Chapter 9

174 108 8
                                    

Pria Baik

.

.

.

.

.

"Apa yang lo suka dari Kozy?." tanya Pria itu kepada Rita.

Rita mengingat kembali moment bersama Kozy lalu dia menundukkan kepalanya. Bibirnya tersenyum dengan mata yang menyorot kesedihan.

Pria itu yang melihat ekspresi Rita,menghela nafas, "Hanya pria bodoh yang melepaskan wanita sebaik lo." hibur pria itu.

Lantas,ucapan pria itu membuat Rita tersenyum tipis. Pria itu yang melihat Rita teringat dengan kekasihnya. "ngeliat lo lebih deket ngingetin gue sama seseorang." pungkas pria itu.

Rita memiringkan sedikit kepalanya, "Siapa?." tanyanya.

"Pacar gue." jawab Pria itu.

"Ohhh..." sahutnya seraya mengangguk.

"Nama gue Ryan, Nama lo siapa?." tanya pria itu.

"Nama gue Rita." ucap wanita itu.

Ryan menaruh tangannya di puncak kepala Rita, Mengacak rambut wanita itu.

"Lo harus bisa move on dari Kozy, oke?." tuturnya.

Sontak, Rita memukul tangan Ryan.
"Kepala gue udah di fitrahin tau." ketusnya.

Ryan tersenyum namun, tangannya kirinya mengelus tangan kanannya yang kesakitan akibat pukulan Rita yang lumayan kencang.

Dibalik tingkahnya yang sombong tersimpan sifat yang begitu baik, beruntung sekali wanita itu.

***

Pukul 05.00 pagj, Rita terbangun karena suara alarm di ponselnya berbunyi. Wanita itu meraih ponsel yang tak jauh darinya lalu mematikan alarm itu dengan mata yang masih mengantuk.

Dia menaruh kembali ponselnya di tempat tidur, lantas wanita itu bangun dari tempat tidurnya. Berjalan keluar kamarnya. Dia terduduk d isofa dengan mata terpejam.

Sintya yang selesai menjalankan shalat shubuh lantas keluar dari kamarnya, dia melihat Rita tidur dengan posisi duduk.

"Rit, shubuh dulu." Ucapnya.

"Iya." sahut Rita mengiyakan.

Sintya hanya terdiam melihat temannya.

"Sin, Ryan mana?." tanya Rita menyadari kalau pria itu tidak ada.

"Udah pulang." jawab Sintya.

Rita beranjak dari kursi lalu berjalan menuju kamar mandi.

"Kenapa emangnya?." tanya Sintya.

Rita diam, mengabaikan ucapan Sintya.

***

Di rooftop, seorang pria tengah terduduk melihat Ibu Kota yang begitu padat pada pagi ini. Dia melihat apa yang terjadi jika dia akan berangkat menemui seseorang pada waktu yang begitu tidak memungkinkan.

Pria itu menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya.

Pria itu mengambil ponsel yang tersimpan di saku celananya. Dia membuka kontak lalu menekan salah satu user.

"Hallo, Honey."  suara wanita dari ponselnya.

"Kamu lagi dimana?." tanya Pria itu.

Dia menunggu jawaban dari kekasihnya.

"Kenapa memangnya? Tumben sekali kamu bertanya seperti itu."

"Engga ko. Aku hanya bertanya saja." sahutnya.

"Aku sedang di kantor."

"Oh,Happ-" ucapnya terpotong.

"Honey, Maaf ya. Nanti kita bicara lagi, aku sedang ada meeting."

"Oke."

Kekasihnya memutuskan panggilan. Pria itu Ryan Gufron tersenyum terukir di bibirnya.

Merencanakam sesuatu untuk kekasihnya.
.
.
.
.
Sebucket bunga tulip putih begitu cantik. Ryan tersenyum membayangkan ekspresi kekasihnya nanti saat mendapat bucket bunga darinya.

"Wah, Pasti buat pacarnya ya mas." ujar Seorang wanita yang berdiri di kasir.

Ryan mengangguk, lalu membayar bucket itu.

"Semoga senang ya pacarnya." ucapnya.

Ryan tersenyum lalu berjalan keluar dari toko bunga itu. Kebetulan apartemen Verona tak jauh dari Hotel yang di inapi oleh Ryan. Pria itu hanya dengan berjalan untuk menuju apartemen Verona.

Ryan memasuki lift, dia menekan tombol 5. Dimana lantai 5 adalah tempat Verona.
Pria itu menekan password pada pintu itu. Password yang berupa tanggal kelahiran Verona. Pintu terbuka, Ryan memasuki ruangan.

Dia melihat tempat Verona begitu berantakan. Matanya beralih pada sepatu coklat pria yang tersimpan di rak sepatu.
Dia berpikir positif. Kekasihnya tidak akan menduakannya.

Pria itu memasuki semakin dalam ruangan itu. Terdengar suara tak biasa. Seperti ada orang pada tempat ini.
Dia mencari sumber suara. Tepat di satu ruangan yang tertutup rapat. Suara itu terdengar jelas dari ruangan itu. Tangannya meraih kenop pintu. Suara tawa terdengar jelas membuat pria itu membuka pintu itu.

Ryan melebarkan matanya, rahangnya mengeras.

Dia melihat wanita yang di kenal tengah bercinta dengan pria lain. Dia melihat wanita dan pria itu tak berbusana hanya selimut yang menutupi tubuh mereka.

Wanita itu Verona, kekasihnya. Kini wanita itu yang mendapati Ryan menatap shock. Lantas dia meraih kemeja putih.

Ryan pergi begitu saja.

Verona menahannya dengan memeluk pria itu dari belakang.
Ryan menahan rasa sakit, ini benar benar sakit sekali.
Dia melepaskan tangan Verona kemudian membalikkan badannya. Wanita itu memakai kemeja besar yang setidaknya menutupi tubuhnya sepertinya kemeja tersebut milik pria itu.

Ryan mendecak kesal.

"Aku bisa jelasin." ucap Verona.

"Apa yang harus di jelasin?." Ucapnya.

"Kamu salah paham, Aku sama dia cuma-"

"Cuma kata kamu?!!." ketus Ryan emosinya memuncak.

"KAMU MELAKUKAN BERSETUBUH DENGAN PRIA LAIN, DIBILANG CUMA." ucap Ryan dengan nada tinggi.

Verona menangis, "Aku engga melakukan apapun. Dia cuma teman." sanggahnya.

"Kemeja yang kamu pakai itu milik siapa? PRIA ITU!." ryan semakin meledak.

Verona terdiam. Mata Ryan tertuju pada pria yang berdiri tak jauh darinya.

Lantas, dia melempar bunga bucketnya kemudian pergi begitu saja.

When I Meet RitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang