CHAPTER 8

6K 84 2
                                    

Andra masih tiduran diatas kasur sambil menutup wajahnya dengan bantal. Andra mendekapnya dengan sangat erat untuk menahan suara tangisnya dibalik bantal. HPnya dimatikan. Andra kesal dengan bunyi HP yang henti-henti berdering. Andra enggan berkomunikasi dengan siapapun. Mama dan Papanya sibuk bolak-balik menelpon ke HP dan kerumah. Tapi tak dihiraukannya. Mungkin Mama dan Papa kesal denganku, ah, masa bobo! Pikirnya. Sebenarnya kepergian Andra ke Jogja sangat mendadak. Kakek buyut dari pihak Mama meninggal dunia karena penyakit kanker prostatnya satu hari sebelum keberangkatannya. Karena mendadak, Andra pun tak sempat mengabari Ari. Setelah pertemuan dengan Ari di hotel, Andra buru-buru pamit ke orang tuanya dengan alasan harus kesekolah mengurus sesuatu untuk ujian EBTANASnya. Andra tak mau melihat Ari lagi. Setelah sekitar setengah jam Andra menenggelamkan wajahnya dalam dekapan bantal, dia mulai menarik ujung bantal dengan pelan dan membiarkan kegelapan menyelimuti wajahnya yang basah. Kamar Andra gelap gulita. Hanya beberapa titik cahaya lampu taman yang menembus lewat jendela kamarnya yang kini menjadi pusat pandangan matanya. Menerawang. Terbayang kembali akan sosok Ari yang digandeng lelaki separuh baya tadi siang di Jogja. Andra bangkit dari kasurnya dan menuju meja belajarnya. Dinyalakannya lampu belajar dan diraihnya buku agenda berwarna hitam pucat. Dibukanya halaman demi halaman. Sebentar dia membolak-balikan beberapa halaman, membacanya sebentar dan kemudian kembali membuka lembar halaman buku sampai akhirnya menemukan halaman yang masih kosong polos. Diambilnya pulpen yang terletak di pinggir meja dan mulai menulis...

Kenapa aku harus tahu dengan cara seperti ini? Kenapa Ri? Aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Apa semua yang telah kuberi kurang bagimu sehingga kau membohongiku seperti ini? Atau...memang seperti itukah dirimu? Melacur hanya untuk kesenangan belaka atau apa? Sebenarnya aku tak percaya sewaktu kau mengatakan bahwa dirimu seorang Pelacur. Tapi bila kuteringat lagi kejadian di Jogja, aku begitu yakin. Aku 'gak tahu Ri. Mungkinkah kamu hanya ingin menghindariku dengan cara membohongiku dengan cerita Pelacurmu? Ari...Ari...hatiku sakit. SAKIT... Andai kau menceritakan semua ini dari pertama kita saling menyayangi, mungkin semuanya akan berbeda. Mungkin aku tak akan pernah mau mencintaimu lagi. Atau mungkin aku akan belajar menerimamu apa adanya. Entahlah...aku begitu mencintaimu...mencintaimu...dan kini yang ada hanya kenangan pahit. Kini semua terasa pahit bagiku. Sakit rasanya, Ri.

Andra berhenti menulis. Menatap sekilas foto Ari yang tersenyum kepadanya yang terletak dimeja belajar. Dengan kesal bingkai foto itu ditelungkupkan secara kasar. Tak lama Andrapun berdiri dan melangkah ke buffet TV. Dibuka lemari kecil yang ada dibawahnya dan menyalakan kaset ditape yang terdapat didalamnya. Tak lama kemudian mengalun dengan pelan lagu Rahasia Hatinya Element. Andra berdiri dan kembali ke meja belajarnya. Mengambil pulpennya dan mulai menulis kembali.

Aku 'gak tau apa sekarang aku masih bisa menerimamu lagi dihatiku. Aku bener-bener 'gak tau, Ri. Mencintaimu dulu amat menyenangkan dan membahagiakanku. Kini...mencintaimu bagaikan membunuh diriku secara perlahan. Sakit yang berkelanjutan dan tak henti-hentinya. Aku memang belum tahu semuanya tentang dirimu. Aku tak memberimu kesempatan untuk menceritakan semuanya yang mungkin saja bisa membuatku belajar menerimamu dan kembali mencintaimu. Tapi tidak!! Aku takut hal itu membuatku tambah sakit dan aku semakin ingin menjauh darimu...entahlah, Ri. Aku takut kau menyakitiku lagi...

"Bila aku, harus mencintai...dan berbagi hati...itu hanya deganmu. Namun bila, ku harus tanpamu, akan tetap kuarungi hidup tanpa bercinta..." (Chorus Rahasia Hati – Element).

Alunan lagu Element terus mendayu-dayu didalam kamar menemani Andra yang mulai menitikkan air mata. Andra tak mau kehilangan Ari tapi juga sulit untuk menerimanya kembali...

Andra memang sosok yang lembut dan sensitif. Sedikit cerita mengenai keluarga Andra. Dia anak kedua dari salah satu pengusaha kaya di Jakarta. Papanya seorang komisaris sekaligus pemilik dari perusahaan pertambangan batubara yang berkantor pusat di jalan Tomang Raya, Jakarta Barat. Mamanya juga pengusaha yang memiliki perusahaan kontraktor yang kantornya pun hanya berjarak beberapa gedung dari kantor suaminya. Kakak pertamanya seorang wanita karier yang sekarang menetap di Singapura untuk memegang salah satu anak perusahaan Papanya yang didirikan disana sejak tahun 1998. Amelia namanya. Berwajah cantik dan berkulit putih ini memiliki postur tubuh agak sedikit gemuk. Dia selalu menyarankan Andra untuk sekolah dan kuliah di sana. Tapi Andra lebih memilih Jakarta sebagai tempat dia mendapat pendidikan formal dari pada negara kecil yang lebih modern itu. Alasannya, karena Andra tidak mau jauh dari sang Mama. Bukan karena dia anak manja yang masih ingin tidur diketiak Mamanya alias tidak mandiri, tapi dikarenakan sang Mama adalah sahabat sejati baginya, dimana Mama selalu dijadikan tempatnya berkeluh kesah dan bercerita. Orang tuanya memang manusia yang super sibuk, namun hebatnya, mereka masih saja sempat meluangkan waktu untuk keluarga, terutama sang Mama. Secara tidak langsung Andra mendapat pendidikan kasih sayang dari sang orang tua yang bisa menunjukkan rasa saling setia dan saling menyayangi hingga kini pada Andra. Tak pernah ada orang ketiga maupun cerita perselingkuhan orang tuanya. Semuanya berjalan serba normal dan indah dimatanya. Itulah makanya Andra tumbuh menjadi sosok yang penyayang namun sedikit sensitif. Sekali dia menyayangi seseorang, dia tak akan pernah berpaling. Kini, hal itu menjadi dilema bagi dirinya. Menyayangi Mentari sepenuh hati sekaligus membencinya sepenuh jiwa.

INI AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang