3 tahun sudah berlalu.
Semua rasa sakit, sedih, kecewa yang pernah Amora rasakan sudah hilang. Brian benar-benar menepati ucapannya untuk selalu membahagiakan wanita itu, wanitanya.
Beberapa bulan setelah persidangan Amora selesai, Brian dengan berani membawa Dini menyambangi kediaman Amora dan melamarnya. Masih teringat jelas di ingatan Brian bagaimana wajah baru bangun tidur Amora yang terkejut melihat kedatangan Brian dan Dini.
Mereka berdua bahagia. Setidaknya untuk sekarang.
Semenjak menikah, Amora semakin protektif terhadap Brian begitupun sebaliknya. Amora tidak membiarkan Brian memiliki sekretaris lain. Karna menurutnya, pesona Brian terlalu kuat untuk di abaikan. Ia takut kalau sekretaris baru Brian akan menjadi orang ketiga dalam hubungan mereka. Walaupun sudah ratusan bahkan ribuan kali Brian mengatakan kalau ia akan mencari sekretaris laki-laki, Amora Mcknight tetap teguh pada pendiriannya.
"BRI!!! SAKIT!!" Amora berteriak nyaring di ruang kedap suara itu meremas lengan Brian yang sudah penuh dengan bekas-bekas cakaran.
Brian menarik napas dan mengeluarkannya perlahan, cakaran Amora memang sakit, tapi tidak sesakit hatinya yang melihat Amora berjuang melawan maut demi melahirkan buah hatinya.
"Berjuang Amora! Aku ada disini!" Teriak Brian sama paniknya dengan Amora. Ini pertama kalinya ia melihat langsung proses melahirkan. Ia hampir menangis mengingat dulu Dini sama menderitanya saat melahirkan dirinya.
"BRI!" Amora terus meracau meneriakan nama Brian sambil menuruti perkataan dokter bersalinnya.
"Dokter! Apa masih lama?! Kasihan Amora!" Sentak Brian melirik dokter yang sedang sibuk dengan beberapa suster di dekat kaki Amora.
"Sebentar lagi, Pak. Kepalanya sudah terlihat." Ujar si dokter dengan tenang. Tapi itu tidak mengurangi kepanikan Brian.
"Ayo sayang... dokter bilang kepala anak kita sudah terlihat. Sedikit lagi, berjuanglah!" Ucap Brian menyemangati istrinya. Sedangkan diluar ruangan, Antony, Dini dan Steven menunggu dengan cemas. Bahkan ruangan kedap suara itu tidak bisa meredam suara teriakan Amora.
"ARRRGGGHH!"
Amora mengerahkan seluruh tenaganya untuk mendorong buah hatinya agar bisa lahir kedunia ini. Dan dia berhasil.
Air mata Amora dan Brian menetes saat mendengar suara tangisan bayi di ruangan itu. Amora menangis.
"Bri... anak kita," Amora menatap Brian dengan mata berairnya. Brian mengangguk, ia mengecup dahi Amora berkali-kali sambil menggumamkan kata terimakasih.
"Selamat, Pak. Bayinya perempuan.."
Brian mengambil alih bayi mungil yang masih berwarna merah itu kedalam gendongannya. Dengan menahan tangis, Brian berbisik di telinga buah hatinya betapa kehadirannya sangat ditunggu banyak orang. Dan tidak lupa Brian memberikan nasehat-nasehat pada putrinya itu.
"Jadilah wanita yang kuat seperti Mamamu ya, Aleasha Callesto Mcknight." Brian tidak bisa membendung tangis bahagianya lagi, impiannya terwujud, impian untuk memiliki seorang Putri dan menamainya.
"Bri.." Amora berbisik,
"Terimakasih Amora... anak kita, dia cantik. Sama seperti kamu," Brian mendongak menahan agar air matanya tidak semakin banyak yang jatuh.
"Aku~ suka dengan nama yang kamu beri Bri."
Brian menatap Amora dan Aleasha bergantian. Wajah keduanya sangat mirip. Bentuk hidungnya, matanya, tapi alis dan bibirnya sama seperti Brian.
"Aku akan belajar menjadi orang tua yang benar." Ujar Pria itu serius. Amora tersenyum.
Mereka akan belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik bagi Aleasha Callesto Mcknight.
***
Ini part penjelasan aja ya hehe biar gak bingung di sequel nanti,
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Dictator CEO {SUDAH DITERBITKAN}
RomanceTakdir kembali mempertemukan Amora dan Brian, dengan situasi dan kondisi yang berbanding terbalik dari saat mereka pertama bertemu dengan Amora yang tidak lagi mengingat Brian. Apakah takdir sedang mempermainkan mereka?