Chapter 19

25 10 0
                                    

Saddnes
.
.
.
.
.

Ryan dan Rita memasuki toko Hervard, toko perhiasaan berlian yang terkenal mahal.

Rita melihat beberapa kalung lalu matanya tertuju pada kalung dengan liontin berlian hitam yang sangat cantik.

Salah satu karyawan itu berucap, "Ini adalah salah kalung terlaris di Hervard. Ini cocok sekali untuk anda."

"Istri anda pasti senang." ucapnya pada Ryan.

Ryan yang mendengar ucapan itu lantas melirik Rita.

"yang ini satu." ucap Ryan seraya menunjuk kalung berlian hitam.

Karyawan itu mengambil kalung itu dengan hati-hati.

"lo mau?." bisik Ryan pada Rita.

Rita menggelengkan kepalanya, "Engga." tolaknya.

Ryan mengeluarkan kartu dari dompetnya, sedangkan Rita hanya terkejut saat melihat total pembelian kalung yang sangat mahal.

"89 juta. Biaya hidup gue beberapa tahun ini mah. Kemiskinanku meronta-ronta." gumam Rita.

Ryan menoleh kearah Rita.
"Kenapa?." tanyanya.

Rita tersenyum, "Ah. Engga." sanggahnya.

Ryan meraih tangan Rita lalu mereka berjalan bak sepasang kekasih.
Tepat diluar toko Rita memukul Ryan, dia baru menyadari kalau pria itu sedari tadi menggenggam tangannya.

"Kebiasaan sama Verona." ucap Ryan.

"Sorry."

Rita menghela nafas lalu berjalan mendahului Ryan.

Ryan menatap Rita yang sudah jauh darinya, "Dia hanya teman. Sadar itu." gumamnya.

•••

Sintya berjalan menuju rumah megah tersebut. Dengan keberanian dia mengetuk pintu itu.

Seseorang membuka pintunya, Sintya tersenyum mendapati orang tersebut.

"Sudah lama tidak bertemu Anda. Pak Hansen." ucap Sintya.

Pak Hansen menatap kesal, "mau apa kamu kesini?." tanyanya pada Sintya.

"Dimana Anton?." tanya Sintya.

Pak Hansen yang mendengar ucapan Sintya lantas menutup pintunya lalu menguncinya.

Sintya mengepal tangannya, "Kasih tau dimana Anton?!." Ucap Sintya dengan mengencangkan suaranya.

"Beritahu saya, dimana Anton?." ucapnya lagi seraya mengetuk pintu itu keras.

Namun, Pak Hansen tampak tak memperdulikannya. Sintya meninggalkan rumah itu dengan sumpah serapahnya.

***

Ryan berdiri di depan rumah Sang Ibu dengan tangan menjijing hadiah. Dia menghela nafas lalu menghembuskannya kemudian berjalan memasuki rumah tersebut.

Disana banyak sekali tamu yang di undang Ibunya. Ryan mendapati Ibunya tengah berbincang dengan rekannya lantas berjalan menghampirinya.

"oh, My Son." ucap Ibunya lalu memeluknya.

"Happy Birthday, Mom." ucap Ryan seraya memberikan hadiah itu pada Ibunya.

"Thankk you." ucap Ibunya senang.

Ryan melihat Ibunya memakai long dress berwarma putih, Ibunya tampak cantik mengenakan dress itu.

Seseorang datang memeluk Ryan dari belakang.

"My Dearlingg." ucapnya.

Ryan mengeraskan rahangnya seraya melepaskan tangan itu dari pinggangnya, dia menoleh mendapati Verona dengan dresa pendek berwarna merah muda.

"ngapain kamu disini?." tanya Ryan.

Verona nyaris mencium bibirnya, dia menatap wanita itu kesal.

"Gila kamu ya." ucap Ryan.

Verona menatap Ryan intens, "kamu engga kangen sama aku?."

Ryan tertawa geli mendengarnya.
"Buat apa kangen dengan wanita seperti ini." ujarnya.

Dia meninggalkan Verona berjalan mendekat ke Ibunya.

Verona datang langsung mengamit lengan Ryan.

"menikahlah..." ucap Ibunya.

Ryan melepaskan tangan Verona, dia menyunggingkan senyuman.
"Mom, saya tidak akan menikahinya." ujarnya lalu pergi dari tempat itu.

Verona mendapat tawa dari beberapa tamu yang hadir. Ibu Ryan dengan cepat menenanginya.

Risa yang saat itu juga hadir hanya memperhatikan gelagat wanita itu.
Dia senang melihat kakaknya yang sudah mengambil tindakan yang benar.

***

Sintya membuka pintu rumahnya. Wanita itu berjalan memasuki rumahnya, dia melihat Rita tengah menangis dengan cepat menghampirinya.

"Rita." panggil Sintya.

Rita mengangkat kepalanya mengarah Sintya. Temannya itu lantas memeluknya seraya menangis kencang.

"Sintyaaa anton sudah meninggal." ucapnya disela menangis.

Sintya terkejut mendengarnya, dia berusaha menanah tangisnya. Dia mengelus punggung Rita, berusaha menenangkan temannya.

"Rita, Anton pasti masih hidup." ucapnya bergetar.

"Anton udah engga ada. Pak Hansen sendiri yang berucap." ujar Rita.

Air mata itu berhasil jatuh menetes. Sintya memeluknya.

***

Gibran tengah bermain game online, dia tidak sendiri melainkan bermain bersama Ryan.

Game Ogolola, game dari perusahaan Claudio adalah game popular.

Gibran yang mengingat kejadian itu lantas mengirim pesan pada Ryan.
Akan tetapi, pesan itu langsung di hapus olehnya.

"Ada apa?." -Ryuyu (Nickname Ryan)

"Engga jadi." -Gusho (Nickname Gibran).

Gibran melanjutkan bermain gamenya dengan perasaan khawatir.



When I Meet RitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang