Nampak beda

216 42 1
                                    


Demi nilaiku, aku mematuhi semua syarat-syarat yang Arman berikan. Aku sudah merapikan seragam, mengikat rambut, mengecilkan suara, tidak memakai aksesoris berlebihan, dan yang terpenting tidak banyak protes.

Agak gak masuk akal sih syaratnya, tapi yang penting aku mendapat nilai bagus. Dan sekarang di sinilah aku, di depan perpustakaan seperti orang culun.

Setelah mengisi buku kunjungan aku pun mencari Arman. Dia bilang dekat rak IPA.

Aku melihat seorang laki-laki di kursi ujung sedang berkutat dengan bukunya, kacamata minus bertengger di hidung mancungnya, apa aku silap? Dia Arman kan?

Dengan ragu aku menghampirinya. "Arman,"

"Hai..." Apa? Dia bilang apa? Hai? Astaga, baru kali ini aku mendengarnya berbicara setenang ini.

"Apa gue silap? Lo bukan Arman ya? Duh, sorry gue salah orang."

"Lo sakit? Jelas-jelas gue Arman." Katanya membuka kacamatanya.

"Tapi–"

"Lebih baik kita belajar sekarang, udah mau sore, nih."

"Gue bawa buku Kimia."

"Kita belajar Fisika."

Ujar kita bersamaan.

"Gue mau-nya Kimia. Nilai Kimia gue harus bagus."

"Ok, kita belajar Kimia."

Kami belajar dengan serius, sesekali aku meliriknya, hari ini Arman nampak beda, tidak seperti biasanya. Mungkin karena aku baru melihatnya memakai kacamata minus.

#31DaysWritingChallenge

08 Desember 2016

31 Days Writing Challenge #1 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang