Amora menatap Irfan dengan pandangan tidak percaya, ia baru saja mengatakan kalau Amora adalah tunangannya. Amora mengalihkan pandangannya kearah Brian, rahangnya mengeras. Ia mengepalkan kedua tangannya sampai buku-buku jarinya memutih. Amora sadar, kalau kedua pria ini tidak segera dipisahkan akan terjadi baku hantam ditaman ini.
Amora melingkarkan tangannya dilengan Irfan, menatap wajah Irfan dari samping. "Fan, udah cukup. Ayo balik, aku udah lama gak ketemu bunda" ajak Amora dengan mata berkaca-kaca.
Irfan menggenggam tangan kecil Amora yang melingkar manis di lengannya kemudian tersenyum. "Iya, ayo. Bunda pasti gak akan nyangka bisa ngeliat kamu lagi," Amora menunduk, tersenyum lirih.
"Brian! Kamu disini?" Langkah kaki Amora terhenti mendengar suara wanita dibelakangnya, ia menolehkan kepalanya sedikit. Tapi tindakannya itu justru membuatnya menyesal, ia melihat seorang wanita berambut coklat sedang bergelayut dilengan Brian dengan nyamannya. Amora membuang muka. Genggaman Irfan mengerat pada telapak tangan Amora seolah memberi kekuatan.
"Aku gapapa. Ayo kita balik aja" setelah mengatakan itu, Amora dan Irfan meninggalkan Brian yang masih menatap bayangan kedua orang itu yang semakin menjauh. Brian segera pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan wanita yang sejak tadi mengajaknya bicara.
"Brian! Wait! I need to talk to you" teriak wanita itu. Dengan kesal, Brian membalikan tubuhnya dan menatap sinis wanita itu. "I don't care, Margareth. We have nothing to talk." ia melangkahkan kembali kakinya tanpa memperdulikan Margareth yang mulai menangis dibelakangnya.
***
Irfan menghentikan langkahnya, kemudian ia menatap Amora. Amora balas menatapnya bingung. "Kenapa berhenti? Rumah kamu kan masih didepan" tanya Amora sambil menunjuk rumah dengan pagar berwarna hitam tidak jauh didepan mereka. Irfan terkekeh kemudian mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya, Irfan mengelap bekas air mata dipipi Amora lembut. Amora tersenyum saat ia menyadari bahwa sapu tangan yang digunakan oleh Irfan saat ini adalah sapu tangan pemberiannya saat masih Sd dulu,
"waahhh, masih kamu simpen ya sapu tangannya?" Ucap Amora mengambil alih sapu tangan itu dari tangan Irfan.
"Iya, itukan pemberian kamu. Dan karna aku menghargai kamu yang udah susah-susah belajar nyulam buat bikin nama aku disapu tangan itu, aku simpen sampai sekarang" paparnya bangga. Amora tersenyum lebar kearah Irfan kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka yang sempat terhenti sebentar.
"Bunda! Ada yang mau ketemu sama bunda nih" Amora memukul lengan kanan Irfan kesal, ia berteriak disamping Amora.
"Jangan teriak-teriak dong Fan-" mata Lina seketika melebar menyadari siapa gadis yang sedang tersenyum sambil melambaikan tangan kearahnya. "AMORA?!" ia berlari dan memeluk Amora erat, Amora terkekeh didalam pelukan wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibunya sendiri itu.
"Bunda ... Mora kangen banget sama bunda" ucap Amora,
"Bunda juga kangen banget Mor sama kamu" jawab Lina sambil melepas pelukan mereka.
"Kamu kok bisa ada disini?" Tanya Lina bingung, ia melemparkan tatapan tanya pada Irfan dan Amora yang kini terdiam satu sama lain.
"Haloo?" Lina melambaikan tangannya didepan kedua muda mudi itu, membuat mereka sedikit berjengit kaget, "ah! Itu bun, Amora kesini sama bossnya mereka ada urusan, tadi pas jalan ketemu Mora jadi aku ajak aja dia nginep disini, yakan Mor?" Irfan menyenggol-nyenggol lengan kiri Amora memberikan kode.
"I-iya bunda hehehe," ujar Amora menatap Lina tersenyum. Wajah Lina jelas menunjukan keraguan, tapi ia menepis perasaan itu dan tersenyum hangat.
"Yaudah, ayo Bunda bikin cheese cake." Lalu Lina berjalan lebih dulu kearah dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Dictator CEO {SUDAH DITERBITKAN}
Storie d'amoreTakdir kembali mempertemukan Amora dan Brian, dengan situasi dan kondisi yang berbanding terbalik dari saat mereka pertama bertemu dengan Amora yang tidak lagi mengingat Brian. Apakah takdir sedang mempermainkan mereka?