Four ; RRH

213 16 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Part IV

Akhirnya kami mencapai kota. " pastikan wajahmu tetap tertutup " aku berkata mengingatkan, wanita itu mengangguk dan menyembunyikan wajah cantiknya di balik tudung merahnya.

Kami berjalan melintasi jalanan ramai, sekilas ku lihat wanita itu terperangah menatap kota, ' kenapa dengan ekspresinya itu ? ' aku bertanya dalam hati. Dari wajahnya aku dapat memastikan itu. Matanya berbinar dengan ekspresi terpukau setiap kami melintasi tempat berbeda.

" apa kau lapar ? " aku bertanya, wanita itu terlihat mengangguk malu, kami berhenti di sebuah kedai kecil, seorang wanita tua mendatangi kami dan menanyakan pesanan kami.

Tak lama pesanan kami tiba dan aku memperhatikan wanita itu, terlihat lahap dan bersemangat. " apakah lezat ? "

Dia mengangguk dan terus melahap makanannya, sungguh,,, itu terlihat sangat menggemaskan. Aku ingin mencubit pipinya yang menggelembung dengan semua makanan itu.

Setelah makan, aku mengajaknya melihat kota lebih banyak, berkeliling sembari menjelaskan sedikit sejarah kota yang aku ketahui, hingga malam mulai menjelang.

" ada apa ? " aku menatap wanita itu, dia menarik bajuku dengan sedikit takut.

" haruskah kita pergi sekarang ? "

Aku tersenyum memahami pertanyaannya. " hmm, sekarang kita harus beristirahat dengan baik, agar besok kita bisa kembali menikmati kota.

" aku berkata dan wanita itu tersenyum. Dia memeluk ku dan berkata " terima kasih. " Sungguh dua kata yang membuat aku bahagia.

Kami berjalan mencari penginapan, aku harus mencari penginapan. Setidaknya untuk terbebas dari udara dingin malam ini, aku ingin dia tidur dengan nyenyak mengingat sudah beberapa hari dia tak mendapat tidur yang baik.

Semakin kami berjalan suasana semakin terasa menusuk, udara dingin seolah mencekram dengan kuat. keramaian padat tadi menipis hingga sesepi ini.

" Tu-an,, " aku berpaling, menatap wanita itu dengan senyum terbaik yang aku bisa .

" hmm " gumamku.

Wanita itu menggenggam erat bajuku, menatapku dan tersenyum, " ma-- af " ucapannya terdengar begitu lemah dan pelan. Aku menatap bingung, kenapa aku mendengar seolah itu ucapan perpisahan, hingga aku sadari bahwa darah mengalir membasahi gaunnya.

Aku menatap wajahnya, tudung itu terjatuh dan ku lihat ketulusan dalam matanya. Dia meremas kuat bajuku, pasti sangat sakit, tapi apa, apa yang sebenarnya terjadi, ? darah itu, bagaimana mungkin ada darah di sana. siapa ? siapa yang melakukan ini semua. 

Semua berlalu begitu cepat. hingga ku sadari ketika satu anak panah melayang. melesat dan menembus tubuh mungil tak berdaya itu.

Aku menggigil, sebelum aku tersadar dari keterkejutanku anak panah selanjutnya telah menembus perutnya. Ku dekap tubuh penuh darah itu.

Aku ketakutan, untuk pertama kalinya aku takut akan darah, darah yang terus memaksa untuk keluar tanpa mau berhenti, apa ini, ? tanganku bergetar, air mataku menetes tanpa aku sadari. Jangan, ku mohon jangan seperti ini, dia hanya wanita lemah tapi mengapa semua orang ingin membunuhnya. Kenapa ? kenapa harus seperti ini.?

" kerja bagus. " segerombolan orang menghampiri kami, ku coba melihat lebih jelas, namun pandanganku terlihat kabur oleh genangan air mata. aku menangis ?

" ini upahmu, pergi dan bersenang-senanglah " ucap salah satu dari gerombolan itu, sekantung kain penuh koin emas terdampar di hadapanku. mereka mengambil dia dariku dan pergi begitu saja.

Sial,, ! apa ini, aku tak mampu berbuat apa-apa selain menatap kepergiannya dengan seluruh darah yang menetes menapaki bumi. Meninggalkan titik-titik kecil di atas tanah.

Aku membenci diriku sendiri. Aku yang tak bisa melindunginya hingga akhir.

***

Dia, meski pun dia berusaha keras untuk hidup namun takdir seolah mempermainkan dirinya. Apakah kematian memang yang terbaik untuknya.

Lizzy hanyalah wanita yang terlahir dalam kebingungan tanpa jawaban, untuk apa dia lahir ke dunia ini, sebenarnya apa tujuan kelahirannya.

Dia bertanya namun tak pernah mendapatkan jawaban, dia sendirian, saat dia menangis tak ada yang datang tuk menghapus air matanya, saat dia terluka tak akan ada yang mengobati lukanya, saat dia sakit tak akan ada yang membuatkannya sup hangat serta menyuapinya.

Ibunya selalu menatapnya dengan tatapan kebencian, dan selalu meneriakinya, menghina bahkan mengutuk dirinya, sedangkan Ayahnya selalu pulang dalam keadaan mabuk, memukulinya dan menggaulinya. bahkan saat itu dia masih berusia tiga belas Tahun.

Tak ada yang menyelamatkannya meski dia selalu berdoa, tak ada yang menyanyanginya bahkan saat ia mengadu pada ibunya berharap mendapat perlindungan, dia malah di pukuli dan di tuduh menggoda Ayahnya.

Hidup macam apakah ini, Lizzy selalu berpikir untuk lari, meninggalkan orang-orang itu dan hidup bebas bagai burung yang terbang melintasi awan. Namun dia tak melakukannya, dia tetap tinggal dengan harapan bahwa suatu hari nanti ibunya akan tersenyum sambil memeluknya. Sebuah harapan sederhana yang Lizzy impikan.

Namun itu semua tak pernah terjadi bahkan hingga kematian menjemput Ayah dan ibunya, mereka di bunuh dan itu semua karena Lizzy, bahkan di saat-saat terakhir, ibunya menatap Lizzy dengan kebencian yang mendalam, " kau. iblis terkutuk. ! " ucapan terakhir sang ibu yang hingga kini selalu terngiang dalam benaknya.

Apa salah dirinya, apakah dia telah melakukan sebuah kejahatan. Kejahatan macam apa yang telah dia perbuat hingga mendapat hukuman sekejam ini.

Hatinya bukan hanya hancur melainkan tercerai berai tanpa bekas.

kau . iblis terkutuk.

***

TBC

Red Riding hoodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang