Part 20

4.9K 249 2
                                    

Setelah Arkan mengantar kedua orangtua Valen ke Bandara, ia langsung pulang ke rumah dan menunggu Sofie tiba. Ia ingin menjelaskan dan meminta pejelasan dari perempuan itu. Suara engsel pintu terdengar, pasti itu Sofie dan benar, gadis itu masuk sambil membawa kopernya dan tentengan oleh-olehnya.

Sofie yang merasa dirinya tengah menjadi pusat perhatian Arkan, menatap kembali mata laki-laki itu, dengan senyumannya ia menawarkan oleh-oleh berupa pie dan kacang-kacangan dari Bali "Mau?" tawarnya.

"Kamu..jadi pergi ke Bali?" tanya Arkan tak percaya, "Iya dong, masa di sia-siain gitu aja tiketnya kan sayang" dengan tenang, Sofie menata kacang-kacang dan pie-pie itu di atas meja makan.

"Sendiri?"

"Mas pikir? Tapi aku bertemu dengan Reza di sana, jadi dia yang menemaniku" ungkapnya dengan jujur, buat apa lagi menutup-nutupi? "Hebat sekali kamu berkata seperti itu sama aku Sof!" suara Arkan meninggi, Sofie dengan segala kesabaran yang ia punya mencoba untuk mengabaikannya dan lebih memilih menggeret koper menuju kamarnya, karena hanya kamarnya lah tempat ia bisa berlindung dari amarah Arkan.

"Sofie! Kau suka sekali mengabaikanku" Oh lihat, bahkan Arkan sekarang sudah mulai menyebutnya dengan 'kau' tidak dengan 'kamu' lagi. "Sudahlah mas, tidak usah di peributkan. Toh kita sebentar lagi bercerai kan?" perkataan Sofie membuat Arkan tercengang, ia menarik pergelangan tangan Sofie, membuat kedua mata mereka saling bertemu.

"Oh jadi karena ini kamu langsung setuju berpisah denganku iya?!" Ini apa yang Arkan maksud?, "Karena apa?"

"Ya karena selingkuhanmu itulah Reza! Sudah berapa kali aku mengingat padamu untuk menjauh darinya dan kalian malah liburan bersama di Bali!" suara Arkan semakin meninggi, membuat jantung Sofie melemah karena nada amarahnya yang tinggi.

"Coba lihat siapa yang meninggalkanku di bandara seorang diri?!" Sofie nyaris berteriak seraya mencoba melepaskan tangannya. "Siapa yang membuatku pergi sendiri, mas Arkan!?"

"Ini karena dia sakit, Sofie!"

"Lalu apa bedanya dengan aku dan Reza yang cuman kebetulan bertemu disana?, Kamu jahat mas! Dengan segala ke egoisanmu kau melarangku ini itu! Bahkan bertemu dengan Reza sekali saja kau tak izinkan dan aku? Dengan bodohnya mematuhi laranganmu!. Tapi tak pernah sekali pun aku melarangmu pergi dengan Valen, menjenguknya bahkan sekarang aku tidak melarangmu dengan menikahinya!" Sofie melepaskan tanganya dengan kasar, mendorong dada Arkan dengan kuat. "Karena aku tahu! Dengan menikahi kak Valen, dia tidak akan sakit-sakit lagi, dia akan bahagia bersamamu, dia tidak akan menusuk perutnya lagi seperti sebelumnya, dia tidak akan mensilet tangannya lagi, dia akan senang denganmu! Tapi jika aku lebih memilih ke egoisanku, dia akan semakin sakit dan kondisinya memburuk, bisa saja dia akan meninggal dengan menyiksa dirinya! Tapi aku! Aku mas!" Sofie menunjuk-nunjuk dadanya dengan telunjuknya.

"Aku tidak akan mati jika mas tinggalkan aku!"

"Sofie, kau..!" Arkan mengangkat tangannya lalu prak! Ia memukul dinding tepat di sebelah wajah Sofie. Sofie terkejut, lalu tiba-tiba air matanya tumpah tak tertahankan.

"Mas ingin memukulku? Ya, lakukanlah!" bentaknya. "Tapi setelah ini mas tak akan bisa menyakitiku lagi, karena kita tak akan bertemu lagi, aku akan pergi dari hidupmu dan mas juga begitu!" Ia masuk ke kamarnya, bermaksud menutup pintu. Tapi sebelum pintu benar-benar ditutup, sebelah tangan Arkan datang mengganjal pintu.

"Biarkan aku, mas" pintanya, suaranya telah lemah. Lelah berteriak-teriak. Arkan mendorong pintu itu. "Jadi apa yang kau inginkan sekarang?" teriak Arkan frustasi. Dan Sofie menarik nafasnya "Bukan aku tapi kamu mas, mas bukannya ingin menikah dengan kak Valen? Silahkan tidak apa-apa, aku izinkan tapi dengan syarat bercerai denganmu"

"Aku tak ingin bercerai denganmu! Sebegitu kekeh-nya kau meminta cerai? Kau mencintai Reza kan? Aku sudah menduga dari awal!" Arkan menggerung, menyudutkan Sofie ke lemari.

"Kau mengatakan aku mencintai Reza? Jadi apa arti dari aku yang telah menyerahkan diriku pada mu mas? Apa arti aku yang menunggumu tiap malam dan ternyata kamu tidak pulang? Apa artinya?" Nafas Sofie sesak, tangisannya semakin menjadi-jadi. Dengan langkah ragu, ia mendekati Arkan, di elusnya pipi Arkan dengan lembut namun sorot mata Arkan tidak berubah, masih menatapnya dengan tajam.

"Aku mencintai mas, karena itulah aku melepaskan mas. Aku ingin melihat mas bahagia dengan wanita yang mas inginkan. Kak Valen, ketika ia ingin menusuk perutnya di depan rumah mas, akulah orang yang menggagalkannya dan sekarang ketika ia ingin bunuh diri lagi, temannya yang menggagalkannya. Jadi sebaiknya memang mas-lah yang cocok membimbing hidup kak Valen. Sekarang, tolong keluar dari kamar Sofie" tangannya ia jauhkan dari pipi Arkan, rahang laki-laki itu mengeras.

"Omong kosong!" bentaknya lagi dan memukul pintu kamar Sofie lalu pergi entah kemana. Ini berulang lagi, ini mengingatkannya kejadian dulu, Hilman. Sofie menutup wajahnya lalu merosot ke lantai. Air matanya mengalir dari sela-sela jarinya. Kepedihan hatinya tak tertahankan.

ó

Besoknya ia sudah menemukan Tari yang tengah memijat-mijat kakinya. Ia mengucek-ngucek matanya memastikan bahwa perempuan itu benar-benar Tari.

"Pagi-pagi sekali kesini" Tari tersenyum dan tetap memijat kakinya. "Enak, lanjut hahah" Pijatan Tari berhenti begitu tawa keluar dari mulut Sofie.

"Masih bisa tertawa, hah?"

"Sudahlah Tari"

"Kau masih bisa tertawa, sementara hatiku begitu sedih dan sakit. Ada apa denganmu sebenarnya?" Sofie mendudukan dirinya, ia menunduk kemudian digapai tangan sahabatnya itu "Hatiku juga sangat sedih Tari, tapi aku tak mau membuat hidupku semakin berat" akunya dan membuat Tari menepuk-nepuk punggung tangan Sofie.

"Tadi malam, mas Arkan pulang ke rumah. Dia marah-marah tidak jelas, membanting semua benda, pintu, kursi, wajahnya sangat kusut. Ia marah pada semua orang, sampai-sampai mama menangis melihatnya" Jadi Arkan tidur di sana..

"Aku tidak mengerti melihatnya, ketika kau meminta cerai padanya dia uring-uringan begini, tapi kemarin sampai hati dia meninggalkan kau di bandara dan membiarkan istrinya liburan sendiri, kau tau kenapa dia begitu"

Entahlah ia juga tak mengerti.

ó

"Semuanya baik-baik saja?" tanya Reza melalui telfonnya, "Tenang wajahku tidak muram, hahaha" sahut Sofie dengan ceria dan tenang.

"Aku serius, Sofie"

"Kamu menanyakan hal yang sudah kau tahu Reza, tentu aku tidak baik-baik saja kemarin tapi sekarang setidaknya aku bisa tertawa" Reza menghela nafas lega, bersyukur gadis itu tidak stress ataupun melakukan hal-hal yang berbahaya.

"Aku mengkhawatirkanmu Sofie.." ia tak menjawab, hanya mendengarkan.

"Jadi jika kau membutuhkan seseorang, jam berapa pun itu telfon aku ya? Aku selalu ada untukmu"

"Iya Reza, terima kasih"

"Kamu gak perlu merasa tidak enak karena aku menyukaimu dan beranggapan bahwa nantinya kamu hanya menelponku atau bertemu denganku saat kamu butuh, Tidak. Jangan berani-beraninya kamu berpikiran seperti itu, karena aku selalu senang hati membantumu Sofie"

Inilah yang Sofie pikirkan, dan Reza dapat menerkanya. Ia takut sementang-mentang Reza menyukainya, ia terus meminta bantuan pada pria itu, ia hanya takut jika Reza beranggapan bahwa dirinya mulai membuka hati untuk laki-laki itu.

"Haha, iya terima kasih sekali lagi"

"Always for u Sofie"

Vote dan Comment! Sangat menerima masukan:)

Beautiful AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang