk dalam diam. Vanessa Dawson dan Vania Dawson. Mereka berdua adalah saudara kembar yang memiliki wajah sama persis. Tetapi fisik dan sifat mereka jauh berbeda. Vanessa Dawson atau yang lebih akrab disapa Nessa itu mempunyai sifat periang dan sedikit ceroboh sementara saudara kembarnya Vania Dawson, dia gadis yang baik tetapi memiliki kesehatan yang buruk. Dia sejak kecil kerap sakit-sakitan, mungkin karena hal itulah orang tua mereka lebih menyayangi Vania daripada Vanessa.
Mengingat itu semua hatinya terasa perih. Kadang dia juga ingin diperhatikan oleh orang tuanya. Segera saja dihapusnya air mata yang lagi-lagi jatuh tanpa permisi. Dia tidak ingin terlihat lemah, dia juga tidak ingin mendapat tatapan iba dari orang lain. Vanessa menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan.
"Aku yakin kalian bisa menyayangiku suatu saat nanti. Ma, Pa aku sangat-sangat merindukan pelukan kalian. Aku menyayangi kalian."
Vanessa bergumam dalam diam. Tatapannya teralihkan pada sebuah liontin yang selalu ia gunakan. Ia melepas liontin itu dari lehernya dan menggenggam liontin tersebut serta mengusapnya pelan, seakan liontin itu dapat memberikan kekuatan untuk Vanessa.
"Salah satu alasanku tersenyum dan bertahan adalah karenamu. Aku harap kau segera kembali,"
Vanessa bergumam lirih, senyuman tulus tersungging di bibir mungilnya. Ia kembali memasang liontin itu di lehernya. Diliriknya arloji dipergelangan tangannya, ia segera bangkit dari kursi dan bergegas pulang kerumah.
"Ah dingin sekali. Kenapa aku tadi tidak menyadarinya sama sekali?"
Vanessae memeluk lengannya sendiri. Ia melangkah dari taman itu menuju rumah dengan setengah berlari. Berada di luar terlalu lama akan membuatku membeku -pikirnya.
Setelah tiba di depan rumah berwarna Putih itu. Ia terdiam mengamati rumah itu dalam. Vanessa memantapkan hatinya lalu dengan perlahan Vanessa memasuki pekarangan runah yang tidak jauh dari gerbangnya menuju pintu utama rumah itu. Vanessa memegang knop pintu dan memutarnya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet (On Hold)
RomanceVanessa Dawson dan Vania Dawson. Terlahir sebagai saudara kembar yang memiliki rupa yang sama persis. Namun, mereka sangat berbeda. Vanessa gadis yang periang dan Vania gadis yang pendiam dan sering sakit-sakitan. Itulah mengapa orang tua mereka mem...