Desember 2001
"Jangan Ayah, kumohon....., Ayah, ini dosa!", teriakku dengan suara bergetar. Aku berontak sekuat tenagaku. Aku mencoba mendorong tubuhnya yang hitam gempal menjauh dariku. Aku pun memukulinya sekuat tenagaku, namun semakin aku berontak semakin kuat tenaganya dan semakin kencang tubuhnya menghimpit tubuhku. Tanpa rasa kasihan lelaki menjijikkan ini terus berusaha membuka kaos tidurku atau lebih tepatnya merobeknya. Tangan kirinya menahan kepalaku dibantal dengan cara menjambak rambutku dengan keras dan tangan kanannya masih terus berusaha membuka seluruh pakaianku. Dalam berontakku aku mulai menangis, yah... menangis dan menangis. Ayah tiriku ingin memperkosaku! Memperkosaku!
"Ayah, jangaaa...nn.. Bunda tolong Ari...", aku terus saja memberontak dan memberontak. Tangisku pun kian menjadi walau tenagaku mulai berkurang ketika dia berusaha menurunkan celana dalamku. Dan tiba-tiba saja, PLAK!! PLAK!! Dua buah tamparan keras menerjang wajahku. Aku mengaduh dan tangisku mendadak terhenti. Didalam keremangan aku menatap mata liar Ayah tiriku dengan rasa takut.
"DIAM, BRENGSEK!!", bentaknya saat tangisku mulai bersuara lagi. Suara bentakkannya tidak begitu keras ditelingaku, tapi menyurutkan keberanianku lebih dalam.
Air mataku terus berlinang dan aku merasakan kain sprei dibawah kepalaku mulai basah. Sisa tenagaku kukeluarkan untuk mendorongnya jauh dari tubuhku saat kurasakan jemari yang menjijikkan menyentuh kemaluanku. Namun itu tetap tak ada gunanya. Aku terus mendorong sambil memohon padanya. Memohon dan memohon disela isak tangisku. Namun lelaki bejat ini malah semakin liar menggerayangi dan menelanjangiku. Sesekali tangan kirinya yang menjambak rambutku dihentakkan untuk menghentikan berontakkanku. Dibawah temaramnya lampu tidur kamarku, sekilas aku dapat melihat wajahnya kian memerah penuh amarah atau mungkin nafsu. Aku tak tahu. Ditambah bau alkohol yang sangat menyengat dari mulutnya membuatku sedikit pusing. Aku berharap nyawaku dicabut saat ini juga.
"Ayah, jangan... ingat Bunda, Ayah, tolong jangan...", aku masih terus berontak dan berontak dan juga terus memohon padanya. Tak perduli rasa sakit yang kuterima akibat jambakan dan hentakkan tangannya dirambutku berkali-kali karena berontakkanku. Dengan beringas dia terus saja berusaha memperkosaku.
"Bunda... hu..hu.. tolong Ari...", teriakku dengan suara yang kuyakin mulai tidak jelas karena tubuhku bergetar hebat karena rasa sakit akibat kekasaran yang kuterima sekaligus rasa takut yang amat sangat.
"Aaw!", aku berteriak kesakitan tatkala tangan kasarnya melepaskan jambakkannya dirambutku dan lalu menekan pipi kananku dengan sikunya yang kurasa tajam menusuk tulang pipiku sehingga membuatku terhentak keras menoleh ke kiri. Menatap pintu kamarku yang setengah terbuka.
"Jangan ganggu Bundamu. Dia sedang tidur... begitu juga Lani", bisiknya sesaat setelah mendekatkan wajahnya ketelingaku, dan lalu tertawa. Suaranya bagaikan seringai setan ditelingaku.
Aku menatap lurus ke pintu dengan pandangan nanar. Berharap sosok Bunda muncul disana untuk menghentikan penderitaanku. "Bundaaaa....", kembali aku berteriak memanggil Bunda dengan sekuat tenagaku. Aku tahu Bunda tak mungkin menolongku. Turun dari tempat tidur pun dia tak mampu. Namun aku tak tahu harus memohon pertolongan pada siapa lagi. Aku tak mungkin membiarkan Lani harus melihat kejadian ini. Dia masih terlalu kecil. Tiba-tiba aku mendengar suara Bunda mengerang dari kamarnya yang hampir bersebrangan dengan kamarku. Ya Tuhan, Bunda mendengarku. Tolong aku Tuhan. Tolong aku Bunda. Lirihku dalam hati sambil terus berdoa. Lagi, tangan kasar itu menjambakku kembali dan menekan kepalaku jauh lebih keras sehingga membuatku benar-benar kesakitan dan hanya bisa merintih lemah. Dengan cepat dia meraih sebuah bantal dan membenamkan wajahku pada bantal yang juga sudah basah oleh air mataku. Tiba-tiba dia mengangkat tubuhnya, turun dari tempat tidur dan... BRAKK!! Dia menendang pintu kamarku hingga tertutup dengan benturan yang keras. Saat itulah aku merasa memiliki kesempatan untuk menyelamatkan diriku. Dengan sisa tenaga yang kurasa sudah tak ada aku mencoba turun dari tempat tidur dan melangkah mundur. Tiba-tiba ia menoleh kearahku. Mata beringasnya menatapku tajam. Dengan cepat dia melompati tempat tidur dan menangkapku. Aku kembali memberontak. Berontakkan yang tak ada artinya. Lelaki bajingan itu menarik tubuhku dengan hentakkan tangannya, lalu mendorongku dengan keras sehingga aku terjerembab keatas kasurku kembali. Dia sudah berada diatas tubuhku disaat aku kembali berusaha untuk bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
INI AKU
Ficção AdolescenteAku murid sebuah sekolah menengah atas. Aku korban perkosaan oleh ayah tiriku. Aku juga menjalani hidupku sebagai pelacur. Tak perduli betapa jijiknya kalian pada aku... tapi inilah aku