Kamu ... hujan deras di awal Bulan November yang mampu menyelinap masuk di dingin nan gelapnya ruang kosong dengan sorot hangat yang menjadikanku fokus lensamu.
Dan kamu adalah pewarna dalam kemonotonan hidup yang mengajarkanku bagaimana memeriahkan dunia dengan gerakan-gerakan indah di atas nada-nada yang saling bertalu.
Jangan salahkan lensa dan irama. Karena mereka ada bukan untuk disalahkan. Bukan pula bagian yang saling terpisahkan. Melainkan mereka ada untuk ditemukan dan dipadukan satu sama lain. Sebab karena mereka, kita tahu bagaimana caranya menyatukan dua hal yang katanya tidak mungkin bersatu.
Sejak irama terjebak dalam fokus lensa kamera Sang Hujan di Awal Bulan November.
Sejak saat itulah semua menjadi bukti autentik yang menunjukkan pada dunia bagaimana keegoisan dapat menghancurkan segalanya.
oOo
0 – Bukan Lagi Fokusmu
(25)
Hai, udah lama ya kita nggak ketemu. By the way, lo apa kabar sekarang, Sa?
Tunggu, gue nggak bisa membayangkan gimana kalau semua ini nantinya sampai di tangan lo. Anjir ya, kenapa gue bisa se-cheesy ini?! Stop! Jangan ketawa! Gue tahu kalau sekarang lo lagi ngetawain gue.
Tapi, gue udah benar-benar nggak tahu, kata pembuka keren apa lagi yang bisa gue tulis. Rasanya seluruh kosa kata di dunia ini—nggak! Tenang, gue nggak sedramatis itu kok untuk kali ini. Oke, ralat! Seluruh kosa kata yang gue hapal di luar kepala sudah gue tulis semua.
Eh, gue baru sadar, ada kata-kata yang salah. Tapi, gue sudah benar-benar malas buat ngambil correction-tape di tempat pensil yang bahkan lupa gue simpan di mana. Hm ... harusnya tadi gue tulis begini : di hapal dalam kepala. Lo tahu kenapa, Sa? Bu Wida said, hapal itu di dalam kepala, kalau di luar kepala berarti nggak ada yang kalian ingat. Get it?! Tau dah.
Hm, oke. Jadi, dari 1000 kata—ralat, seratus, dua ratus kata (kira-kira) ya lo pikir aja, gue nggak bakal serajin itu buat ngitungin jumlah kata yang gue tulis—intinya adalah ... pikir sendiri ah. Lelah gue.
------------------------
(26)
Hai, Sa!
Lo tahu ini udah bulan apa? Oktober, Cuy! Lo ingat nggak udah berapa lama sejak kejadian itu? Lama banget ya ... atau lo udah lupa? Bentar, lupa atau sengaja ngelupain? Gue nggak yakin sih kalau lo beneran lupa sama hari fenomenal itu. Hm ... menurut gue sih, ya.
Tapi, ini benar-benar udah lama ya. Lo nggak salah sih kalau emang lupa. Karena gue bahkan nyaris lupa juga kalau reminder di ponsel gue nggak nyala. Ya, sengaja sih gue udah bikin reminder itu bahkan H-3 sebelum semuanya dimulai.
Eh, gue berasa awkward banget sekarang. Gue ngerasa semua emang berlalu teramat sangat cepat. Kayak semua ini ... bau kentutnya kudanil yang menyebar begitu cepat. Dan secepat bau yang merambat itu, kita benar-benar beda sekarang. Atau mungkin ... hanya gue yang merasa semua ini berubah secepat itu, hehe.
------------------------
(27)
Cuy, lo ingat nggak ini bulan apa? November, Cuy! November! Nggak ada gitu sesuatu yang mau lo sampaikan ke gue? Sepatah dua kata bisa kali. Ya, kampret! Ah, masa gue ngomong sendiri. Eh, gue emang ngomong sendiri, sih. Bahkan dari kemarin-kemarin, hehe. Et, keju banget deh, Sa. Sumpah.
Ini nggak tepat banget sih sebenarnya. Whoaaa, H+4, cuy! Gue bukan lupa atau ngelupain, sih. Tapi, gue ini sibuk banget. Manggung sana-sini, dan lo tahu itu semua. HAHA. Okey, I know, it's too late to say happy anniversary untuk pertemuan pertama kita! Tapi, nggak selamanya yang telat selalu buruk dan yang pertama selalu terbaik, kan? HAHA, ngeles mulu lo, De! Bodo amat dah. Kita nggak ngadain tumpengan nih, Sa? Tumpengan setahun sekali nggak bikin tujuh turunan lo mati kelaparan juga, 'kan, ya?
Sa ... terlalu dramatis nggak sih kalau gue bilang gue pengin tumpengan itu diadain—Nggak! Maksud gue ... lo tahu, gue nggak bakal bilang hal-hal yang berbau keju-keju gitu—sebelum semua berubah, right? Gue cuma mau bilang kalau gue pengin semua terulang kembali. Bukan, bukan kentut kudanil yang diulang. Tapi gue ingin Sang Hujan di Bulan November datang lagi di hidup gue.
Dan gue harap itu lo, Sa.
Gadis berambut hitam itu mengembuskan napasnya kasar. Digulungnya kertas berwarna abu-abu itu seraya matanya menatap nanar selembar foto yang tertempel di sterofoam berwarna hitam yang berada di dinding tepat di atas meja belajarnya.
Masih dengan mata yang terfokus pada seorang gadis dengan rambut terikat yang berada di tengah keramaian--di selembar kertas foto kecil itu, tangannya meraih seutas tali berwarna keemasan yang berada di sebuah kotak kecil yang sudah sangat ia hapal letaknya. Lalu, kedua tangannya dengan lihai mengikatkan tali itu pada gulungan kertas yang berisi keju-keju yang baru saja ditulisnya. Untuk kesekian kalinya, ia memasukkan gulungan kertas tersebut pada sebotol kisah kejunya yang berwarna senada dengan tali-tali itu. Dan mungkin semuanya akan menjadi bukti nyata bahwa dirinya pernah sekeju itu.
Ah, memikirkannya saja mampu membuat gadis dengan rambut yang dikuncir kuda itu tertawa miris. Dia tidak menyukai keju—makanan paling lezat menurut banyak orang. Akan tetapi, dia bertingkah seolah keju merupakan makanan kesukaannya yang mungkin sehari saja tidak disantap dapat membuatnya mati. Dan seperti itulah gadis dengan balutan sweeter warna tosca saat ini.
Rasanya dia tidak pernah membayangkan dirinya yang dulu menolak mentah-mentah untuk memakan keju. Kini, justru dialah yang paling lahap menyantapnya.
Keju-keju itu ... entah sampai kapan akan berlanjut seperti itu.
Menuliskan sederet kalimat—yang sangat tidak bermutu, menggulungnya perlahan, mengikatnya dengan cantik, lalu menenggelamkannya bersama keju-keju lain kini menjadi rutinitas tiap minggu yang selalu ada di dalam agendanya. Dan dari semua kalimat keju dalam botol keju-keju itu ... hanya satu pintanya.
Seperti kalimat terakhir dalam kejunya yang baru saja ditulis.
Bahwa Sang Hujan di Bulan November kembali hadir dalam hidupnya. Dan hanya laki-laki itu yang dia inginkan.
============
A/NHai!
Selamat datang di cerita teenfic kedua yang gue publish di wattpad! Tentunya ini masih belum sempurna; banyak salah di sana dan di sini dan gue akan berusaha memperbaikinya.Semoga 'Denara' dapat membawamu pergi berjalan-jalan menikmati rindu yang kian berat akan kisah yang pernah terpatri dalam foto yang semakin menguning, yak!
Jangan sungkan untuk memberikan kritik atau sekedar meninggalkan jejaknya. Karena gue akan sangat berterima kasih pada kalian yang sudah meluangkan waktu untuk baca ataupun hanya mampir.
P.s : Tolong jangan geplak gue karena publish cerita ini. Tenang, gue bakal usahain kelarin cerita sebelah dalam waktu dekat. Ya, meski sejujurnya ga seyakin itu. /digeplak/ Ah, ya! Jangan lupa tengok cerita sebelah ya!
Salam hulahup,
-Fad yang merindukan Sang Hujan di Bulan November-
KAMU SEDANG MEMBACA
Denara
Teen Fiction-November 2016- Ini hanyalah sepenggal kisah tentang rasa yang menyusup dalam keheningan. Tentang rasa yang pernah menggetarkan lalu redup. Ini hanyalah sepenggal kisah milik Sang Hujan di Bulan November yang menunjukkan pada kita bagaimana caranya...