Aku melangkah keluar dari lift Hotel Ciputra yang terletak di Grogol Jakarta Barat dengan ragu. Yah, aku baru selesai bekerja. Aku harus mengumpulkan uang yang banyak untuk biaya sekolah Lani dan tentu saja biaya ujian EBTANAS untukku nanti. Akupun ingin kuliah. Aku berharap saat aku mulai kuliah tabunganku sudah cukup sehingga aku tak perlu lagi bekerja seperti ini. Aku akan mencari kerja yang sebenar-benarnya. Karena setahuku, mencari kerja dengan memegang ijasah SMU jauh lebih mudah dibandingkan tanpa ijasah seperti waktu aku kerja direstoran Korea. Gajiku paling rendah. Mungkin dibawah UMR. Memang tak bisa disalahkan, karena setahuku DEPNAKER punya peraturan ketat dan sanksi yang keras bagi perusahaan yang mempekerjakan karyawan dibawah umur tanpa surat referensi resmi. Sudah untung pemilik restoran mau menerimaku berkat rayuan Andi alias Prince. Jadi sementara aku bertahan dengan keadaanku.
Mataku larak-lirik sana-sini. Seperti biasa aku takut ada yang mengenaliku. Apalagi hari ini aku tidak memakai kacamata hitam dan tidak memakai wig. Wig yang sedang aku angin-anginkan -sehabis kukeramas semalam- diteras belakang jatuh kehalaman tempat Mbok Ratmi biasa menjemur pakaian karena tersenggol sewaktu dia menenteng ember besar berisi cucian bersih untuk dijemur. Apalagi semalam habis hujan lebat. Habislah wig-ku bermandikan air kotor dan lumpur tanah. Aku pasrah saja. Aku enggak tega untuk memarahi Mbok Ratmi yang sudah begitu baik pada aku dan Lani. Makanya, sebelum bekerja aku pergi ke salon dan meminta hair stylist untuk mendandani rambutku agar terlihat sangat berbeda. Ingat tokoh Biyan yang diperankan Claudia Chintya Bella di film Virgin. Kurang lebih aku didandani seperti dia. Lagi trend katanya. Aku jadi ingat dengan Tita yang heboh banget menyamakan wajahku dengan Claudia Chintya Bella setelah kita selesai menonton filmnya di bioskop Bintaro Plaza. Memang kebetulan sebelum ke bioskop aku mengajak Tita untuk creambath disalon Rudi Hadisuwarno yang letaknya satu lantai dengan bioskop. Dia menolak dan memilih untuk pergi ke Rumah Matahari yang ada dilantai 3. Katanya, mending mencari lampu tidur untuk dikamarnya daripada bengong nungguin orang dipermak. Disalon memang ada beberapa orang yang mencuri-curi memperhatikan diriku. Kapsternya yang gemulai dan bernama Rendy mendandaniku mirip dengan tokoh Biyan yang akhirnya berujar kalau aku cantik kayak si Biyan setelah dia selesai. Aku senyum saja, karena enggak tahu siapa yang dia maksud. Setelah aku menonton filmnya barulah aku mengerti. Malah kapster tadi juga menyuruhku untuk ikutan Casting sinetron. Atau mungkin acara ASAL (acara televisi dengan format mencari masyarakat umum yang wajahnya mirip artis di stasiun TV swasta). Kembali aku menanggapinya hanya dengan senyum.
Kembali pada kenyataan kalau aku bukan artis. Aku melangkah ragu melewati jalanan loby hotel yang membelah ruangan ini menjadi dua. Sebelah kanan untuk ruang tunggu atau duduk-duduk bagi para tamu dan yang sebelah kiri menyerupai sebuah coffee shop. Aku berbelok kekanan dan melangkah cepat menuju Mal Ciputra yang memang menjadi satu bagian dari gedung hotel. Tidak lama aku keluar dari pintu kecil samping loby, ujung mataku menangkap sosok orang yang melambai-lambaikan tangan kearahku. Aku menengok kebelakang, tapi tidak ada siapa-siapa. Berarti dia melambaikan tangannya padaku. Ah. Masa bodo. Aku melangkah lebih cepat lagi tanpa menghiraukan orang tersebut. Kembali aku menangkap bayangan orang tadi yang masih saja melambai-lambaikan tangan kearahku dan sepertinya menyerukan namaku. Tiba-tiba aku menjadi gugup tidak karuan. Aku menundukkan kepalaku dan buru-buru menuju escalator. Seseorang menggapai bahuku.
"Ari, ngapain lu disini?". Ya Tuhan. Andra. Mulutku serasa kaku. Aku sulit untuk bicara. Aku hanya mampu mengeluarkan kata-kata a..ng..ng... Aku mencoba berpikir cepat. Ya ampun, aku sama sekali tidak bisa berpikir. Tuhanku, tolong aku.
"Hm..dari...ng...anu...be..belanja. Ya, ya. Habis belanja", aku berkata sambil mengibas-ibaskan kedua tanganku diudara. Dasar bodoh. Aku kan enggak bawa kantong belanjaan. Aku hanya menenteng tas kecil. Belum lagi bahasa tubuhku. Aku benci bahasa tubuhku. Menjadi aktif. Aku selalu begini kalau grogi. Gelagapan enggak karuan dan ribet dengan seluruh tubuhku. Tanganku yang kuayun-ayunkan, ya kakiku yang sibuk menggaruk-garuk betis kaki satunya lagi dengan ujung sepatuku. Satu hal lagi, terkadang aku sibuk menguncir atau mengikat dan mengonde rambutku dengan bentuk yang aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
INI AKU
Teen FictionAku murid sebuah sekolah menengah atas. Aku korban perkosaan oleh ayah tiriku. Aku juga menjalani hidupku sebagai pelacur. Tak perduli betapa jijiknya kalian pada aku... tapi inilah aku