CHAPTER 4

11.4K 110 2
                                    

Sore ini aku tidak ada rencana apa-apa. Dan tidak juga harus Bekerja. Itu sangat melegakanku. Sepulang sekolah aku bisa langsung pulang kerumah dan menemani Lani. Dia senang sekali kalau aku ada dirumah. Walau dia sudah kelas dua SMP sikapnya masih saja sering manja kepadaku. Aku sadar kalau kasih sayang yang didapat dari orang tua kami sangatlah kurang dari cukup untuknya. Kadang aku menemaninya belajar dan membantunya menyelesaikan PR-nya. Kalau Lani tidak ada tugas sekolah, kadang kita pergi ke rental film dan menyewa film. Lalu kita menghabiskan sore menjelang malam dengan menonton film sambil memakan pisang goreng buatan mbok Ratmi. Mbok Ratmi, pembantu yang bekerja dirumahku semenjak setahun yang lalu. Dia seorang janda yang telah kehilangan suami dan anaknya dalam suatu kecelakaan kendaraan beruntun dijalan tol Jakarta – Cikampek pada tahun 2000 lalu. Makanya dia begitu sayang kepada kami yang juga mengalami hal yang sama, yaitu kehilangan orang-orang yang sangat dicintai. Mbok Ratmi sangat melindungi Lani. Mungkin dia sudah menganggapnya seperti anaknya sendiri. Dia pun selalu mengingatkanku untuk tidak terlalu sering keluar malam untuk bekerja. Dan berulang kali juga dia memintaku untuk berhenti kerja malam dikafe atau restoran karena menurutnya terkadang Lani lebih membutuhkan aku untuk mendampinginya dibandingkan Mbok Ratmi. Mbok Ratmi memang belum tahu pekerjaanku yang sekarang. Dia berpikir kalau aku masih kerja direstoran sebagai pelayan. Tapi terkadang aku merasakan kalau dia sebenarnya telah mengetahui pekerjaanku, hanya saja dia mungkin tidak berani mengutarakannya apalagi menanyakannya.

Sesekali, Lani pernah bertanya perihal Ayah tiri kami. Aku sering bilang padanya bahwa Ayah tiri kami menyakiti Bunda dan menyebabkan penyakit Bunda bertambah parah hingga akhirnya meninggal. Dan kemudian Laki-laki yang kubenci itu pergi meninggalkan kami. Aku tidak tahu apa Lani mengetahui hal-hal buruk yang pernah dilakukan Ayah tiri kami kepadaku. Tapi yang pasti aku menanamkan hal yang beda padanya. Dan sepertinya dia percaya dan meyakininya. Syukurlah.

"Kak, malam ini Kakak enggak pergi kerja kan?", Lani bertanya sambil menghampiriku yang sedang mengerjakan tugas sekolah diruang keluarga yang sekaligus berfungsi sebagai ruang nonton.

"Hm, enggak. Kenapa?". Aku menjawabnya dengan sedikit ragu. Aku takut bila aku bilang kalau aku libur kerja tapi tiba-tiba Prince menghubungiku, aku pasti akan mengecewakannya. Tapi kebanyakan tawaran dari Prince yang mendadak sering aku tolak apalagi menjelang malam. Salah satu alasannya tentu saja karena Lani.

"Aku mau nonton film Kak". Lani menunjukan wajah memelasnya, dan tentu saja senyum manisnya. Dia selalu begitu bila ingin aku turuti keinginannya. Dan dia pun tahu kalau aku selalu berusaha menuruti segala keinginannya.

"Boleh, mau sewa film apa?"

"Hm, aku enggak mau sewa film Kak"

"Mau nonton di bioskop?"

"Gak. Aku mau beli film dan nonton dirumah". Keningnya dikerutkan seakan meminta persetujuanku atau mungkin takut aku tolak.

"Kamu mau beli film apa emangnya?"

"Aku meu beli film Cinderella Story, Kak. Kata temanku filmnya bagus deh. Itukan film baru. Kalau sewa pasti belum ada, boleh ya Kak?"

"Boleh saja sih, tapi masa kamu masih nonton film anak-anak? Kamu kan sudah gede Lan", aku mengelus rambutnya yang panjang.

"Asal Kak Ari tahu ya, film yang mau Lani beli itu bukan film anak-anak. Bukan kartun. Yang main aja Hillary Duff. Itukan aktris remaja. Ini juga film remaja, Kakak pasti suka. Percaya deh", Lani lalu menggengam kedua tangannya layaknya orang memohon dan meminta ampun. Aku tertawa melihatnya.

"Oke-oke aja, tapi kamu ada PR gak?"

"Enggak ada Kak, benar. Besok juga enggak ada tes apa-apa"

INI AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang