CHAPTER 2

30.1K 180 1
                                    

Januari 2005

Aku benci pelajaran Sejarah. Bagiku, pelajaran ini membuatku pusing. Apalagi yang mengajar adalah Bu Mila. Menurutku dia guru paling bodoh yang pernah kukenal. Atau mungkin hanya dia satu-satunya guru yang selalu berpatokan pada buku pedoman disekolahanku. Membahas mata pelajaran, lihat buku. Tanya jawab, lihat buku. Sampai ujian pun benar-benar mengambil pembahasan yang hanya tertera di buku pedoman yang digunakan disekolahku. Itu tandanya kita semua harus menghafal apa yang terdapat didalam buku. Dan aku paling malas menghafal. Bete. Bu Mila, guru berwajah pucat dan berkerudung itu masih saja sibuk berceloteh didepan kelas tentang Romawi kuno yang katanya banyak berpengaruh dengan perkembangan yang terjadi di negara-negara Eropa sekarang ini. Di saat jariku sibuk memainkan pulpen dan mencoret-coret buku tulisku, tiba-tiba HP yang kusimpan dikantong kemeja seragamku bergetar. Dengan perlahan dan berusaha agar tidak terlihat oleh Bu Mila, aku mengeluarkan HPku. Ternyata ada sms masuk. Kulirik Tita yang duduk disebelahku, namun tampaknya cerita Bu Mila lebih menarik baginya hingga tidak memperhatikanku sama sekali

Ada customer jam 8 malam ini. Kabarin gue.

Prince

+62817718871

11:35 15-01-2004

Aduh, sial! Mana besok ada tes Inggris lagi. Aku terus saja mengumpat dalam hati. Prince adalah nama samaran Andi, bartender yang kukenal sewaktu aku sempat bekerja beberapa bulan direstoran Korea sebagai waitress. Tapi gaji yang kudapat tidaklah mencukupi. Apalagi saat Lani sempat masuk rumah sakit karena demam berdarah, dan membuatku kebingungan akan biaya yang harus dikeluarkan. Sampai akhirnya Andi menawarkan sesuatu yang amat sangat kubenci tapi harus kujalani, demi Lani. Ini menyiksaku. Tapi, inilah yang akhirnya menjadi "Pekerjaan" tetapku. Mengingat diriku yang sudah tidak perawan lagi, aku nekat "Menjual Diri", hal yang terpaksa kulakukan untuk mendapatkan uang lebih dalam waktu singkat.

Setelah ditinggal oleh Bunda dan Ayah tiriku, tidak ada lagi yang bisa membiayai sekolah dan hidup kami. Ayah kandungku meninggal dunia karena kecelakaan disaat Lani berumur 5 tahun. Bunda dan Ayah kandungku pun tidak banyak menceritakan mengenai keluarga mereka. Yang aku pernah dengar, entah dari Bunda atau Ayah yang menceritakan padaku sewaktu kecil, mereka berdua diusir dari keluarga masing-masing karena bersikeras menikah padahal mereka berbeda agama. Keluarga Ayahku beragama Kristen dan Bundaku beragama Islam. Saat Bunda meminta ijin Ayah untuk membimbing aku dan Lani untuk menjadi muslim, Ayah pun mengijinkannya. Dan keluarga besar Ayahku semakin murka. Yah, hanya itu yang kuketahui... atau kuingat. Sedangkan keluarga Ayah tiriku sama sekali tak kuketahui. Dia pernah bercerita kalau semua keluarganya ada di Kalimantan. Namun aku tidak pernah mau mendengarkan. Karena aku tidak begitu perduli padanya. Selain itu aku sendiri pun tak pernah berniat mencari tahu. Jadi... aku dan Lani sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Kini kami sebatang kara.

Tiba-tiba aku terhentak oleh sikutan lengan Tita. Spontan aku menoleh kearahnya.

"Apaan?", tanyaku setengah berbisik.

Tita tidak menjawab. Pandangan matanya menatap lurus kedepan.

"Elu nyikut gue, kenapa?", tanyaku sekali lagi masih dengan suara berbisik sambil menendang kakinya. Tita tak bergeming.

"Saya bicara panjang lebar menjelaskan pelajaran yang seharusnya kamu perhatikan dari tadi...", tiba-tiba Bu Mila sudah berdiri disamping mejaku dengan suara ketusnya. Aku benar-benar terkejut dibuatnya. "Tapi kamu lebih tertarik memandang lapangan bola diluar sana. Saya tegur, kamu malah mengacuhkan saya dan mengobrol dengan teman semeja kamu. Kamu mau saya jemur dilapangan sekarang?", suara Bu Mila melengking tinggi diakhir kalimat. Suasana kelas menjadi sesepi kuburan.

TEEET. TEEET. Bel istirahat menghentakkanku dan juga beberapa anak didalam kelas. Sebagian dari mereka mengeluarkan suara tertahan karena keterkejutan mereka mendengar suara bel yang memecah kesunyian dan ketegangan didalam kelas. Bu Mila menyorongkan telunjuknya sesaat ke wajahku lalu membalikkan tubuhnya dan melangkah ke arah mejanya. Merapikan buku-buku dan alat tulisnya. Memasukkan semuanya kedalam tas jerami berukir aneh dan melangkah keluar kelas. Semua yang ada dikelas berseru lega. Memandangku sekilas dan lalu segera berlarian keluar sesaat Bu Mila melewati pintu kelas. Bu Mila sempat memandangiku dengan raut muka penuh kesinisan sebelum akhirnya dia menghilang dibalik pintu kelas.

INI AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang