Bab 5 - Ketika Cinta Harus Memilih

8.2K 1K 330
                                    


"Kau yakin?"

Hermione mengangguk pelan. Menahan segala perih yang seakan menusuk hatinya. Air mata berlomba-lomba melesak keluar. Gadis itu menahan mati-matian untuk mengontrol emosinya.

Ginny, Ia menatap temannya itu seakan Ia bisa merasakan kepedihannya. "Aku pernah ada di posisimu. Saat aku bersama Dean tapi hatiku hanyalah untuk Harry. Aku tahu itu sangatlah tidak mudah. Aku tahu rasa sakitnya." Gadis merah itu menepuk pundak Hermione.

"Apapun keputusanmu. Aku doakan itulah yang terbaik."

Hermione tersenyum pada Ginny. Walaupun senyumnya tak sampai matanya. Terlalu sulit berpura-pura tersenyum saat keadaan seperti ini.

Kedua gadis itu saling berpelukan sebelum Hermione keluar dari kamar asramanya. Ia sudah memutuskan. Walaupun akan ada satu hati yang terluka nantinya. Tapi jangan kira hatinya sendiri baik-baik saja. Bahkan kali ini Ia sudah merasa mati rasa.

***

"Aku tulus dengannya. Aku sangat mencintainya. Bahkan melebihi rasa cintaku pada diriku sendiri."

Ia masih diam. Memandangi dua orang yang sedang memunggunginya. Hatinya terasa diperas ketika mendengar suara pemuda berambut merah itu. Terdengar begitu putus asa.

"Hermione. Dia cinta pertamaku. Aku akan mempertahankannya. Sampai saat dimana dia bisa menatapku seperti dia menatap Malfoy."

Ia menutup mulutnya agar suaranya tak terdengar. Kakinya melemas seperti jely. Jadi-jadi selama ini?

Harry menghela napas, "Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri, Ron."

Ron terkekeh pedih, "Memang begitu resiko jatuh cinta, Harry." Memejamkan mata sebentar, lalu melanjutkan, "Hermione.. dia sudah membuatku merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan."

Pemuda itu menoleh ke arah Harry seraya tersenyum getir, "Dan kau tahu? Itu sakit sekali."

Dia tidak sanggup lagi. Akhirnya Ia berlari menuruni anak tangga spiral dan pergi dari tempat itu sejauh-jauhnya. Dengan lelehan air mata yang terus mengalir dipipinya. Ia tidak pernah berpikir kalau Ron sudah mengetahuinya. Tapi pemuda itu pura-pura tidak tahu. Bagaimana bisa dia masih menatap wajah Hermione penuh kekaguman setelah apa yang telah dilakukan gadis itu?

Kali ini, siapa hati yang harus Ia jaga dan siapa yang harus Ia lukai?

Ahhhh!!! Rasanya Ia ingin mati saja.

***

Dengan tekad yang kuat, Hermione berdiri tegap diruang kebutuhan. Ruangan itu gelap. Sumber cahaya hanya dari cahaya bulan yang datang entah dari celah mana. Degupan jantungnya tak berirama. Ia hanya bisa meremas-remas ujung bajunya.

Terdengar pintu terbuka dari arah belakangnya. Ia menutup mata sekejab untuk menetralisir kegugupannya.

Air mata meleleh begitu saja ketika Ia merasakan adanya sebuah tangan yang melingkari pinggangnya. Perlahan Ia membuka matanya. Dan sekarang Ia bisa melihat lipatan tangan yang berada diatas perutnya. Tangan pucat yang selama ini memberikan kehangatan padanya.

"Aku merindukanmu." Ujar sebuah suara. Lagi dan lagi air mata Hermione terjatuh.

Gadis itu memegang tangan itu dan melepaskannya secara perlahan. Ia masih memunggungi orang itu. Tak berani menatap manik keabuannya.

Two Heart [DRAMIONE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang