Seharian gue menunggu Tatyana mengabarkan gue tentang jadwal kosongnya, tapi sampai sore ini pun dia belum menghubungi gue juga.
"Mungkin dia lupa," kata nyokap waktu gue curhat pagi tadi (yakali gue curhat sama Yasmin, udah ribet bakal tambah ribet urusannya). "Atau kamu kirimin dia pulsa aja, Bang. Kali aja pulsanya abis jadi nggak bisa bales SMS-mu."
Begitulah nyokap gue, selalu berpikir optimis. Maunya sih sikap optimis itu juga menurun ke gue, tapi kayaknya gue lebih mirip bokap gue yang... ah, nggak baik ngomongin kejelekan orang tua sendiri. Walaupun udah terlanjur, sih.
"Kalau enggak telpon aja," usul nyokap lagi. Gue langsung mundur teratur dan menyelesaikan sesi curhat gue dengan nyokap, membuang jauh-jauh pikiran untuk menelepon dia. Enggak, lah. Nggak enak sama orangnya.
Ah, sok nggak enakan juga gue ini.
Tapi rasa penasaran itu kalau nggak diobati bisa mewabah, lama-lama gue nggak bisa tidur gara-gara kelewat penasaran sama si Tatyana ini. Jadi, berbekal keberuntungan gue yang cuma seiprit, gue pergi ke halte bus itu lagi. Mungkin gue bisa ketemu dia di sana. Harusnya sih ketemu.
Kali ini gue nggak bawa mobil, gue naik angkot satu kali demi menemui Tatyana di halte bus itu. Sayang bensinya, man. Makes me think, astaga, gini banget ya hidup gue. Gara-gara penasaran sama satu orang cewek doang.
Halte sore ini terlihat begitu sepi. Nggak ada orang, malahan. Gue pun duduk di tempat kosong yang deket tiang penyangga. Menunggu dia datang. Semoga aja Dewi Fortuna sedang berpihak kepada gue.
Karena bete, gue memandangi satu per satu coretan yang ada di tiang sebelah gue. Alay banget, batin gue saat membaca beberapa tulisan seperti 'Aria loves Jonathan'. Terus kenapa gitu kalau si Aria ini cinta sama Jonathan? Masalah gitu buat gue? Buat yang baca? Eh, tapi bener juga. Nggak ada masalahnya sama gue, sih. Terserah, deh.
Lewat sepuluh menit, bahkan sampe bus 105 itu tiba dan pergi lagi membawa penumpang yang baru naik dari halte ini, dia nggak juga datang. Gue mengembuskan napas panjang dan pergi dari halte, memutuskan untuk pulang ke rumah.
Gue memandang ke halte itu sekali lagi dan menatap langit. Yak, dramatis sekali.
"Nggak langit, nggak hati,
dua-duanya sama-sama mendung..."
—Gavin Aryadinata (1.4.14)

KAMU SEDANG MEMBACA
First Time
Teen FictionRupanya sampai pada umurnya yang ke-21 tahun ini, Gavin Aryadinata belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta! Jatuh cinta saja belum pernah apalagi memiliki cinta pertama yang (katanya) paling cepat untuk dilepaskan tapi juga paling sulit untu...